Korporasi Jepang Buka Akses Jabatan Tinggi bagi Perempuan
Sulit menemukan perempuan Jepang yang berpengalaman untuk posisi top perusahaan. Sebab, mereka tidak punya kesempatan.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Mitsuko Tottori ditunjuk menjadi Presiden Japan Airlines Co, maskapai penerbangan Jepang. Ini pertama kalinya seseorang perempuan dan dengan latar belakang pramugari memimpin Japan Airlines Co atau JAL.
JAL secara tradisional menunjuk presiden yang pernah bekerja di badan pengawas pemerintah atau yang memiliki pengalaman di departemen, seperti penjualan dan hubungan ketenagakerjaan. Langkah JAL tersebut membuka akses lebih luas terhadap posisi atau jabatan tinggi untuk perempuan Jepang.
Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan Jepang berusaha meningkatkan jumlah anggota perempuan di dewan direksi. Akan tetapi, mayoritas perempuan itu berasal dari luar, bukan karyawan internal perusahaan.
Kantor berita Reuters, Rabu (31/1/2024), menyebutkan, di bawah tekanan dari pemerintah, Bursa Efek Tokyo (TSE), dan investor asing, perusahaan-perusahaan berusaha keras meningkatkan keberagaman, termasuk jajaran dewan direksi mereka. Namun, mereka merekrut profesional dari luar yang kerap sudah berprofesi sebagai pengacara, akademisi, dan akuntan.
Mulai tahun 2023, perusahaan-perusahaan besar di Jepang diwajibkan untuk mengungkapkan proporsi perempuan dalam manajemen. Masih ada kekhawatiran perusahaan-perusahaan itu hanya mengklaim memberikan akses dan kesempatan kepada perempuan duduk di posisi top, tetapi tidak benar-benar memberikan perempuan pemimpin itu peran yang penting di perusahaan.
Hal itu mencerminkan kesulitan Jepang dalam memberikan promosi bagi karyawan internal, baik untuk menjadi anggota dewan maupun eksekutif perusahaan. Perusahaan-perusahaan Jepang juga bertahun-tahun mengabaikan pengembangan calon perempuan manajer.
Secara tradisional, banyak perusahaan Jepang yang memiliki sistem perekrutan yang kaku. Mereka mengklasifikasikan karyawan sebagai ”jalur karier” atau ”jalur nonkarier”. Karyawan jalur nonkarier biasanya perempuan yang melakukan pekerjaan administratif.
Banyak perusahaan mengatakan, mereka tidak ingin terlalu cepat mempromosikan perempuan yang tidak memenuhi syarat. Itu mungkin alasan mereka saja.
Wakil Presiden Daiwa Securities Keiko Toshiro mengeluhkan sulitnya meyakinkan masyarakat akan perlunya nilai keberagaman di perusahaan. Untuk mewujudkan keberagaman itu, perlu upaya-upaya memberikan pelatihan manajemen kepada para perempuan pemimpin.
Toshiro adalah salah satu perempuan paling senior di bidang keuangan di Jepang. Posisi eselon teratas, seperti yang diduduki Toshiro itu, masih didominasi laki-laki di Jepang.
Perempuan yang duduk di posisi direktur dan pejabat eksekutif di 1.836 perusahaan yang terdaftar di TSE hanya berjumlah 13,4 persen. Dari jumlah itu, hanya 13 persen yang merupakan karyawan internal.
”Banyak perusahaan mengatakan, mereka tidak ingin terlalu cepat mempromosikan perempuan yang tidak memenuhi syarat. Itu mungkin alasan mereka saja,” kata Yuko Yasuda, Direktur Board Advisors, perusahaan konsultan tata kelola Jepang.
Menurut Yasuda, menemukan perempuan yang berpengalaman untuk bisa duduk di posisi teratas tidak mudah. Salah satu penyebabnya adalah banyak perempuan yang belum mendapatkan kesempatan untuk menjadi manajer.
Penyedia layanan sumber daya manusia, Recruit Holdings, mendorong masyarakat memajukan kariernya dengan memiliki berbagai pengalaman sejak dini. Untuk memperluas kesempatan pelatihan manajemen kepada lebih banyak kandidat, Recruit telah membuat daftar kompetensi inti yang diperlukan untuk menjalankan setiap posisi manajemen.
Hal ini membantu menghilangkan bias masa lalu yang tidak disadari yang mengutamakan kualitas ”macho” seperti kemampuan bekerja sepanjang waktu. Di samping itu, bisa meningkatkan jumlah kandidat perempuan untuk setiap posisi top sebesar 1,7 kali lipat dan kandidat laki-laki 1,4 kali lipat.
Namun, inisiatif seperti itu membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sampai ke puncak. Akibatnya, tidak banyak perempuan di posisi atas yang bisa menjadi panutan dan mentor bagi perempuan lain yang juga ingin berkarier tinggi.
Tottori, dalam konferensi pers JAL pada awal bulan ini, berharap pengangkatan dirinya akan memberikan semangat kepada perempuan yang sedang berjuang dengan kariernya. Harian Mainichi, 22 Januari 2024, menyebutkan, Tottori masuk ke JAL pada 1985 atau bertepatan dengan pengesahan undang-undang kesempatan kerja yang setara di Jepang.
Hampir empat dekade setelah itu, perempuan menduduki sekitar 13 persen posisi manajerial di perusahaan-perusahaan Jepang. Tottori naik ke posisi manajer yang bertanggung jawab atas keselamatan kabin.
Pendiri dan CEO Sunny Side Up Group, firma hubungan masyarakat, Etsuko Tsugihara mengatakan, perempuan pemimpin yang ada saat ini banyak yang datang dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang istimewa. Mereka pun sudah berkorban banyak untuk bisa sukses di tempat kerja.
Tidak banyak pula perempuan yang kuat bertahan di posisi teratas karena tuntutannya yang tinggi. ”Ketika saya ke rumah sakit untuk melahirkan, saya langsung datang dari kantor. Dua minggu setelah melahirkan, saya harus masuk kerja lagi. Ini yang membuat perempuan enggan menjalani,” ujar Tsugihara.
Kini program kesejahteraan karyawan di perusahaan Tsugihara mendorong keseimbangan hidup dan kerja bagi karyawan perempuan dan laki-laki. Selain itu, mereka juga mendukung perencanaan hidup jangka panjang dengan menyubsidi pemeriksaan darah, tes hormonal terkait kesuburan, dan bahkan pembekuan sel telur.
”Untuk bisa menjadi panutan atau teladan, kita harus memiliki kehidupan yang lebih sehat dan kaya,” kata Tsugihara. (Reuters)