Balasan AS Tentukan Arah Konflik Timur Tengah
Situasi di Timur Tengah menjadi semakin rumit setelah serangan terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di Jordania.
WASHINGTON, SELASA — Amerika Serikat mengancam akan menempuh segala cara untuk membalas serangan pesawat nirawak yang menewaskan tiga tentara AS di Jordania. Ancaman itu dinilai akan menyeret AS lebih jauh ke dalam perang tidak langsung dengan Iran dan mengipasi ketegangan di kawasan.
China, Selasa (30/1/2024), memperingatkan siklus pembalasan tanpa akhir di Timur Tengah. Sementara Qatar cemas kejadian itu menjadi sandungan dalam perundingan upaya gencatan senjata di Gaza.
Baca juga: Prajurit AS Gagal Deteksi Penyerang di Perbatasan Jordania-Suriah
”Kami tidak menginginkan perang yang lebih luas dengan Iran. Serangan itu meningkatkan ketegangan, jangan salah, dan perlu ditanggapi,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby, Senin (29/1/2024) malam waktu setempat.
Para pejabat AS telah mengemukakan tanggapan keras terhadap serangan mematikan atas pangkalan militer AS di Jordania pada Minggu (28/1/2024). Mereka menuding Iran berada di balik serangan tersebut. ”Presiden dan saya tidak akan menoleransi serangan terhadap pasukan AS dan kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk membela AS dan pasukan kami,” ujar Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Pentagon, Senin.
Iran telah menyatakan tidak ada sangkut paut dengan serangan di perbatasan Jordania dengan Irak dan Suriah. ”Klaim ini dibuat dengan tujuan politik tertentu untuk membalikkan kenyataan di kawasan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani.
Setelah ancaman AS mencuat, China memperingatkan terjadinya siklus pembalasan yang berpotensi memperkeruh situasi di Timur Tengah. Beijing menyadari jatuhnya korban akibat serangan terhadap pangkalan militer AS.
”Kami juga memahami bahwa Iran menyatakan tidak ada hubungannya dengan serangan itu,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin, Selasa.
China berharap semua pihak terkait tetap tenang dan menahan diri untuk menghindari lingkaran setan pembalasan dengan mencegah eskalasi ketegangan di kawasan. ”Situasi di Timur Tengah saat ini sangat kompleks dan sensitif,” ujarnya.
Kami tidak menginginkan perang yang lebih luas dengan Iran. Serangan itu meningkatkan ketegangan, jangan salah, dan perlu ditanggapi.
Sejak meletusnya perang Israel-Hamas, AS dan Israel saling berbalas serangan dengan kelompok-kelompok bersenjata yang diyakini didukung Iran. Saling balas serangan ini membuat suhu di Timur Tengah memanas. Serangan pun terus meningkat dan meluas.
Milisi Hezbollah di Lebanon dan kelompok Houthi di Yaman tampil sebagai poros perlawanan terhadap Israel menyusul pecahnya perang antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Kedua kelompok bersenjata itu terus meluncurkan serangan di Lebanon Utara dan Laut Merah yang mengakibatkan konflik tanpa henti.
Sementara beberapa kelompok milisi yang lebih kecil yang didukung Iran juga melancarkan serangan di Irak, Suriah, dan Jordania dengan target-target AS. Salah satunya serangan rudal balistik ke pangkalan AS di Irak pada Sabtu (20/1/2024).
Hambat perundingan
Sementara itu, Qatar yang selama ini berperan sebagai mediator utama Hamas dan Israel khawatir reaksi keras AS untuk membalas serangan drone di Jordania akan menghambat perundingan untuk pembebasan tawanan.
Kepada lembaga pemikir di Washington, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim al Thani berharap pembalasan AS tidak akan melemahkan perundingan upaya gencatan senjata di Gaza. Ia mengatakan, perundingan itu telah mencapai kemajuan.
Menurut dia, potensi pembalasan AS pasti akan berdampak pada keamanan regional Timur Tengah. ”Kami berharap hal ini dapat diatasi,” ujarnya.
Sheikh Mohammed mengatakan, rencana itu mencakup gencatan senjata bertahap untuk membebaskan sandera perempuan dan anak-anak lebih dulu. Tahap itu diiringi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Kesepakatan awal tersebut diharapkan menuju gencatan senjata permanen.
Pertemuan untuk membicarakan kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas berlangsung antara pejabat intelijen AS, Israel, Mesir, Qatar, dan Perancis di Paris, Perancis. Israel menilai hasil perundingan ”konstruktif” meskipun belum menghasilkan kesepakatan karena masih terdapat kesenjangan yang signifikan.
Baca juga: AS Desak Israel Gandeng Palestina Membangun Gaza
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, perundingan Paris memunculkan harapan proses negosiasi yang dimediasi Qatar tetap dapat dilanjutkan. Sebelum gagal, mekanisme tersebut menghasilkan perjanjian jeda kemanusiaan selama sepekan pada November 2023 ketika Hamas membebaskan sekitar 100 sandera.
Blinken mengatakan, saat ini Hamas harus mengambil keputusannya sendiri. Namun, ia menolak mengungkapkan rincian proposal yang ditawarkan kepada Hamas tersebut.
Pada Senin, Hamas menegaskan kembali bahwa Israel harus menarik diri dan menghentikan serangannya di Gaza sebagai syarat untuk pembebasan lebih banyak sandera. Israel menyatakan akan berperang sampai Hamas musnah.
Baca juga: AS Desak Dewan Keamanan PBB Tekan Kelompok Houthi
Menurut Israel, sekitar 1.200 orang tewas dan 253 orang diculik dalam serangan 7 Oktober 2023. Israel membalasnya dengan gempuran ke Gaza yang hingga sekarang sudah berlangsung hampir empat bulan. Menurut pejabat kesehatan Gaza, serangan Israel telah menewaskan 26.637 orang.
Tak mereda
Di Gaza, Israel terus melancarkan serangan ke kota terbesar di kantong yang dikuasai Hamas. Penduduk kota Gaza menuturkan, serangan udara menewaskan dan melukai banyak orang. Sementara tank Israel menembaki wilayah timur dan kapal angkatan laut menembaki wilayah pantai barat.
Pada Senin, Hamas menembakkan roket ke kota-kota di Israel. Serangan roket Hamas ini merupakan yang pertama kali sejak terhenti beberapa pekan terakhir. Serangan ini juga menandakan Hamas masih memiliki kemampuan dan sumber daya untuk meluncurkan serangan.
Warga Gaza mengatakan, kekerasan tersebut merupakan olok-olok terhadap keputusan Mahkamah Internasional pekan lalu yang menyerukan Israel berbuat lebih banyak untuk membantu warga sipil.
Baca juga: AS Kerahkan Ribuan Marinir dan Peralatan Tempur ke Laut Merah
Krisis pangan semakin parah di Gaza. Masyarakat di wilayah utara terpaksa menggiling pakan ternak karena bahan pokok telah habis. Ini dampak dari krisis bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza. Krisis bantuan berpotensi memburuk karena sejumlah negara Barat telah menarik sumbangan ke Badan PBB untuk Bantuan Pengungsi Palestina (UNRWA).
Penghentian sumbangan ini karena adanya tuduhan Israel bahwa 190 staf UNRWA merupakan anggota Hamas, bahkan 12 orang di antaranya ikut masuk ke Israel dalam serangan pada 7 Oktober 2023. Jumlah sumbangan yang terhenti diperkirakan 60 persen. (AFP/REUTERS)