Tiga Tentara AS Tewas di Jordania, Perluasan Perang Semakin Tidak Terhindar
AS menempatkan pasukan di Irak dan Suriah tanpa persetujuan pemerintah dan warga kedua negara itu.
WASHINGTON DC, MINGGU — Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam tekanan setelah tiga tentara Amerika Serikat tewas di perbatasan Jordania-Suriah. Tanggapan Washington akan menentukan arah konflik di Timur Tengah. Serangan di Jordania juga menunjukkan efek gentar Washington semakin luntur di Timur Tengah.
Dalam pernyataan pada Senin (29/1/2023), AS mengakui tiga tentaranya tewas dan setidaknya 34 orang cedera. Mereka korban serangan pesawat nirawak pada Minggu pagi waktu setempat. ”Kami masih mengumpulkan fakta terkait serangan ini. Serangan dilakukan kelompok militan radikal dukungan Iran yang beroperasi di Suriah dan Irak,” ujar Biden.
Gara-gara serangan itu, Biden dilaporkan menggelar rapat darurat pada Minggu sore waktu Washington atau Senin dini hari WIB. Secara resmi, Pemerintah AS belum menuding siapa pun yang bertanggung jawab atas serangan itu. Walakin, berbagai pejabat AS menuding Iran di balik serangan itu.
Baca juga: Turki dan Iran Sepakat Cegah Perluasan Konflik dan Jaga Stabilitas Kawasan
Sasaran serangan itu merupakan tangsi di perbatasan Jordania-Suriah dan dikenal sebagai Tower 22. Tangsi itu sekaligus menjadi pangkalan logistik garis depan AS untuk operasi di Suriah. Total ada 350 tentara AS di tangsi itu. Sekitar 20 kilometer dari tangsi tersebut ada pangkalan AS dengan pasukan dan peralatan lebih banyak.
Jihad Islam Irak, salah satu kelompok bersenjata di Irak, mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Dalam pernyataan resminya, serangan akan terus dilancarkan selama AS terus mendukung Israel menyerbu Tepi Barat dan Gaza.
Serangan pada Minggu pagi itu dilancarkan kurang dari sepekan dari serangan di Irak. Sejauh ini, baru di Tower 22 ada korban tewas. Dalam serangan lain, AS hanya mendata korban cedera.
Pembalasan
Biden memastikan akan membalas serangan tersebut. Sasaran dan waktu serangan belum ditentukan. Berbagai lembaga pemantau lalu lintas udara melaporkan, sejumlah tanker udara AS bergerak mendekati Timur Tengah. Tanker itu biasanya mengiringi pesawat pengebom atau jet tempur yang menyasar target baru.
Ketua DPR AS Mike Johnson mengatakan, pembalasan harus menyampaikan pesan jelas. ”Serangan pada prajurit kita tidak akan dibiarkan,” ujarnya.
Baca juga: Pembunuhan Jenderal Iran di Suriah dan Serangan AS di Irak Perbesar Bara Timur Tengah
Peneliti senior Middle East Institute di AS, Charles Lister, menyebut serangan di Tower 22 merupakan eskalasi besar. ”Hal yang dikhawatirkan semua orang sejak serangan pertama pada 18 Oktober 2024,” ujarnya.
Ia merujuk pada gelombang serangan terhadap tangsi dan pangkalan AS di antara Iran-Lebanon dalam beberapa bulan terakhir. Hingga Senin (29/1/2024) ini, total 160 serangan dilancarkan oleh berbagai pihak ke beragam lokasi militer AS itu.
Pakar perang kota AS, John Spencer, mengatakan, tanggapan AS akan sangat rumit. Dosen pada akademi militer AS, West Point, itu menyebut Washington perlu memastikan pembalasannya harus benar-benar serius kepada semua pihak yang bertanggung jawab. Jika tidak, keamanan nasional AS akan terus terancam. ”Upaya menghadang ulah Iran jelas tidak berhasil,” ujarnya.
Pendapat senada disampaikan Ian Bremmer. Direktur Eurasia Group itu mengatakan, serangan tersebut menunjukkan upaya AS membangun efek gentar di kawasan semakin tergerus. Ia merujuk pada pengerahan beragam kapal perang dan pesawat tempur AS ke Timur Tengah. Pengerahan meningkat sejak perang meletus di Gaza.
Bukannya berkurang, serangan ke pangkalan AS terus terjadi. Selain itu, serangan ke kapal-kapal niaga di Laut Merah juga terus dilancarkan. Semua penyerang terkait dengan Iran.
Iran menyangkal
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kan'ani menyangkal Teheran terkait serangan Tower 22. ”Sejak awal krisis Gaza hingga saat ini, Iran telah berulang kali memperingatkan bahaya perluasan konflik di kawasan karena serangan tidak henti zionis terhadap warga Palestina serta sokongan AS pada genosida terhadap warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza,” ujarnya.
Baca juga: Abaikan Eropa, Iran Kembali Luncurkan Satelit
Ia juga mengingatkan, AS melanggar kedaulatan Suriah dan Irak. Sebab, AS menempatkan pasukan di Irak dan Suriah tanpa persetujuan pemerintah dan warga kedua negara itu. AS juga berulang kali menyerang berbagai lokasi di negara itu tanpa izin pemerintah setempat.
Pemerintah Irak dan Suriah berulang kali meminta AS menarik pasukan mereka. Berbagai kelompok perlawanan menunjukkan penolakan lewat serangan ke berbagai pangkalan dan tangsi AS.
”Kelompok perlawanan di kawasan tidak menerima perintah dari Republik Islam Iran. Iran tidak ikut campur soal bagaimana mereka (kelompok perlawanan di Suriah, Irak, Lebanon) mendukung bangsa Palestina atau mempertahankan diri dari pasukan pendudukan,” ujarnya.
(AFP/Reuters)