Aneka sanksi AS dan sekutunya gagal meredam ambisi Iran mengembangkan teknologi perangkat peluncur jarak jauh.
Oleh
IWAN SANTOSA
·2 menit baca
TEHERAN, MINGGU — Hanya berselang sepekan, Iran kembali meluncurkan satelit. Peluncuran dilakukan beberapa hari setelah sejumlah negara Eropa mengecam keputusan Iran menerbangkan roket ke luar angkasa.
Televisi Iran, Irib TV3, pada Minggu (28/1/2024), mengungkap peluncuran tiga satelit. Roket Simorgh mengantarkan satelit Mahda ke orbit. Satelit itu diorbitkan pada ketinggian 450 kilometer di atas permukaan Bumi.
Satelit berbobot 32 kilogram itu dikembangkan Badan Antariksa Iran (SFI). Fungsi satelit orbit rendah itu untuk menguji satelit-satelit modern Iran.
Sementara dua satelit lain, Kayhan 2 dan Hatef, dilaporkan berbobot 10 kilogram. Satelit-satelit nano bagian dari usaha Iran mengembangkan sistem penjejak nasional.
Kini, sistem penjejak global disediakan GPS Amerika Serikat, Glonass Rusia, Galileo Uni Eropa, dan Beidou China. Kayhan 2 dan Hatef juga untuk satelit komunikasi serta internet.
Peluncuran itu sepekan setelah Iran meluncurkan satelit Soraya. Satelit itu mengorbit di ketinggian 750 km dari permukaan bumi. Satelit itu diluncurkan dengan roket Qaem 100 buatan SFI.
Teheran mengklaim Soraya diorbitkan untuk kepentingan damai. Walakin, beberapa pihak meyakini Soraya bagian dari program Garda Revolusi Iran (IRGC).
Reaksi asing
Peluncuran Soraya memicu kecaman dari Inggris, Jerman, dan Perancis. Mereka memandang Iran melanggar kesepakatan soal pembatasan teknologi persenjataan. Teheran memandang kecaman itu wujud intervensi pada urusan dalam negerinya. Iran berkeras, peluncuran satelit dan roket adalah hak yang tidak dapat dihalangi bangsa lain.
Sementara Amerika Serikat memandang peluncuran satelit bagian pengembangan senjata. Teknologi roket dalam peluncuran satelit itu disebut bisa dipakai untuk rudal balistik antarbenua (ICBM).
Di masa pemerintahan Donald Trump, AS menuntut Iran tidak mengembangkan teknologi rudal dan roket jarak jauh. Karena Iran menolak, AS menambah sanksi pada negara itu.
Di tengah sanksi, Iran terus mengembangkan teknologi domestiknya. Bahkan, pada 2020, IRGC meluncurkan satelit Noor. Peluncuran itu mengejutkan sekaligus memicu kemarahan AS dan sekutunya.
Peluncuran Noor menunjukkan aneka sanksi AS dan sekutunya gagal meredam ambisi Iran mengembangkan teknologi perangkat peluncur jarak jauh. Selain bisa dipakai untuk luar angkasa, teknologi bisa dipakai untuk rudal yang menyasar berbagai lokasi di permukaan Bumi.
Iran berkeras, teknologinya dikembangkan untuk keperluan damai dan pertahanan diri. Teheran mengaku tidak akan memancing permusuhan. Di sisi lain, Iran akan siap membalas jika diserang. (AFP/AP/REUTERS)