AS Harapkan Kerja Sama China Atasi Krisis Kecanduan Fentanil
Sempat terhenti, AS dan China kembali kerja sama menekan fentanil yang menyebabkan kematian tertinggi generasi muda AS.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Amerika Serikat dan China akan menggelar perundingan formal tingkat tinggi di Beijing yang bertujuan untuk membatasi aliran narkotika jenis fentanil ke AS. Pembicaraan ini merupakan kerja sama pemberantasan narkotika AS-China yang pertama yang digelar setelah terhenti beberapa waktu lalu. Saat ini, krisis fentanil di AS mencapai puncaknya dengan tingkat kematian karena overdosis mencapai sekitar 10.000 jiwa per tahun.
Pertemuan AS-China direncanakan digelar pada Selasa (30/1/2024). Menurut pernyataan Dewan Keamanan Nasional AS, delegasi AS ke Beijing dipimpin Asisten Wakil Presiden dan Wakil Penasihat Keamanan Dalam Negeri Jen Daskal. Anggota delegasi itu mencakup pejabat dari Departemen Keamanan Dalam Negeri, Kehakiman, Negara Bagian, dan Keuangan.
”Ini bagian penting dari implementasi kerja sama bilateral kami dalam upaya ini,” kata salah satu pejabat AS yang mengonfirmasi pertemuan itu tanpa bersedia disebut namanya, Senin (29/1/2024).
Kelompok kerja AS-China akan bertemu untuk menentukan langkah konkret guna menekan peredaran fentanil yang terus mengalir ke AS dari negara-negara tetangganya di Amerika Selatan. Pertemuan tersebut akan fokus pada koordinasi berkelanjutan untuk mendukung tindakan penegakan hukum yang nyata.
Washington berharap agar China bekerja sama dalam menangani perusahaan-perusahaan di China yang memproduksi bahan kimia prekursor (bahan dasar) untuk membuat fentanil serta memotong pembiayaan untuk perdagangan bahan kimia tersebut.
Saat ini, overdosis fentanil merupakan penyebab utama kematian pada orang berusia 18-49 tahun di AS. Dimulai dari tahun 1990-an, AS menghadapi krisis kecanduan fentanil yang saat ini mencapai angka terburuk sepanjang sejarah.
Fentanil awalnya diresepkan dokter untuk meredakan rasa sakit. Seiring waktu, fetanil menyebabkan epidemi kecanduan di AS dengan kasus overdosis yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya.
Krisis di AS tidak disebabkan oleh China, sebaliknya, akar permasalahannya ada di AS sendiri.
Selama beberapa tahun terakhir, AS menyebut China sumber utama bahan kimia prekursor yang kemudian disintesis menjadi fentanil oleh kartel narkoba di Meksiko. China berulang kali menyangkal tuduhan AS ini.
Wakil Direktur Jenderal Biro Pengendalian Narkotika Kementerian Keamanan Publik dan Wakil Sekretaris Jenderal Komisi Pengendalian Narkotika Nasional China Yu Haibin mengatakan, masalah fentanil di AS berakar pada tingginya permintaan masyarakat AS sendiri yang tak henti-hentinya terhadap fentanil. ”Krisis di AS tidak disebabkan oleh China, sebaliknya, akar permasalahannya ada di AS sendiri,” katanya dalam wawancara di NBC, Jumat (26/1/2024) lalu,
Meski demikian, China tetap bersedia bekerja sama dengan AS. ”Saya percaya, melalui kolaborasi ini, kedua negara dapat meningkatkan kemampuan penegakan hukum mereka. Kami akan mencapai hasil luar biasa dalam memerangi zat fentanil, termasuk prekursornya,” katanya.
Jatuh bangun
Kembali kerja sama AS-China dalam pemberantasan narkotika diawali dari pertemuan puncak Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping pada 15 November 2023. Dalam pertemuan itu, Biden dan Xi membahas upaya mengurangi aliran fentanil. Xi menyatakan simpati terhadap krisis fentanil di AS.
Menurut pernyataan resmi Gedung Putih pada akhir 2023, setelah pertemuan itu, AS telah mengurangi penyitaan bahan-bahan kimia terlarang yang dapat digunakan untuk membuat fentanil di bandara-bandara AS.
Sementara China telah menutup satu perusahaan, memblokade beberapa pembayaran internasional, dan kembali berbagi informasi mengenai pengiriman dan perdagangan manusia. Langkah China tersebut merupakan yang pertama kali sejak terhenti hampir tiga tahun lamanya.
”Pada awal bulan ini, dan untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun, Pemerintah China mulai kembali mengirimkan data ke basis data global milik Dewan Pengawas Narkotika Internasional, yang digunakan untuk berbagi informasi real-time secara internasional tentang hal-hal seperti pengiriman mencurigakan dan dugaan perdagangan manusia,” demikian pernyataan Gedung Putih tersebut.
Kerja sama AS dan China soal penekanan peredaran fentanil berawal pada 2018. Saat itu, atas dorongan Presiden Donald Trump, China setuju menindak pengiriman fentanil jadi dan beberapa prekursornya. Setelah itu, lebih banyak produksi fentanil dipindahkan ke Meksiko. Namun, sebagian besar bahan baku masih berasal dari China.
Akan tetapi, pada April 2023, kerja sama AS-China itu mengalami sandungan. Di bawah Presiden Biden, AS menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah perusahaan China atas tuduhan memasok bahan kimia bahan baku pembuatan fentanil. Wang Wenbin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengkritik tindakan tersebut. Ia menjelaskan, bahan-bahan tersebut bahan kimia biasa yang dijual melalui perdagangan normal.
”China mengecam keras sanksi terbaru AS terhadap perusahaan-perusahaan China karena diduga memasok bahan kimia prekursor untuk produksi fentanil ilegal, yang hanya menciptakan hambatan bagi kerja sama China-AS dalam pengendalian narkotika,” kata Wang, seperti dikutip Global Times, media yang berafiliasi dengan Pemerintah China, April 2023.
Sikap keras AS dan China ini melunak setelah pertemuan Xi dan Biden. (AFP/REUTERS)