Para Diaspora Ingin Beri Kontribusi pada Indonesia
Meski jauh dari tanah kelahiran, para diaspora Indonesia tetap merasa terhubung dan ingin berkontribusi pada Indonesia.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para diaspora Indonesia di luar negeri memiliki kebanggaan dan keinginan untuk tetap terhubung dengan Indonesia. Ada tiga masalah utama yang hingga kini dihadapi para diaspora dan memerlukan peran pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah itu, yakni masalah kewarganegaraan ganda, kartu diaspora atau kartu masyarakat Indonesia di luar negeri, dan daerah pemilihan luar negeri.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi bedah buku berjudul Diaspora, Bangga Berbangsa. Satu Dasawarsa Indonesian Diaspora Network Global di Kompas Institute, Gedung Kompas, Jakarta Sabtu (20/1/20204). Buku itu ditulis oleh Fenty Effendy.
Buku tersebut mengangkat isu diaspora Indonesia melalui catatan perjalanan gerakan global diaspora Indonesia dalam rentang waktu 10 tahun. Buku ini dibahas peneliti bidang Hubungan Internasional Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ganewati Wuryandari.
Ganewati mengatakan, catatan perjalanan Indonesia Diaspora Network (IDN) Global atau gerakan global diaspora Indonesia, antara lain, terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan IDN Global dan para anggotanya dalam memperkuat, memperluas jaringan diaspora Indonesia, dan berkolaborasi dengan para pihak untuk mengambil peran dalam memajukan pembangunan Indonesia.
Buku itu menuliskan bagaimana IDN Global dibentuk. Embrio pembentukan IDN Global dimulai pada kongres pertama Diaspora Indonesia di Los Angeles, Amerika Serikat, Juli 2012. Kongres itu dimaksudkan untuk menyatukan warga negara Indonesia yang bermigrasi ke luar negeri dengan latar belakang, alasan, dan cita-cita yang beragam.
Kongres di Los Angeles, Amerika Serikat, itu dihadiri para diaspora Indonesia dari lima benua. Pertemuan ini diisi dengan deklarasi bersejarah yang diantarkan Duta Besar Indonesia untuk AS saat itu, Dino Patti Djalal.
Setelah kongres pertama, pertemuan para diaspora berlanjut ke kongres kedua di Jakarta, Agustus 2013. Pada pertemuan ini IDN Global terbentuk dan memiliki struktur organisasi yang rapi. Kepengurusan organisasi dan jaringan IDN Global tersebar ada di lebih dari 50 negara dan wilayah lokal provinsi atau negara bagian.
Tiga isu utama
Secara normatif, IDN Global menyambungkan sejumlah isu yang dihadapi para diaspora Indonesia. Setidaknya ada tiga isu utama, seperti yang sudah disebutkan, yaitu dapil khusus luar negeri, kartu diaspora, dan dwi kewarganegaraan. Isu itu diperjuangkan melalui lembaga legislatif dan melalui perjuangan revisi rancangan undang-undang.
Ganewati menyebutkan, buku Diaspora, Bangga Berbangsa. Satu Dasawarsa Indonesian Diaspora Network Global menguraikan upaya-upaya yang dilakukan IDN Global sebagai organisasi dan para anggotanya lewat kegiatan nyata dalam membantu dan membangun Indonesia. Isu yang disajikan juga dibarengi dengan catatan-catatan tentang pengelolaan diaspora dari negara lain.
Buku tersebut juga dilengkapi dengan kisah-kisah inspiratif dari sejumlah diaspora. Fenty, penulis buku, menuturkan bahwa ia melakukan wawancara intensif dengan para diaspora itu secara daring.
Salah satu catatan dari penanganan diaspora negara lain adalah contoh penerbitan kartu diaspora oleh Pemerintah India bagi para diaspora negara itu. Dengan memiliki kartu tersebut, diaspora India mendapat perlakuan sama seperti warga negara India yang tidak menjadi diaspora. Perlakuan itu, misalnya, kemudahan membuka rekening, membeli properti di negara asal, dan mengurus visa.
Salut Muhidin, Wakil Presiden Public Relations IDN Global, menjelaskan bahwa berangkat dari perjalanan gerakan, buku tersebut dimaksudkan sebagai sebuah album yang di dalamnya ada potret-potret para diaspora Indonesia yang tersebar di seluruh dunia. Buku tersebut menjadi catatan dari perjuangan yang dilakukan oleh IDN Global, termasuk tiga isu utama yang diungkap dan masih terus diperjuangkan.
Butuh kemauan politik
Dalam wawancara seusai diskusi, Ganewati mengatakan, untuk mengelola diaspora dengan segala isu yang muncul, diperlukan kemauan politik (political will) yang besar dari pemerintah. Pemerintah Indonesia bisa memulai dengan menetapkan terminologi yang baku tentang diaspora. Selama ini diaspora baru dipahami sebagai masyarakat Indonesia di luar negeri.
Konsep dan terminologi itu, menurut Ganewati, perlu dituangkan dałam peraturan. Peraturan itu untuk memberikan kedudukan legal secara hukum.
”Kejelasan konsep diaspora itu, menurut saya, penting karena hal itu memberikan dampak yang besar dari aspek legal yang pada akhirnya turunannya pada aspek ekonomi, aspek sosial, aspek politik,” ujar Ganewati.
Diaspora Indonesia, Joe Rahman, yang tinggal di Melbourne, Australia, menuturkan, terlepas dari alasan dan motivasi para diaspora bermigrasi ke luar negeri serta masalah yang muncul, para diaspora tetap ingin terhubungkan dengan Indonesia melalui peran dan kontribusi bagi kemajuan Indonesia.
Ia berpandangan, para diaspora yang menjadi pengusaha, misalnya, bisa dijadikan sebagai intelijen pasar (market intelligent) untuk produk-produk Indonesia yang bisa diperdagangkan di luar negeri. Terkait hal itu, perlu ada peran pemerintah.