BEIJING, KAMIS — China dan Filipina setuju untuk terus berdialog soal Laut China Selatan. Beijing-Manila berusaha mengelola sengketa mereka di perairan itu.
Persetujuan itu diumumkan Kementerian Luar Negeri China, Kamis (18/1/2024). Kesepakatan dicapai selepas pertemuan Asisten Menteri Luar Negeri China Nong Rong dan Wakil Menlu Filipina Theresa Lazaro. Pertemuan mereka bagian dari Konsultansi Bilateral China-Filipina di Shanghai.
Mengutip sejumlah sumber, Reuters menyebut Nong dan Lazaro terlibat dalam perbincangan konstruktif, tanpa basa-basi, dan terus terang. Istilah itu kerap dipakai diplomat untuk menyebut pertemuan yang dipenuhi ketegangan dan perbedaan pendapat. Meski demikian, para pihak dalam pertemuan setuju untuk terus berdialog.
Nong dan Lazaro menyatakan, isu Laut China Selatan bagian dari hubungan Beijing-Manila. Mereka mengakui banyak kontroversi dan provokasi terkait sengketa itu. Meski demikian, mereka mengakui komunikasi kedua negara harus terus dijaga.
Sengketa Beijing-Manila sebagian dari saling klaim di Laut China Selatan. Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam juga punya tumpang tindih klaim dengan China di Laut China Selatan. Beijing mengklaim hampir seluruh perairan itu.
Beijing menuding Manila memprovokasi ketegangan. Sebaliknya, Manila menyebut Beijing sewenang-wenang karena terus memaksakan klaim dengan penggunaan kekuatan dan kekerasan. Hampir setiap pekan selalu ada kabar kapal Filipina disemprot atau nyaris bertabrakan dengan kapal China di Laut China Selatan.
Filipina juga mengundang militer sejumlah negara untuk berlatih atau patroli di sekitar perairan yang disengketakan dengan China. Undangan disambut Amerika Serikat dan sekutunya. Bahkan, AS kembali diberi hak mengakses berbagai pangkalan militer Filipina.
Masalah lain
Ketegangan Beijing-Manila bukan hanya soal sengketa perairan. China marah besar setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos mengucapkan selamat kepada Lai Ching-te yang menang dalam pemilihan presiden Taiwan.
Beijing menuding Manila mendukung separatisme di China. Bagi China, Taiwan adalah wilayahnya dan hanya soal waktu dipersatukan lagi dalam kebijakan Satu China, Dua Sistem.
Beijing meminta semua negara menghormati Kebijakan Satu China. Kebijakan itu konsensus banyak negara bahwa hanya Beijing yang berhak mewakili China di panggung internasional.
Para pendukung Taiwan, termasuk AS dan berbagai negara Eropa Barat, tidak mengakui kedaulatan Taiwan. Meski demikian, mereka terus memasok aneka hal dan mendukung berbagai upaya penguatan Taiwan. (AFP/REUTERS)