Misinformasi dan disinformasi sering muncul dalam proses politik. Perusahaan teknologi berupaya menangkisnya.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, menggelar pemilihan pemimpin negara pada 2024 di bawah ancaman penyebaran informasi palsu. OpenAI, pembuat aplikasi ChatGPT, tengah mengembangkan instrumen untuk menangkis informasi salah yang disengaja dan sering muncul saat pemilu.
Kantor berita AFP, Selasa (16/1/2024), melaporkan, ChatGPT berhasil mempercepat revolusi kecerdasan buatan secara global. Di sisi lain, keberhasilan itu memicu peringatan bahwa internet bisa dibanjiri informasi yang salah dan disengaja untuk memengaruhi pemilih.
OpenAI, Senin (15/1/2024), menyatakan, teknologi pembuat teks ChatGPT dan aplikasi pembuat gambar DALL-E 3 buatannya tidak boleh digunakan dalam kampanye politik. ”Kami ingin memastikan teknologi kami tidak digunakan dengan cara-cara yang berpotensi mengganggu proses demokrasi. Sampai kami memahami lebih lanjut, kami tidak mengizinkan orang membuat aplikasi untuk kampanye politik dan lobi,” sebut pernyataan itu.
Laporan yang dirilis Forum Ekonomi Dunia pekan lalu mengingatkan, misinformasi dan disinformasi yang didorong oleh penggunaan kecerdasan buatan (AI) merupakan risiko global terbesar dalam jangka pendek. Disinformasi dan misinformasi dapat melemahkan pemerintahan yang baru terpilih di negara-negara yang menggelar pemilu.
Para ahli berpandangan, kekhawatiran terkait disinformasi pemilu sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Tersedianya aplikasi pembuat teks dan gambar menggunakan kecerdasan buatan meningkatkan kekhawatiran itu. Kekhawatiran bertambah saat pengguna sulit mengetahui konten yang mereka lihat palsu atau dimanipulasi.
Instrumen yang tengah dikembangkan OpenAI akan melampirkan pemahaman yang dapat dipercaya pada teks yang dihasilkan ChatGPT. Instrumen itu juga akan membuat pengguna bisa mendeteksi suatu gambar dibuat dengan DALL-E 3.
”Awal tahun ini, kami menerapkan sertifikat digital dari Koalisi untuk Sumber dan Keaslian Konten, pendekatan yang memerinci keaslian konten menggunakan kriptografi,” jelas OpenAI.
Koalisi yang disebut C2PA itu dibentuk untuk meningkatkan metode dalam mengidentifikasi dan melacak konten digital. Koalisi terdiri atas Microsoft, Sony, Adobe, dan perusahaan Jepang yang bergerak di bidang fotografi dan peralatannya, seperti Nikon dan Canon.
Menurut OpenAI, manakala ChatGPT mendapat pertanyaan seputar pemilu AS, misalnya lokasi memilih, instrumen akan mengarahkan pengguna ke laman resmi. Instrumen baru itu juga memberikan ”pagar pembatas” pada DALL-E 3 yang mencegah pengguna menggambar orang, termasuk kandidat pemilu.
”Pelajaran dari pekerjaan ini akan memberi informasi bagi pendekatan kami di negara dan wilayah lain,” sebut OpenAI.
Tahun lalu, langkah serupa telah diungkap raksasa teknologi AS lain seperti Google dan Meta. Tujuannya untuk membatasi campur tangan dalam pemilu, khususnya melalui penggunaan kecerdasan buatan.
Terkait disinformasi, AFP membantah adanya sejumlah video yang direkayasa terkait pemerintah dan pemilihan presiden AS. Video-video itu berisi Presiden AS Joe Biden yang mengumumkan rencana militer dan mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton yang mendukung pencalonan Gubernur Florida Ron DeSantis sebagai presiden.
Pemeriksaan Fakta AFP juga mendapati rekaman dan audio para politisi yang direkayasa dan beredar di media sosial menjelang pemilihan presiden di Taiwan pada Januari ini. Konten-konten itu berkualitas rendah dan belum jelas apakah dibuat dengan aplikasi AI. Para ahli berpandangan, disinformasi memicu krisis kepercayaan terhadap lembaga politik. (AFP)