IMF: Kecerdasan Buatan dan Belanja Pemilu Bebani Ekonomi Dunia 2024
IMF akan memublikasikan perkiraan ekonomi terbaru. Secara umum, perekonomian global berada di jalur yang benar.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan, pemilu dan kecerdasan buatan akan menjadi beban bagi perekonomian dunia pada 2024 ini. Kebijakan ekonomi perlu fokus menjaga kesetimbangan antara belanja dan menekan inflasi serta mengantisipasi dampak merugikan kecerdasan buatan.
Dengan 80 persen negara di dunia menggelar pemilu tahun ini, IMF khawatir pemerintah lebih banyak belanja demi meraup suara daripada mengalokasikan belanja untuk program yang membangun. Di sisi lain, pekerjaan semakin sulit karena sekitar 40 persen lapangan kerja terdampak kecerdasan buatan. Di negara maju, kecerdasan buatan berdampak hingga 60 persen atas lapangan pekerjaan.
”Ini akan menjadi tahun yang sangat sulit karena kebijakan fiskal harus membangun kembali penyangga dan menangani utang yang terakumulasi di banyak negara,” kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva di Washington sebelum berangkat ke Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Senin (15/1/2024).
Kristalina mengatakan, miliaran orang di banyak negara di seluruh dunia akan memilih dalam pemilu tahun ini, mulai dari India hingga Amerika Serikat. Hal itu memberikan tekanan pada pemerintah untuk meningkatkan pengeluaran atau memotong pajak guna mendapatkan dukungan rakyat.
Kekhawatiran IMF, kata Georgieva, pemerintah di seluruh dunia menghabiskan banyak uang untuk belanja pada tahun ini, tetapi tidak banyak mengalokasikan anggaran untuk menurunkan inflasi. ”Jika kebijakan moneter diperketat, tetapi kebijakan fiskal diperluas, langkah ini akan bertentangan dengan tujuan menurunkan inflasi. Kita mungkin akan mengalami masa sulit yang lebih panjang,” tambahnya.
Kebijakan moneter berjalan dengan baik, inflasi turun, namun upaya tersebut belum selesai.
IMF akan memublikasikan perkiraan ekonomi terbaru pada akhir Januari 2024 ini. Menurut perkiraan ekonomi itu, secara umum perekonomian global berada di jalur yang sesuai perkiraan sebelumnya. Perekonomian global siap menuju soft landing atau guncangan yang lebih lunak dari berbagai kebijakan dan permasalahan ekonomi sebelumnya.
”Kebijakan moneter berjalan dengan baik, inflasi turun, namun upaya tersebut belum selesai. Jadi, kita berada pada posisi paling sulit untuk tidak melakukan pelonggaran terlalu cepat atau terlalu lambat,” katanya.
Bank sentral AS, Federal Reserve, baru-baru ini mempertahankan suku bunga pada level tertinggi dalam 22 tahun dan memperkirakan tiga kali penurunan suku bunga pada tahun 2024. Sementara Bank Sentral Eropa telah berhenti menaikkan suku bunga.
Langkah-langkah itu membuat para pedagang di pasar modal menjadi lebih optimistis terhadap kemungkinan pelonggaran kebijakan moneter dalam beberapa bulan mendatang. Kebijakan menahan suku bunga ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kecerdasan buatan
Georgieva juga memperingatkan, kecerdasan buatan (AI) bakal menjadi ancaman bagi lapangan kerja di seluruh dunia. Akan tetapi, AI di sisi lain juga menawarkan peluang besar untuk mendongkrak tingkat produktivitas yang lesu dan mendorong pertumbuhan global.
Menurut analisis terbaru IMF, AI akan berdampak pada 40 persen lapangan pekerjaan secara global. Di negara maju, dampaknya lebih tinggi, hingga 60 persen. Artinya, dampak AI pada lapangan pekerjaan tahun ini belum terlalu tinggi di negara-negara berkembang, tetapi sudah sangat berpengaruh di negara-negara maju. ”Semakin banyak Anda memiliki pekerjaan dengan keterampilan yang lebih tinggi, semakin tinggi pula terdampaknya,” ujarnya.
Laporan IMF yang diterbitkan pada Minggu (14/1/2024) malam mencatat, dari semua jenis pekerjaan yang terdampak AI, setengahnya mengalami dampak negatif. Separuh pekerjaan lain justru memperoleh dampak positif, seperti kemudahan atau produktivitas meningkat dengan memanfaatkan AI.
”Jadi, pekerjaan Anda mungkin hilang sama sekali atau kecerdasan buatan dapat meningkatkan pekerjaan Anda, sehingga Anda sebenarnya akan lebih produktif dan tingkat pendapatan Anda mungkin meningkat,” kata Georgieva.
Laporan terbaru itu juga menunjukkan negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah cenderung tak memperoleh manfaat dari kecerdasan buatan. ”Kita harus fokus membantu negara-negara berpenghasilan rendah, khususnya untuk bergerak lebih cepat agar mampu menangkap peluang yang dihadirkan oleh kecerdasan buatan,” ujarnya.
Georgieva menyebut, kecerdasan buatan merupakan teknologi yang menakutkan. Namun, teknologi ini juga menghadirkan peluang bagi pihak yang siap mengelola. Dari laporan tersebut, tiga negara dengan kesiapan tertinggi untuk mengelola kecerdasan buatan adalah Singapura, AS, dan Denmark.
Dari ajang pameran dagang teknologi terbesar CES 2024 di Las Vegas, Nevada, AS, misalnya, tecermin ketakutan kehilangan pekerjaan oleh kecerdasan buatan. Para barista dan koki cemas melihat robot-robot pembuat kopi dan pemasak piza yang turut dipamerkan tahun ini.
Salah seorang barista, Roman Alejo (34) bertanya-tanya apakah pekerjaannya tinggal menghitung hari sebelum akhirnya ia akan digantikan oleh robot. ”Ini sangat menakutkan karena hari esok semakin tak pasti,” kata barista di hotel-kasino Sahara di Las Vegas Strip yang menonton pameran itu.
Pameran teknologi terbesar di dunia ini kembali menyoroti ketakutan akan hilangnya pekerjaan itu. Sebulan sebelumnya, serikat pekerja kasino di Las Vegas menandatangani kontrak baru untuk 40.000 anggota dan mengakhiri perselisihan sengit antara serikat pekerja dan perusahaan terkait ancaman penggunaan AI di kota hiburan itu. (AFP/REUTERS/AP)