Lai Menang Pemilu Taiwan, Sikap China dan Indonesia Tidak Berubah
Beijing teguh menyatukan China-Taiwan. Beijing yakin mayoritas warga Taiwan mau bergabung dengan China.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemenangan Lai Ching-te di pemilihan Presiden Taiwan tidak mengubah sikap sejumlah negara. Beijing yakin komunitas internasional menyokong penyatuan China-Taiwan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu M Iqbal mengatakan, Indonesia mengamati pemilu Taiwan. ”Indonesia konsisten menghormati Kebijakan Satu China,” ujarnya, Minggu (14/1/2024), di Jakarta.
Seperti banyak negara, Indonesia tidak mengakui kedaulatan Taiwan. Perwakilan Indonesia di Taiwan berstatus kantor dagang, bukan kedutaan atau konsulat. Amerika Serikat dan sekutunya juga tidak mengakui Taiwan sebagai negara.
Sementara Chen Binhua, juru bicara Kantor Urusan Taiwan pada Kabinet China, menyampaikan sikap Beijing. Chen menyatakan itu beberapa jam setelah Lai dipastikan memenangi pemilihan Presiden Taiwan, Sabtu (13/1).
Dua kandidat lainnya adalah Hou Yuih dari Kuomintang dan Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP). Lai membawa partainya, Partai Demokratik Progesif (DPP), memimpin Taiwan untuk ketiga kalinya berturut-turut.
Selama kampanye, Hou sering menyatakan ingin berunding lagi dengan Beijing. Meski demikian, ia mengaku tidak akan mendorong penyatuan China-Taiwan. Adapun Lai berulang kali menyatakan mendukung keadaan tetap seperti sekarang. Dengan kata lain, ia tidak mendukung kemerdekaan Taiwan ataupun penyatuan China-Taiwan.
Dukungan internasional
Chen yakin komunitas internasional mendukung upaya penyatuan China-Taiwan dan menolak gerakan kemerdekaan Taiwan. ”Kebijakan Satu China adalah landasan kokoh bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Kami percaya bahwa komunitas internasional akan terus mematuhi Kebijakan Satu China,” ujarnya sebagaimana dikutip media China, Xinhua dan Global Times.
Ia yakin kemenangan Lai bukanlah pendapat mayoritas warga Taiwan. Ia mengacu pada fakta DPP hanya meraih 51 dari 113 kursi parlemen, sementara Lai hanya meraih total 40 persen atau 5,5 juta suara sah.
Dibandingkan pemilu 2020, DPP kehilangan 10 kursi di parlemen. Adapun untuk suara pilpres, calon DPP dulu mendapat 8,1 juta atau 57 persen suara sah.
Sebagai pembanding, Kuomintang yang lebih ramah kepada Beijing meraih 52 kursi parlemen. Di pemilu 2020, partai yang bernama resmi Partai Nasional China itu hanya mendapat 38 kursi. Adapun untuk pilpres, persentase perolehan suara sah Kuomintang relatif stabil dalam dua pemilu
Kebijakan Satu China adalah landasan kokoh bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Kami percaya bahwa komunitas internasional akan terus mematuhi Kebijakan Satu China
Karena itu, Chen mengatakan bahwa Beijing konsisten berusaha menyatukan lagi Taiwan dengan China. ”Tekad kami sangat kuat. Kami akan mematuhi Konsensus 1992 yang mewujudkan Kebijakan Satu China dan dengan tegas menentang aktivitas separatis yang bertujuan untuk kemerdekaan Taiwan serta campur tangan asing,” tuturnya.
Sementara Presiden Amerika Serikat Joe Biden kembali menegaskan, AS tidak mendukung kemerdekaan Taiwan. Washington mendukung kebijakan Lai untuk tidak mengubah keadaan sekarang soal China-Taiwan.
Adapun Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan, Washington berkomitmen menjaga kedamaian dan kestabilan Selat Taiwan. AS mendukung penyelesaian damai, tanpa paksaan dan kekerasan dalam persoalan di sekitar selat itu.
Hubungan memanas
Hubungan Beijing-Taipei terus memanas. Taiwan semakin erat dengan AS dan sekutunya. AS juga terus memasok aneka persenjataan ke Taiwan. Aset-aset militer AS disiagakan dekat Taiwan. Taipei antara lain punya 200 jet tempur F-16 buatan AS.
Beijing menyebut pemilu 2024 sebagai waktu bagi warga Taiwan menentukan berperang atau berdamai dengan China. Beijing memandang, pemilu itu akan berdampak pada kedamaian, kestabilan, dan keamanan nasional mau pun kawasan.
Pendukung Lai, Hsieh Hsin-chou, seorang ahli terapi fisik berusia 57 tahun, mengatakan, dia sangat ”bangga” dengan hasil pemilu. Ia memandang hasil pemilu membuktikan para pemilih terbebas dari pengaruh luar. ”Kami menyukai kebebasan. Kami mencintai demokrasi. Kami seharusnya memilih presiden baru kami,” ujarnya.
Jason Hsu, mantan anggota parlemen Taiwan, dikutip dari laman New York Times mengatakan, tidak akan ada masa-masa bulan madu bagi pemerintahan Lai. Apalagi, DPP kehilangan kursi mayoritas di parlemen. ”Dia akan menghadapi tekanan yang hebat, baik ekonomi maupun militer, dari China,” katanya.
Kabinet Lai diyakininya akan banyak melakukan kebijakan yang kompromistis, apalagi terkait dengan China. Kuo Yu-jen, profesor politik Universitas Sun Yat Sen Taiwan, berpendapat senada dengan Jason. Bahkan, dia memperkirakan, tekanan China terhadap pemerintahan Lai akan lebih besar dibandingkan dengan saat Tsai berkuasa selama delapan tahun terakhir. (AFP/REUTERS/AP)