Pasca Serangan AS dan Inggris, PBB Serukan Semua Pihak Menahan Diri
Ingris dan AS menyerang kelompok Houthi atas tindakannya menyerang kapal-kapal di Laut Merah. Houthi akan membalas.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan kepada semua pihak untuk tidak meningkatkan gejolak di Laut Merah. Seruan itu disampaikan usai Amerika Serikat dan Inggris menyerang situs-situs militer kelompok Houthi di Yaman.
Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric pada Jumat (12/1/2024) waktu New York mengatakan, Guterres meminta agar semua pihak yang terlibat untuk tidak memperburuk situasi. Langkah itu perlu diambil demi kepentingan perdamaian dan stabilitas di Laut Merah dan kawasan yang lebih luas.
Hal senada diungkapkan oleh Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Timur Tengah, Khaled Khiari. Di depan anggota Dewan Keamanan PBB ia mengatakan, dunia tengah menyaksikan siklus kekerasan. "Siklus kekerasan itu berisiko menimbulkan dampak buruk bagi keamanan politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Yaman dan kawasan sekitarnya,” katanya.
Khiari menambahkan, “Perkembangan di Laut Merah dan resiko dari ketegangan di kawasan mengkhawatirkan.”
Seperti diketahui, pasca serangan balasan Israel atas Hamas di Gaza, kelompok Houthi menyerang kapal-kapal dagang yang tengah melintas di Laut Tengah. Houthi menyebut serangan itu sebagai wujud dukungan dan solidaritas mereka pada Hamas yang tengah berperang dengan Israel.
Serangan Houthi yang terus-menerus sejak November 2023 membuat kapal-kapal komersial merubah rute pelayaran. Kapal-kapal itu berlayar lebih jauh dengan memutari benua Afrika melewati Tanjung Harapan. Lintasan itu menambah waktu tempuh dan biaya pengiriman, serta berpotensi membuat harga-harga barang menjadi lebih mahal.
Media Inggris, The Times pada 31 Desember 2023 melaporkan, Inggris siap bergabung dengan Operasi Pengawal Kemakmuran yang dibentuk AS pada pertengahan Desember 2023 dengan fokus pada penjagaan keamanan di Laut Merah. AS mengirim kapal perang ke kawasan itu, juga Perancis dan Inggris yang bergabung dalam operasi itu.
Media Israel, The Times of Israel, pada 31 Desember 2023 melaporkan, sejak AS meluncurkan operasi itu, sekitar 1.200 kapal komersial yang berlayar melewati kawasan Laut Merah bisa melewati kawasan itu tanpa insiden. Namun Houthi masih terus berupaya menyerang kapal-kapal komersial. Mereka awalnya menargetkan Israel dan kapal-kapal yang berhubungan dengan Israel, namun kapal-kapal komersial yang tidak terkait juga diserang.
Serangan AS-Inggris
Menanggapi hal itu, AS dan Inggris melancarkan serentetan serangan udara terhadap Houthi, pada Jumat (12/1/2024) pagi. Serangan itu disebutkan sebagai serangan balasan kepada Houthi yang berbulan-bulan menyerang kapal-kapal komersial yang berlayar di Laut Merah.
Reuters melaporkan, pesawat tempur, kapal, dan kapal selam milik AS dan Inggris melancarkan puluhan serangan udara ke wilayah Yaman dengan target kelompok Houthi. Para saksi membenarkan ledakan terjadi di pangkalan militer dekat bandara di Ibu Kota Sanaa dan di kota Taiz. Ledakan juga terlihat di pangkalan Angkatan Laut di Hodeidah yang merupakan pelabuhan utama Yaman di Laut Merah. Lalu ledakan juga terlihat di kawasan militer di wilayah pesisir Provinsi Hajjah.
Presiden AS Joe Biden menegaskan, serangan itu merupakan pesan jelas. "AS dan para mitra tidak menoleransi serangan terhadap personel ataupun membiarkan pelaku kejahatan membahayakan kebebasan navigasi," katanya.
Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan, serangan pada Jumat dini hari itu menargetkan situs-situs militer Houthi yang selama ini digunakan untuk menyimpan, meluncurkan, dan mengarahkan rudal atau pesawat nirawak. Pasca serangan, Pentagon memastikan, operasi gabungan itu telah mengurangi kapasitas Houthi melancarkan serangan, utamanya operasi kompleks seperti yang mereka lancarkan di awal pekan ini. Militer AS mengatakan, 60 sasaran di 28 lokasi sudah diserang, menggunakan lebih dari 150 rudal.
Serangan udara itu memunculkan reaksi keras dari sejumlah anggota Kongres AS. Mereka menuding Presiden Joe Biden melanggar konstitusi.
Sementara Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya menyebut, serangan AS dan Inggris terhadap kelompok Houthi di Yaman sebagai serangan bersenjata terhadap negara lain. Ia merujuk pada penggunaan pesawat tempur, kapal, dan kapal selam dalam serangan udara itu.
Menanggapi operasi militer itu, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan, tidak ada kapal dari negara manapun yang kebal terhadap ancaman yang ditimbulkan kelompok Houthi pada pelayaran di Laut Merah. “Mau kapal anda berbendera AS, berbendera negara lain, semua rentan,” kata Greenfield.
Sementara Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan, London melakukan tindakan yang terbatas, perlu, dan proporsional untuk membela diri. “Operasi ini dilakukan dengan sangat hati-hati untuk meminimalkan risiko terhadap warga sipil,” jelasnya.
Perintah menjauhi Laut Merah
Usai serangan AS dan Inggris, kelompok Houthi mengatakan, lima orang anggotanya tewas. Kelompok Houthi bersumpah melakukan pembalasan sengit atas serangan yang dipimpin AS itu.
Angkatan Laut AS menanggapinya dengan memperingatkan kapal-kapal berbendera AS untuk menghindari kawasan Yaman di sekitar Laut Merah dan di Teluk Aden selama 72 jam ke depan. Terkait serangan balik, Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) bahkan sudah mendapatkan laporan adanya serangan rudal di laut di sekitar 500 meter dari sebuah kapal yang berposisi 90 mil laut tenggara Pelabuhan Aden di Yaman. Perusahaan Keamanan Pelayaran Ambrey mengidentifikasi kapal yang diserang itu adalah kapal tanker berbendera Panama yang membawa minyak Rusia.
Sumpah Houthi untuk melakukan serangan balik, disebutkan akan semakin meningkatkan kemungkinan konflik yang lebih luas di wilayah yang saat ini juga tengah dilanda perang Israel - Hamas di Jalur Gaza. Kekhawatiran mendorong warga Yaman mengantre di pompa bensin. Mereka terlihat berbondong-bondong membeli tepung dań beras.
“Kami bergegas mengisi bahan bakar dan kami membeli tepung dan beras untuk menghadapi situasi darurat yang bisa saja terjadi, karena kami mengharapkan Houthi merespon dan melakukan eskalasi,” kata Ali Ahmad (52).