Sidang atas Tuduhan Genosida Israel di Gaza Mulai Bergulir
Sidang pendahuluan diharapkan bisa menghasilkan keputusan darurat Israel harus menghentikan perang sementara.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
DEN HAAG, KAMIS — Sidang gugatan Afrika Selatan atas tuduhan Israel melakukan genosida di Gaza mulai bergulir di Mahkamah Internasional atau ICJ. Dalam argumen pembukaan, Kamis (11/1/2024), Afrika Selatan meminta ICJ memerintahkan Israel segera menghentikan operasi militer di Gaza.
Sidang pendahuluan itu akan mempertimbangkan apakah Israel harus menghentikan perang sementara, selama pengadilan menyelidiki keseluruhan kasus tersebut. Keputusan final soal genosida ini bisa berlangsung bertahun-tahun. Namun, pengambilan keputusan untuk tindakan darurat untuk meminta Israel menghentikan serangan bisa diputuskan dalam waktu singkat, yaitu setelah sidang pendahuluan di Istana Perdamaian di Den Haag, Belanda.
Sidang pendahuluan, menurut rencana, berlangsung dua hari pada 11-12 Januari 2024. Setelah pada hari pertama, Afrika Selatan memaparkan gugatannya, Israel akan menyampaikan respons atas gugatan itu pada hari kedua.
Dalam pernyataan pembuka, pengacara yang mewakili tim hukum Afrika Selatan, Adila Hassim, mengatakan, warga Palestina yang menjadi sasaran bom Israel tidak punya tempat yang aman untuk dituju. Warga Palestina di Gaza dibunuh di rumah mereka, di tempat pengungsian, di rumah sakit, di sekolah, atau di masjid ataupun di gereja.
Warga Gaza tetap terancam terbunuh meskipun sudah mengikuti perintah Israel ke koridor aman yang ditentukan Israel. ”Tingkat pembunuhan begitu luas sehingga mereka yang jenazahnya ditemukan terkubur di kuburan massal sering kali tidak teridentifikasi,” kata Hassim.
Tidak ada serangan bersenjata terhadap wilayah suatu negara, betapa pun seriusnya, yang dapat menjadi pembenaran atau pembelaan terhadap pelanggaran Konvensi Genosida.
Menjelang sidang, ratusan pengunjuk rasa pro-Israel berbaris di dekat gedung pengadilan dengan membawa spanduk bertuliskan ”Bawa mereka pulang”, yang mengacu pada sandera yang masih ditahan oleh kelompok Hamas. Di antara massa, terlihat pengunjuk rasa memegang bendera Israel dan Belanda. Sementara di luar pengadilan, sekelompok orang mengibarkan bendera Palestina untuk mendukung langkah Afrika Selatan.
Selain soal genosida, Afrika Selatan mengajukan permohonan ke ICJ untuk memutuskan tindakan darurat yang meminta Israel segera menghentikan operasi militernya di Gaza. Serangan bom Israel selama tiga bulan telah menghancurkan sebagian besar Gaza, menewaskan lebih dari 23.000 orang dan membuat hampir seluruh penduduk Palestina yang berjumlah 2,3 juta orang mengungsi.
Setelah Afrika Selatan membacakan gugatannya di hadapan panel hakim ICJ, Israel mendapat kesempatan membela diri pada Jumat (12/1/2024). ”Negara Israel akan hadir di hadapan Mahkamah Internasional untuk menghapus fitnah yang tidak masuk akal di Afrika Selatan, seperti yang disampaikan oleh Pretoria dalam konteks politik dan perlindungan hukum terhadap Hamas,” kata juru bicara pemerintah Israel, Eylon Levy, saat dimintai tanggapan.
Pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan kepada Reuters, Hamas mengikuti proses di ICJ dengan penuh minat. Hamas mendesak pengadilan untuk menolak semua tekanan serta mengambil keputusan untuk mengkriminalisasi pendudukan Israel dan menghentikan agresi di Gaza.
”Keadilan akan diuji hari ini. Kegagalan mencapai keadilan, kegagalan peran pengadilan, berarti pendudukan akan melanjutkan perang genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza,” katanya.
Tak bisa dibenarkan
Afrika Selatan menilai, serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan setidaknya 1.140 orang Israel itu tetap tak dapat membenarkan serangan di Gaza. Menteri Kehakiman Afrika Selatan Ronald Lamola mengatakan, respons Israel terhadap serangan Hamas telah melampaui batas dan menimbulkan pelanggaran terhadap Konvensi Genosida.
”Tidak ada serangan bersenjata terhadap wilayah suatu negara, betapa pun seriusnya, yang dapat menjadi pembenaran atau pembelaan terhadap pelanggaran Konvensi Genosida,” katanya.
Pernyataan ini merujuk pembelaan Israel dalam serangannya di Gaza sebagai bentuk membela diri atas serangan Hamas ke Israel. Israel menyatakan, satu-satunya pilihan untuk mempertahankan diri adalah dengan memberantas Hamas yang menyerbu komunitas Israel.
Afrika Selatan berpendapat, Israel melanggar Konvensi Genosida PBB dalam serangannya di Gaza. Ironisnya, konvensi yang ditandatangani pada 1948 setelah Holocaust (pembataian warga Yahudi oleh Nazi) ini dimaksudkan untuk mencegah genosida seperti Holocaust itu terulang.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan, negaranya terdorong mengangkat kasus ini dilatarbelakangi oleh sejarah apartheid (pembedaan warga kulit putih dan kulit hitam) di Afrika Selatan.
Di Tel Aviv, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Matthew Miller, mengatakan, tuduhan Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza tidak berdasar. Menurut dia, pengadilan memainkan peran penting dalam penyelesaian perselisihan secara damai. Namun, Israel mempunyai hak untuk membela diri dan mengatakan bahwa musuh-musuh Israel yang melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang Yahudi.
Salah satu warga Gaza, Amer Salah (23), yang berlindung di sebuah sekolah PBB di Jalur Gaza selatan, mengatakan, warga Gaza berharap kasus ini dapat menimbulkan tekanan internasional yang memaksa Israel untuk menghentikan perang. ”Israel selalu menjadi negara di atas hukum. Mereka melakukan apa yang mereka lakukan di Gaza karena mereka tahu bahwa mereka tidak dapat dihukum selama Amerika Serikat berada di pihak mereka. Ini saatnya untuk mengubahnya,” katanya.
Salah mengucapkan rasa penghargaan kepada Afrika Selatan atas gugatan itu dan berharap pengadilan dapat menghentikan perang. (AP/AFP/REUTERS)