Bagaimana Proses Sidang Gugatan terhadap Israel sebagai Pelaku Genosida?
Afrika Selatan mengatakan, Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza.
Mahkamah Internasional akan mulai menggelar sidang gugatan Afrika Selatan atas tuduhan Israel melakukan genosida dalam perang Gaza mulai 11 Januari 2024 pekan ini. Gugatan itu juga meminta tindakan darurat agar Israel segera menghentikan serangan militernya ke Gaza. Proses mencapai keputusan final bisa berlangsung bertahun-tahun.
Mahkamah Internasional (ICJ) disebut juga Pengadilan Dunia. Dibentuk pada 26 Juni 1945, badan ini adalah badan hukum tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangani perselisihan antarnegara. Lembaga ini berbeda dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang juga bermarkas di Den Haag.
Baca juga : Mahkamah Internasional Selidiki Kejahatan Perang dalam Konflik Hamas-Israel
Panel ICJ menangani pengajuan gugatan satu negara ke negara lain, sedangkan ICC yang berdasarkan perjanjian itu menangani kasus kejahatan perang pada pelaku individu.
Panel di ICJ beranggotakan 15 hakim ICJ. Panel ini biasanya menangani sengketa perbatasan negara dan gugatan pelanggaran dari kewajiban perjanjian PBB dari satu negara terhadap negara lain yang akhir-akhir ini meningkat. Khusus kasus genosida oleh Israel tersebut, jumlah hakim mendapat tambahan dari pihak negara yang berselisih.
Afrika Selatan dan Israel sama-sama menandatangani Konvensi Genosida 1948. Hal ini memberikan yurisdiksi kepada ICJ untuk memutuskan perselisihan dua negara itu terkait pelanggaran konvensi genosida. Ironisnya, konvensi itu disahkan guna mencegah genosida seperti holocaust yang dialami orang Yahudi di Eropa terulang kembali.
Meskipun kasus ini terjadi di wilayah Palestina yang diduduki, warga Palestina tidak memiliki peran resmi dalam proses tersebut karena mereka bukan negara anggota PBB.
Afrika Selatan mengatakan Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza dengan membunuh, menyebabkan penderitaan mental dan fisik serius serta menciptakan kondisi hidup yang dapat menyebabkan kehancuran fisik.
Semua negara yang menandatangani Konvensi Genosida wajib untuk tidak melakukan genosida. Mereka juga wajib mencegah dan menghukum tindakan genosida. Perjanjian itu mendefinisikan genosida sebagai tindakan menghancurkan suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau agama tertentu secara keseluruhan atau sebagian.
Isi gugatan
Dalam pengajuan kasus setebal 84 halaman itu, Afrika Selatan mengatakan, Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza dengan membunuh, menyebabkan penderitaan mental dan fisik serius serta menciptakan kondisi hidup yang dapat menyebabkan kehancuran fisik.
Laporan itu mencantumkan kegagalan Israel dalam menyediakan makanan, air, obat-obatan, bahan bakar, tempat tinggal, dan bantuan kemanusiaan lain ke Jalur Gaza selama lebih dari tiga bulan berlangsungnya perang dengan Hamas. Hal ini juga merujuk pada serangan bom berkelanjutan yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, memaksa evakuasi sekitar 1,9 juta warga Palestina, dan menewaskan lebih dari 23.000 orang pada Rabu (10/1/2024) ini.
”Semua tindakan tersebut disebabkan oleh Israel, yang gagal mencegah genosida dan melakukan genosida yang merupakan pelanggaran nyata terhadap Konvensi Genosida,” demikian gugatan Afrika Selatan dalam pengajuan tersebut.
Baca juga : Mahkamah Perintahkan Myanmar Cegah Genosida
Selain itu, Israel juga disebut gagal meredam hasutan untuk melakukan genosida oleh pejabatnya sendiri. Tindakan ini juga merupakan pelanggaran terhadap konvensi itu. Gugatan itu meminta pengadilan untuk menerapkan tindakan darurat guna menghentikan dugaan pelanggaran yang dilakukan Israel tersebut.
Warga Palestina duduk di atas kasur yang dilapisi plastik di kamp pengungsi di Rafah, Jalur Gaza, pada 13 Desember 2023.
Argumen Israel
Presiden Israel Isaac Herzog menyebut gugatan Afrika Selatan yang diajukan ke ICJ itu mengerikan dan tidak masuk akal. Sebab Israel, katanya, melakukan upaya terbaik untuk menghindari jatuhnya korban sipil di Gaza.
Serangan Israel ke Gaza dipicu oleh serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Menurut data Israel, serangan ini menewaskan 1.200 orang dan menculik 240 orang. ”Kami akan hadir di Mahkamah Internasional dan dengan bangga akan menyampaikan kasus kami, yaitu mengenai penggunaan pembelaan diri sebagai hak paling inheren kami berdasarkan hukum humaniter internasional,” kata Herzog.
Jalannya sidang
Dalam sidang dengar pendapat yang akan berlangsung pada 11 dan 12 Januari 2024 itu, Afrika Selatan dan Israel mempunyai waktu dua jam untuk menyampaikan argumen mereka untuk mendukung atau menentang tindakan darurat.
Baca juga : Mahkamah Internasional Memberi Harapan ke Iran
Tidak akan ada keterangan saksi dan tidak ada pemeriksaan silang dalam sidang itu. Sebagian besar presentasi hanya berupa argumen hukum yang disampaikan oleh pejabat negara dan tim pengacara internasional Afrika Selatan dan Israel.
Permintaan tindakan darurat merupakan tindakan pertama dalam penyelesaian kasus yang diduga akan memakan waktu penyelesaian bertahun-tahun. Tindakan darurat ini dimaksudkan sebagai semacam perintah penahanan agar perselisihan tak memburuk selama pengadilan memeriksa kasus itu.
Dengar pendapat pekan ini hanya membahas kemungkinan pemberian tindakan darurat. Pengadilan tidak akan membuat keputusan final atas tuduhan genosida yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel sampai seluruh proses untuk mengambil keputusan selesai. Proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Hakim-hakim di ICJ sering kali mengabulkan tindakan darurat. Pengabulan ini umumnya berupa keputusan meminta suatu negara menahan diri agar tidak melakukan tindakan apa pun yang dapat memperburuk sengketa hukum.
Untuk tindakan sementara itu, pengadilan hanya perlu memutuskan apakah pada pandangan pertama, atau secara prima facie, gugatan tersebut bisa masuk dalam yurisdiksi perjanjian genosida atau tidak. Tindakan yang diputuskan hakim bisa saja tak sesuai permintaan dari pihak-pihak yang mengajukan gugatan.
Afrika Selatan meminta pengadilan untuk memerintahkan Israel menghentikan tindakan militernya di Gaza, menghentikan tindakan genosida, atau mengambil tindakan lain yang wajar guna mencegah genosida. Selain itu juga meminta Israel menerbitkan laporan berkala kepada ICJ terkait tindakan tersebut.
Keputusan soal tindakan darurat diharapkan dapat diambil dalam beberapa pekan ke depan setelah sidang dengar pendapat tersebut. Keputusan ICJ ini bersifat final dan tanpa banding, tetapi tidak ada mekanisme untuk menegakkan keputusan itu. Hanya, keputusan ICJ soal genosida dapat merusak reputasi internasional Israel dan menjadi preseden hukum ke depan.
Keputusan akhir
Jika pengadilan menemukan bahwa kasus itu memiliki yurisdiksi, atau yurisdiksi prima facie, maka kasus tersebut akan dilanjutkan ke Istana Perdamaian (Peace Palace) di Den Haag. Kasus tetap dilanjutkan bahkan jika hakim memutuskan untuk tidak mengabulkan tindakan darurat.
Istana Perdamaian (Peace Palace) yang menjadi lokasi Pengadilan Dunia di Den Haag, Belanda, Selasa (19/9/2023).
Israel kemudian akan mendapat kesempatan lain untuk memberi argumentasi terkait kasusnya, bahwa pengadilan tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk mempertimbangkan klaim Afrika Selatan dan mengajukan keberatan awal. Keberatan awal ini hanya keberatan masalah yurisdiksi. Jika keberatan Israel tersebut ditolak, baru kemudian hakim dapat memeriksa kasus tersebut di sidang umum lebih lanjut.
Tak jarang, kasus di ICJ bergulir selama beberapa tahun antara tuntutan awal dan pemeriksaan kasus yang sebenarnya. (REUTERS/AP)