Houthi Mulai Gunakan ”Drone” Kapal dalam Serangan di Laut Merah
Untuk pertama kali sejak perang Hamas-Israel terakhir ini, kelompok Houthi menggunakan wahana tanpa awak (drone) kapal dalam serangan mereka di perairan Laut Merah.
WASHINGTON, KAMIS – Kelompok Houthi, untuk pertama kali sejak krisis melanda Laut Merah terkait perang Hamas-Israel terakhir ini, menggunakan wahana tanpa awak (drone) kapal dalam aksi mereka. Pejabat Angkatan Laut Amerika Serikat mengungkapkan, aksi Houthi itu dilakukan dengan meluncurkan drone kapal dan meledakkannya di dekat satuan tugas kapal perang AS di Laut Merah, Kamis (4/1/2023).
Tindakan tersebut dilakukan sehari sesudah AS dan 11 negara mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan Houthi yang terus-menerus menyerang pelayaran niaga di Laut Merah. Houthi menyerang kapal-kapal niaga di Laut Merah yang dinilai memiliki kaitan bisnis dengan Israel sebagai balasan atas serangan Israel di Jalur Gaza yang membunuh puluhan ribu warga Palestina.
Baca juga: AS Desak Dewan Keamanan PBB Tekan Kelompok Houthi
AS, Inggris, dan Jepang mengeluarkan pernyataan bersama bahwa Houthi akan menerima konsekuensi jika terus melancarkan serangan tersebut. Pernyataan ini dianggap sebagai peringatan terakhir terhadap Houthi yang berpangkalan di Yaman.
Juru bicara Houthi, Yahya Saree, seperti dikutip media Israel, The Times of Israel, mengklaim bahwa pihaknya menggunakan drone kapal yang ditargetkan menyasar kapal niaga Maersk Gibraltar, Kamis (4/1/2024), di Laut Merah. Angkatan Laut AS mengatakan, serangan tersebut tidak mengenai sasaran.
Saree menyatakan, kapal niaga Maersk Gibraltar dijadikan sasaran drone kapal setelah tidak menjawab komunikasi dari Angkatan Laut Yaman (Houthi). Serangan tersebut, lanjut Saree, ditujukan sebagai pembalasan atas penindasan Israel terhadap rakyat Palestina.
Serangan Houthi mengganggu pelayaran niaga internasional yang melintasi jalur Laut Merah-Terusan Suez. Sebagian maskapai pelayaran besar telah mengalihkan jalur pelayaran melintasi Afrika Selatan. Hal ini menambah jarak, waktu tempuh, dan biaya operasional, yang berdampak pada naiknya biaya angkutan barang dari Eropa ke Australasia.
Baca juga: Perang Gaza Membuat Pelayaran Global Mundur 600 Tahun
Belum diketahui asal drone kapal milik Houthi. Kelompok ini diketahui mengoperasikan senjata-senjata modern buatan Iran, Rusia, dan Korea Utara.
Fabian Hinz, pakar peluru kendali dan peneliti di lembaga International Institute for Strategic Studies, mengatakan bahwa drone kapal adalah bagian senjata maritim Houthi. Sebelumnya, drone kapal ini sudah pernah mereka gunakan dalam konflik melawan koalisi Arab pimpinan Arab Saudi dalam perang Yaman.
Sebagian dari drone kapal Houthi difungsikan sebagai kapal kamikaze yang meledak saat menubruk sasaran sesama kapal permukaan.
Hinz memperkirakan, sebagian dari drone kapal milik Houthi dirakit di Yaman, tetapi diperlengkapi komponen canggih dari Iran seperti sistem kendali menggunakan komputer.
Jalur pelayaran padat
Laksamana Muda Brad Cooper, yang memimpin Satgas Angkatan Laut AS di Timur Tengah mengatakan, drone kapal milik Houthi dilayarkan sekitar 80 kilometer di tengah Laut Merah, lalu diledakkan di tengah jalur pelayaran yang padat. ”Drone kapal itu hanya berjarak beberapa mil dari kapal-kapal yang berlayar di kawasan. Kapal niaga dan kapal-kapal militer Amerika Serikat berada di sana. Kami semua menyaksikan ketika drone tersebut meledak dan hancur,” kata Cooper.
Ia menambahkan, sejauh ini sudah ada 25 kali serangan dilakukan Houthi terhadap kapal-kapal niaga yang melintasi Laut Merah dan Teluk Aden dekat pesisir Yaman. ”Tidak ada tanda-tanda serangan mereka akan berkurang,” kata Cooper.
Baca juga: AS Veto Gencatan Senjata di Gaza dan Jatuhkan Sanksi untuk Negara Lain
Dengan adanya serangan bertubi-tubi oleh Houthi, ada tekanan kepada Presiden AS Joe Biden untuk melakukan langkah militer. Pemerintahan Biden selama ini berusaha menghindari eskalasi konflik di Timur Tengah menyusul perang Hamas-Israel yang telah berkecamuk lebih dari tiga bulan.
Pensiunan Jenderal Korps Marinir Frank McKenzie, yang pernah memimpin militer AS di Timur Tengah hingga tahun 2022, mengatakan, bahwa tindakan Pemerintahan Biden terhadap serangan di Laut Merah dan pangkalan-pangkalan AS di Irak dan Suriah sangat tidak fokus dan tidak memiliki arahan jelas. ”Untuk menegaskan daya tangkal kita harus bertindak keras terhadap Iran sehingga mereka memahami maksud kita,” tulis Frank McKenzie di harian The Wall Street Journal, Kamis (4/1/2023).
AS dan beberapa negara, sejak Desember 2023 meluncurkan Operasi Penjaga Kemakmuran untuk melindungi kapal-kapal niaga di Laut Merah. Menurut Laksda Cooper, operasi gabungan tersebut telah menghimpun 22 negara.
Dia menerangkan, sejauh ini, operasi gabungan tersebut sudah menembak jatuh dua rudal jelajah dan enam rudal antikapal, serta 11 wahana terbang nirawak (drone) milik Houthi.
Pada hari Minggu (31/12/2023), Angkatan Laut AS menenggelamkan tiga kapal cepat Houthi, mengakibatkan 10 anggota Houthi tewas. Itu dilakukan demi mencegah Houthi mengambil alih kapal niaga yang diincar di Laut Merah.
Baca juga: Baku Tembak Sengit AS-Houthi di Laut Merah, Houthi Kehilangan 10 Anggotanya
Opsi menyerang Houthi
Ketika ditanya apakah Operasi Penjaga Kemakmuran akan menyasar kekuatan kelompok Houthi di daratan Yaman, Laksda Cooper mengatakan, operasi gabungan 22 negara sifatnya adalah pertahanan. ”Apa pun di luar langkah pertahanan adalah operasi yang berbeda,” kata Cooper.
Terkait peristiwa itu, kelompok Houthi menegaskan, mereka menyerang kapal-kapal niaga di Laut Merah yang memiliki kaitan bisnis atau dimiliki oleh Israel. Akibat peringatan tersebut, maskapai besar pelayaran, seperti Maersk Line, MSC, CMA CGM, OOCL, Hapag Lloyd, Ever Green, HMM, Yang Ming Marine Transport, British Petroleum (BP), Equinor, Euronav, sudah menghentikan pelayaran melintasi Terusan Suez-Laut Merah.
Houthi memiliki keunggulan taktis karena menguasai jalur sempit Selat Bab El-Mandeb (Gerbang Air Mata) yang menghubungkan Laut Merah ke Terusan Suez. Pada jarak tersempit, Selat Bab El-Mandeb hanya membentang sejauh 26 kilometer. Praktis jarak 26 kilometer itu dapat dijangkau artileri meriam, roket, dan peluru kendali Houthi.
Rudal Houthi bahkan dapat menjangkau wilayah Israel dan Pelabuhan Eilat di Israel di Teluk Akaba yang berjarak 2.400 kilometer.
Di antara Selat Bab El-Mandeb terdapat titik tersempit antara Pulau Perim di Yaman dan daratan Yaman sejauh 2,5 kilometer. Jarak Pulau Perim dengan Pulau Kadda Dabali milik Djibouti sejauh 13 kilometer.
Banyak kapal niaga yang tidak berhubungan dengan Israel juga mengklaim menjadi sasaran Houthi. Sebagian maskapai pelayaran besar sudah menghentikan pelayaran melintasi Laut Merah. Laksda Cooper mengatakan, kapal-kapal niaga yang diserang memiliki kaitan dengan 55 negara.
Baca juga: Veto yang Membinasakan
”Entah negara mana kapal tersebut terdaftar, dimiliki perusahaan mana, atau perseorangan dari negara apa pun, serangan kelompok Houthi mengganggu stabilitas ekonomi dan Hukum Internasional sehingga harus dihentikan segera,” kata Cooper.
Wakil Rusia di PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan, tindakan Houthi adalah reaksi atas serangan Israel terus-menerus di Jalur Gaza yang mengakibatkan lebih dari 20.000 korban jiwa atau 1 persen penduduk Jalur Gaza.
(AP/REUTERS)