Jepang Selidiki Miskomunikasi Menara Pengawas dan Dua Pesawat yang Bertabrakan
Selain memulihkan kotak hitam, tim penyelidik akan menelusuri jalur komunikasi antara menara pengawas dan kedua pesawat.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
Memulihkan perekam kotak hitam berisi data penerbangan dan rekaman suara kokpit. Itulah hal pertama yang akan dilakukan tim penyelidik tabrakan antara pesawat Airbus A350 milik maskapai penerbangan Japan Airlines (JAL) dan pesawat Bombardier Dash-8 yang digunakan Penjaga Pantai Jepang di Bandara Haneda, Tokyo, Jepang.
Dewan Keselamatan Transportasi Jepang (JTSB) akan memimpin tim penyelidik ini dibantu tim spesialis Airbus Perancis, perusahaan pembuat Airbus A350 di Perancis dan produsen pesawat turboprop De Havilland Dash-8 bermesin Rolls-Royce di Inggris.
Tim penyelidik Jepang dikabarkan sedang bersiap memulai proses penyelidikan, Rabu (3/1/2024). Pemerintah Jepang berjanji untuk segera menyelidiki insiden ini. Namun, baik pemerintah maupun JAL menolak berkomentar mengenai komunikasi menara kontrol dan pengawas lalu lintas bandara dengan kedua pesawat itu karena penyelidikan belum selesai.
Para ahli mengingatkan masih terlalu dini untuk bisa menentukan penyebab tabrakan. Sebagian besar kecelakaan pesawat disebabkan oleh beragam faktor. ”Sepemahaman kami, izin pendaratan untuk JAL sudah diberikan,” begitu komentar singkat dari pihak JAL, Selasa malam.
Selain memulihkan kotak hitam, tim penyelidik akan menelusuri jalur komunikasi antara menara pengawas dan kedua pesawat, instruksi apa yang diberikan. Mereka juga akan memeriksa secara rinci sistem pesawat dan bandara. Dalam rekaman dari menara pengawas yang tampaknya dibuat beberapa saat sebelum tabrakan, terdengar suara yang menyarankan JAL untuk ”melanjutkan proses pendaratan”.
Sepemahaman kami, izin pendaratan untuk JAL sudah diberikan.
Kantor berita NHK melaporkan, menara pengawas sudah menginstruksikan pesawat Penjaga Pantai Jepang untuk tidak mendekati landasan pacu. Namun, NHK juga mengutip seorang pejabat Penjaga Pantai Jepang yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan, pilot Genki Miyamoto (39) sudah mendapat izin untuk lepas landas.
Para ahli mengatakan, tim penyelidik akan memeriksa lokasi kecelakaan atau melihat bukti fisik, data radar, dan laporan saksi atau rekaman kamera untuk memudahkan penyelidikan forensik. ”Pertanyaan yang jelas harus dijawab adalah apakah pesawat Penjaga Pantai itu berada di landasan yang sama, dan mengapa bisa begitu,” kata Direktur Keselamatan Penerbangan pada konsultan Ascend by Cirium yang berbasis di Inggris, Paul Hayes.
Kecelakaan ini merupakan kecelakaan signifikan pertama yang melibatkan Airbus A350, pesawat jet jarak jauh bermesin ganda utama Eropa yang sudah beroperasi sejak tahun 2015. Yayasan Keselamatan Penerbangan yang bermarkas di Washington, AS, menyerukan agar komunitas internasional segera berbuat sesuatu untuk mencegah insiden kecelakaan seperti di Haneda, mengingat lalu lintas udara kian padat.
”Risiko pelanggaran landasan pacu menjadi kekhawatiran dunia dan potensi konsekuensinya sangat parah,” kata CEO Yayasan Keselamatan Penerbangan Hassan Shahidi.
Shahidi menambahkan, gangguan dalam komunikasi dan koordinasi bisa juga berperan dalam kecelakaan atau nyaris kecelakaan di landasan pacu. Peralatan elektronik untuk menghindari tabrakan di darat harus menjadi perhatian karena masih kurang. Berbeda dengan perangkat lunak untuk menghindari tabrakan di udara yang sudah tersedia sejak 1980-an.
”Banyak insiden serius yang bisa dihindari melalui teknologi kesadaran situasional yang lebih baik, yang bisa membantu menara pengawas lalu lintas udara dan pilot mendeteksi potensi konflik di landasan pacu,” kata Shahidi.
Administrasi Penerbangan Federal mengatakan, puluhan bandara di AS sudah dilengkapi dengan sistem yang disebut ASDE-X yang menggunakan radar, satelit, dan alat navigasi untuk melacak pergerakan di darat. Namun, Ketua Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS Jennifer Homendy mengatakan, jaringan penerbangan AS tidak memiliki teknologi yang memadai untuk mencegah pelanggaran landasan pacu.
Pada 2018, Airbus bekerja sama dengan Honeywell pada sistem yang disebut SURF-A atau Surface-Alert yang dirancang untuk membantu mencegah tabrakan di landasan. Caranya dengan memberikan peringatan visual dan audio kepada pilot akan adanya bahaya yang mendekat di landasan.
CEO Divisi di Honeywell Aerospace Technologies Jim Currier mengharapkan SURF-A, yang beroperasi pada pesawat uji eksperimental, akan disertifikasi dan tersedia bagi maskapai penerbangan secara bertahap selama beberapa tahun ke depan.
Mantan Direktur Senior Organisasi Penerbangan Sipil Internasional Steve Creamer mengatakan, mencegah pendaratan pesawat yang menabrak pesawat lain menjadi salah satu dari lima prioritas keselamatan global.
Meski pendaratan otomatis semakin banyak digunakan, para ahli mengatakan, masih banyak hal yang bergantung pada pemeriksaan secara visual oleh pilot. Pilotnya pun banyak yang mungkin terganggu oleh beban kerja tinggi atau kaburnya landasan pacu pada malam hari.
”Saya pikir penyelidikan akan banyak fokus pada jarak bebas dan juga apa yang dapat dilihat oleh kru JAL. Mungkinkah mereka secara kasatmata bisa melihat pesawat itu di landasan pacu,” kata mantan penyelidik kecelakaan udara AS, John Cox.
Masalah pencahayaan menjadi penyebab tabrakan yang pernah terjadi antara pesawat USAir dan SkyWest Airlines di Bandara Internasional Los Angeles, California, pada 1991. ”Salah satu dampaknya adalah awak USAir secara fisik tidak dapat melihat SkyWest Metroliner di sana. Meskipun berada di landasan pacu, pencahayaannya kurang sehingga tidak bisa melihat secara kasatmata,” kata Cox.
Akibat tabrakan itu, belasan penerbangan domestik dibatalkan pada Rabu dari Bandara Haneda, salah satu bandara tersibuk di dunia. Akan tetapi, kedatangan dan keberangkatan penerbangan internasional tidak terlalu terpengaruh. Pesawat JAL-516 yang mengalami kecelakaan itu baru tiba dari Bandara New Chitose di Sapporo, Hokkaido, sebelah utara Jepang. Dari 367 penumpang, terdapat delapan anak-anak.
Insiden seperti ini bukan yang pertama kali menimpa JAL. Pada 1985, pesawat jet jumbo JAL yang terbang dari Tokyo ke Osaka jatuh di Gunma dan menewaskan 520 penumpang dan awak kabin. Bencana itu merupakan salah satu kecelakaan pesawat paling mematikan di dunia yang melibatkan satu penerbangan.
Bencana penerbangan sipil di darat yang terburuk di dunia terjadi ketika dua pesawat Boeing 747 bertabrakan di Bandara Los Rodeos, Tenerife, pada 1977. Semua penumpang dan kru yang berjumlah 583 orang tewas. (REUTERS/AFP)