Menjelang 1 Januari, banyak orang membuat resolusi baru sebagai bekal menjalani tahun yang baru. Betapapun orisinalnya resolusi di tahun 2024, gagasan resolusi Tahun Baru sebenarnya sudah ada sejak 4.000 tahun lalu.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
Menurunkan berat badan, mengurangi minuman beralkohol, dan lebih banyak berolahraga. Begitu resolusi Tim Williams, warga Fort Lauderdale, Florida, Amerika Serikat, pada 2024. Seperti Williams, setiap tahun hampir semua orang selalu membuat resolusi untuk tahun yang baru.
Bisa mengulangi resolusi tahun lalu yang belum tercapai atau bisa juga membuat resolusi yang betul-betul baru. ”Sebagai manusia, kita adalah makhluk yang selalu punya cita-cita. Setiap individu punya tujuan dan keinginan untuk berkembang,” kata Direktur Inovasi Pembelajaran di Western Governors University Labs dan peneliti di University of Pittsburgh, Amerika Serikat, Omid Fotuhi.
Membuat resolusi tahun baru adalah salah satu cara individu untuk berkembang. ”Ada sesuatu yang sangat membebaskan tentang awal yang baru. Memulai sesuatu dari kanvas kosong. Apa pun masih bisa terjadi,” kata Fotuhi yang juga psikolog sosial dan peneliti motivasi dan kinerja itu kepada kantor berita AP, Minggu (31/12/2023).
Banyak orang sering membuat daftar resolusi apa saja rencana yang akan dilakukan di tahun yang baru. Terkadang ada yang berhasil, ada juga yang tidak.
Karena setiap tahun ada saja yang tidak terealisasi, Williams sekarang tidak ambil pusing dan tak mau lagi membuat resolusi. ”Dulu, saya selalu buat resolusi dan akan gagal atau menyerah. Ada saja alasannya,” ujarnya.
Namun, bagi Carla Valeria Silva de Santos, memiliki resolusi seperti memiliki tujuan dalam hidup. Resolusi berguna untuk meningkatkan kehidupan dan berdamai dengan diri sendiri.
Untuk 2024, sebagai penutur bahasa Portugis, dia ingin belajar bahasa Spanyol dan meningkatkan bahasa Inggris-nya. Selain itu, dia juga ingin belajar main gitar.
Fotuhi mengingatkan, resolusi tidak harus selalu angan-angan tinggi, muluk-muluk, atau terlalu ambisius. Bisa saja dengan segala sesuatu yang sederhana.
Hal terpenting adalah memulai melakukan sesuatu atau memulai langkah pertama untuk mencapai apa yang dicita-citakan. ”Hasilnya tidak bisa dilihat hanya dari pencapaiannya, tetapi juga dilihat dari apa yang terjadi ketika Anda berusaha menjadi lebih baik,” ujarnya.
Ada sesuatu yang sangat membebaskan tentang awal yang baru. Memulai sesuatu dari kanvas kosong. Apa pun masih bisa terjadi.
Dengan kata lain, ini adalah waktunya untuk mengalibrasi ulang tujuan dan ekspektasi. Banyak orang yang sudah terlalu lama berpegang pada tujuan yang sudah ketinggalan zaman.
”Jika Anda menetapkan tujuan yang terlalu ambisius, yang tidak membuat Anda bersemangat dan percaya bahwa hal itu mungkin, maka mungkin Anda harus memikirkan tujuan yang lebih terjangkau. Bisa dimulai dengan jalan atau lari 5 kilometer, misalnya, lalu naik ke 10 kilometer,” kata Fotuhi.
Menurut YouGov, hanya 31 persen dari 2.054 responden di Inggris membuat resolusi 2023 dan tetap bisa menepati resolusi itu. Lembaga penelitian asal Inggris itu juga menemukan, 16 persen responden masih berencana membuat resolusi baru untuk 2024.
Resolusi yang paling umum dicita-citakan orang adalah lebih banyak berolahraga atau meningkatkan kebugaran fisik. Ada 56 persen responden menginginkan itu. Sementara 49 responden ingin berhemat uang. Ada juga 45 persen responden mau menurunkan berat badan.
Pada 2017, YouGov menemukan fakta menarik. Hanya perlu enam hari pertama di tahun baru, 20 persen orang gagal memenuhi resolusi.
Sejarah resolusi
Kini, resolusi tahun baru dianggap lazim. Memang, resolusi tahun baru bukan kebiasaan singkat. Pada 28 Desember 2023, HuffPost menulis, kebiasaan membuat resolusi tahun baru sudah ada 4.000 tahun lalu.
Bangsa Babilonia, daerah yang kini berada di perbatasan Irak-Suriah, disebut sebagai komunitas awal yang membuat resolusi tahun baru. Mereka melakukannya 4.000 tahun lalu. Bedanya, dulu tahun baru di kalender Babilonia dimulai setiap Maret atau saat musim tanam dimulai.
Dulu, bangsa Babilonia membuat festival 12 hari untuk merayakan tahun baru. Festival itu bernama Akitu. Di festival tersebut, biasanya rakyat memperbarui janji setia pada raja atau menobatkan raja baru.
Semua resolusi mereka didedikasikan kepada para dewa. Mereka biasanya berjanji membayar utang atau mengembalikan peralatan pertanian yang dipinjam. Situs History.com menyebutkan pada waktu itu mayoritas rakyat bangsa Babilonia kuno bertani.
Selama ribuan tahun, awal tahun baru dimulai pada Maret. Pada tahun 46 sebelum Masehi, Julius Caesar dari Romawi mengubahnya. Tahun baru dimulai setiap Januari. Bulan itu dinamai sesuai dewa bermuka dua dalam kepercayaan Romawi, Janus.
Dewa itu menghuni ruang yang seperti pintu. Wajah ganda dan ruang hidup Janus melambangkan masa lalu dan masa depan.
Bangsa Romawi kemudian mengadopsi konsep resolusi dari bangsa Babilonia. Hanya saja, mereka membuat janji khusus kepada Janus untuk satu tahun ke depan. Tradisi ini kemudian diadopsi oleh umat Kristiani yang berjanji akan memperbaiki perilaku mereka di tahun yang baru.
Sejarawan Anggur dan Minyak Romawi di Universitas Melbourne, Australia, Tamara Lewit, menjelaskan bangsa Romawi membuat apa yang disebut sebagai ”sumpah” Tahun Baru. Akan tetapi, maknanya sedikit berbeda dari apa yang dianggap sebagai resolusi. ”Dulu, pandangan terhadap masa depan tidak sama dengan pandangan berbasis ilmu pengetahuan seperti yang kita miliki sekarang,” kata Lewit kepada ABC News, Minggu.
Sumpah Tahun Baru adalah janji yang dibuat untuk menyenangkan para dewa sebagai imbalan atas tahun yang baik dan panen yang berhasil. Mantra seperti ”abrakadabra” digunakan untuk mendapatkan kesehatan. Para petani yang ingin melindungi tanaman dari penyakit atau cuaca buruk akan menguburkan katak yang diletakkan di dalam pot di ladang.
Suami istri juga diizinkan bertukar hadiah. Mereka hanya boleh bertukar hadiah setahun sekali dan pada akhir tahun. ”Hal yang paling unik dilakukan orang Romawi pada festival bulan Maret ini adalah pembalikan peran antara budak dan pemilik budak,” kata Lewit.
Selama bertahun-tahun, resolusi menjadi ekspresi pengabdian keagamaan atau spiritual. Lalu pada abad ke-17, resolusi menjadi lebih mengarah pada upaya perbaikan diri.
Penulis asal Skotlandia, Anne Halkett, menulis di dalam buku hariannya pada tahun 1671. Pada 2 Januari, di dalam buku hariannya dia menulis daftar janji yang diambil dari ayat-ayat Al Kitab, termasuk kalimat seperti: ”Saya tidak akan menyinggung perasaan lagi”. Pada halaman itu dia tulis dengan judul ”Resolusi”.
Menurut situs web Old Farmer’s Almanac, surat kabar Boston, AS, pada tahun 1813 juga memuat artikel pertama yang menggunakan frasa ”Resolusi Tahun Baru”. Sejak itu, resolusi Tahun Baru menjadi kata umum yang muncul setiap menjelang 1 Januari. (AP)