Pembunuhan Jenderal Iran di Suriah dan Serangan AS di Irak Perbesar Bara Timur Tengah
Kekhawatiran konflik terbuka antara Amerika Serikat dan Iran bisa meletus secara terbuka menyusul pembunuhan jenderal Iran.
TEHERAN, SELASA — Kekhawatiran ada perluasan perang di Timur Tengah semakin mendekati kenyataan. Amerika Serikat dan Iran sama-sama bertekad membalas dendam setelah menjadi sasaran serangan.
Iran marah besar oleh kematian Brigadir Jenderal Seyed Razi Mousavi di Suriah, Senin (25/12/2023) sore. ”Tidak diragukan lagi, tindakan keji ini tanda frustrasi dan kelemahan rezim ilegal di kawasan dan mereka jelas harus membayar atas kejahatan ini,” kata Presiden Iran Ebrahim Raisi, sebagaimana dikutip media Iran, Tasnim dan IRNA.
Kementerian Luar Negeri Iran juga menuding Israel bertanggung jawab atas tewasnya Mousavi. Ia diketahui tinggal di kawasan Zeinabiyah yang terletak di pinggiran ibu kota Damaskus. Pada Senin sore, sejumlah jet Israel menyerang Zeinabiyah.
Dalam rentang waktu hampir bersamaan, AS melancarkan serangan udara ke Provinsi Wassit dan Babilonia di Irak. Akibat serangan pada Selasa (26/12/2023) dini hari itu, satu orang tewas dan 24 orang lainnya cedera. Washington menyebut serangan itu menyasar fasilitas dan anggota Kataib Hezbollah, kelompok pro-Iran yang berulang kali dituding menyerang pasukan AS di Irak.
AS adalah sekutu terdekat Israel di Timur Tengah. Mengenai serangan Israel ke Suriah, juru bicara militer Israel (IDF), Laksamana Muda Daniel Hagari, hanya mengatakan, tugas IDF melindungi keamanan Israel. ”Saya tidak akan mengomentari laporan asing, baik ini maupun laporan lain di Timur Tengah,” ujarnya.
Memang, jet-jet Israel rutin menyerang sejumlah lokasi di Suriah. Sasaran biasanya diklaim sebagai markas dan gudang senjata kelompok sokongan Iran.
Mousavi merupakan perwira di Garda Revolusi Iran (IRGC). Ia disebut salah satu orang dekat mendiang Letnan Jenderal Qassem Soleimani, mantan Komandan Brigade Quds IRGC.
Baca juga : Qassem Soleimani, Simbol Pertahanan Iran Melawan AS
Mousavi adalah jenderal ketiga di lingkungan Garda Revolusi Iran yang tewas setelah serangan udara Israel dalam satu bulan terakhir. Ia, menurut sumber Reuters, bertanggung jawab untuk mengoordinasikan aliansi militer antara Suriah dan Iran.
Mousavi perwira penghubung IRGC dan militer Iran dengan militer dan kelompok-kelompok bersenjata Suriah. Salah satu tugas Brigade Quds IRGC menyokong berbagai kelompok bersenjata di Timur Tengah dan Afrika Utara. Iran menyebutnya poros perlawanan.
Baca juga : Garda Revolusi, ”Negara” dalam Negara
Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Israel, menuding kelompok-kelompok itu pengganggu kestabilan kawasan. Tudingan, antara lain, dipicu berbagai serangan ke Israel dan pangkalan AS di kawasan.
Serangan terbaru terjadi pada Senin dini hari di dekat Bandara Erbil, Irak utara. Akibatnya, tiga tentara AS cedera.
Serangan balasan
Gedung Putih mengumumkan, Presiden AS Joe Biden memerintahkan serangan balasan. Perintah diberikan setelah Panglima Angkatan Bersenjata AS Jenderal Charles Brown dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berbicara dengan Biden. Mereka mengusulkan pilihan tanggapan.
Biden akhirnya memutuskan serangan udara ke Provinsi Wassit dan Babilonia di Irak. Akibat serangan pada Selasa (26/12/2023) dini hari itu, satu orang tewas dan 24 orang lainnya cedera.
Washington menyebut serangan itu hanya menyasar fasilitas dan anggota Kataib Hezbollah. Kelompok itu sudah berulang kali dituding menyerang pasukan AS di Irak.
Bulan lalu, jet tempur AS menyerang pusat operasi serta pusat komando dan kendali Kataib Hezbollah, menyusul serangan rudal balistik jarak pendek milisi pro-Iran terhadap pasukan AS di Pangkalan Udara Al-Assad di Irak barat. Milisi itu juga melancarkan serangan pesawat tak berawak di pangkalan udara yang sama pada Oktober, menyebabkan beberapa personel militer AS mengalami luka ringan.
Baca juga : Milisi Pro-Iran Disebut Pelaku Serangan Pesawat Nirawak ke Kediaman PM Irak
Terkait serangan ke fasilitas dan anggota Kataib Hezbollah, Baghdad menegaskan, AS menyerang pangkalan militer Irak. ”Ini jelas tindakan permusuhan,” demikian pernyataan Pemerintah Irak pada Selasa siang.
Perluasan perang
Pakar geopolitik AS, Ian Bremer, menyebut bahwa serangan itu membuat AS semakin terlibat dalam perang baru di Timur Tengah. Kondisi itu akan menyulitkan AS.
Christopher S Chivvis, peneliti di Carnegie Endowment for International Peace, memperingatkan potensi konflik yang bisa melebar menyusul peristiwa terbaru di Irak dan Suriah. ”Petaka yang terjadi di Gaza akibat perang antara Hamas dan Israel sudah cukup buruk. Akan tetapi, konflik yang lebih besar akan menjadi bencana, tidak hanya bagi masyarakat di seluruh kawasan, tetapi juga bagi AS sendiri dan Israel,” katanya, dikutip dari laman The Guardian.
Sebelum ini, sejumlah pihak cemas Perang Gaza meluas di Timur Tengah. Kekhawatiran semakin meningkat kala pemberontak Houthi di Yaman mulai menyerang kapal-kapal di Laut Merah. Kapal-kapal Israel dan pendukungnya jadi sasaran kelompok sokongan Iran itu.
Houthi juga berulang kali menembakkan rudal dan menerbangkan pesawat nirawak ke arah Israel. Sebagian perangkat serangan itu dicegat sebelum mencapai Israel.
Baca juga : Konflik Hamas-Israel Meluas ke Perairan Laut Merah
Cegatan terbaru diumumkan Mesir pada Selasa. Kairo menjatuhkan dua pesawat nirawak di Dahab. Kota wisata itu terletak di timur laut Sharm el-Sheikh yang berada di tepi Teluk Aqaba. Di ujung teluk itu ada perbatasan Mesir-Israel. Sejak perang Gaza meletus, Mesir sudah beberapa kali mencegat pesawat nirawak yang datang dari Laut Merah.
Selain Mesir, pencegatan juga dilakukan AS dan sekutunya. Bahkan, kini AS menggalang koalisi internasional untuk patroli terkoordinasi di Laut Merah.
Keputusan itu dikhawatirkan meningkatkan potensi konflik terbuka Iran-AS. Selama ini Washington-Teheran berperang melalui kaki tangan masing-masing di kawasan.
Perang Gaza saat ini pun dipandang sejumlah pihak sebagai kepanjangan konflik AS-Iran. Sejumlah kelompok bersenjata di Gaza disokong Iran.
Austin mengatakan, serangan di Irak bukan untuk memperlebar konflik, melainkan sebagai upaya perlindungan terhadap pasukannya dan fasilitas militernya di Irak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali menuding Iran di balik Hamas dan kelompok bersenjata di Gaza. Pada Selasa siang, ia menegaskan, Israel tidak akan menghentikan serbuan ke Gaza sampai Hamas dan kelompok bersenjata lain dihancurkan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani mengatakan kepada media pemerintah bahwa mereka memiliki hak untuk melakukan tindakan balasan atas serangan Israel. ”Iran berhak mengambil tindakan yang diperlukan untuk menanggapi tindakan ini pada waktu dan tempat yang tepat,” ujarnya.
Sementara Menhan Israel Yoav Gallant mengindikasikan, Israel tidak hanya sedang menyerang Gaza. ”Kami sedang berperang di beberapa palagan dan serangan datang dari tujuh kawasan,” katanya.
Ia menyebut Israel sedang diserang dari Gaza, Lebanon, Tepi Barat, Suriah, Irak, Yaman, dan Iran. ”Kami sudah membalas dan bertindak di enam palagan,” ujarnya dalam sidang parlemen Israel. (REUTERS/AFP/AP)