Musnah Mewah karena Diskon Melanda Tas-tas Mahal
Kemewahan sejati tidak pernah menawarkan diskon. Saat potongan harga ditawarkan, kemewahan itu hilang. Kini, sejumlah jenama mewah malah menawarkan potongan harga karena kelebihan barang di gudang.
Dijual tas tangan kecil jenama mewah Gucci Horsebit 1955 seharga 1.690 dollar AS atau sekitar Rp 26 juta untuk yang berbahan kanvas. Untuk yang berbahan kulit, harganya 1.800 dollar AS atau sekitar Rp 28 juta.
Harga itu berlaku di saluran televisi khusus belanja di Amerika Serikat, ShopHQ. Sementara harga yang dipatok di situs resmi penjualan daring Gucci sebesar 2.980 dollar AS atau sekitar Rp 46 juta.
Motif Horsebit merupakan motif ikonik Gucci yang baru saja merayakan ulang tahun ke-70. Motif ini pertama kali diperkenalkan ke publik melalui sepatu pantofel laki-laki pada 1953.
Baca juga: Pasar Barang Mewah Mengandalkan Konsumen China
Sebagian kalangan memandang, tidak pantas apabila tas Gucci Horsebit 1955 dijual di ShopHQ. Sebab, saluran televisi itu identik sebagai tempat penjualan aneka barang kebutuhan sehari-hari. Perasaan tidak pantas juga menjadi karena tas Gucci dijual di bawah harga pasar.
Faktanya, ShopHQ tidak hanya menjual Gucci Horsebit 1955. Saluran itu juga menawarkan sejumlah jenama mewah lain, seperti Burberry, Saint Laurent, Valentino, dan Versace.
Dalam laporan pada 17 Desember 2023, Forbes menulis bahwa bukan masalah jika saluran itu memasarkan produk dari jenama mewah di ShopHQ berupa kosmetik, parfum, atau kacamata. Bukan masalah juga bila saluran itu menawarkan aneka produk aksesori berharga rendah.
Akan mengherankan, menurut Forbes, jika penjualannya berupa tas-tas kulit dari jenama mewah. Penjualan di saluran televisi khusus belanja, apalagi dengan harga diskon, bisa mencoreng reputasi jenama.
Pangkas modal
Modal sosial, berupa sensasi eksklusif yang ditawarkan untuk pemakainya, juga bisa terpangkas. Padahal, sensasi itu salah satu alasan banyak orang tetap membeli produk dari jenama mahal.
Sensasi luntur karena produk itu menjadi terjangkau siapa saja. Dari produk eksklusif yang bisa dibeli di tempat dan orang tertentu menjadi barang yang bisa dibeli di mana saja dan oleh siapa pun.
Baca juga: Perancis Berantas Pasar Barang Palsu
Meski demikian, menurut harian Wall Street Journal, semakin banyak jenama mewah sekarang cenderung beralih ke kanal-kanal diskon yang kurang bergengsi. Sebab, produsen dan distributor kelebihan cadangan.
Kelebihan terjadi karena produsen jenama mewah menggenjot produksi, Hal itu dilakukan dengan harapan permintaan akan terus naik selepas pandemi Covid-19. Apalagi, memang ada semacam balas dendam selepas pandemi. Orang-orang berbelanja dan berpesiar besar-besaran pada akhir 2021 sampai 2022.
Produsen jenama mewah telanjur banyak produksi dan kini menumpuk. Mereka dinilai sudah melanggar aturan utama di pasar barang mewah, di mana permintaan harus selalu lebih tinggi dari penawaran. Bukan sebaliknya.
Ternyata harapan tak seindah kenyataan. Daya beli konsumen belum sepenuhnya pulih seperti sebelum pandemi. Kini, lebih banyak orang yang memilih untuk berhemat karena cemas kondisi perekonomian tidak membaik.
Kecemasan juga ditambah kondisi geopolitik. Belum selesai perang Ukraina, sudah meletus perang Gaza. Prospek penjualan barang mewah terhambat inflasi yang tidak kunjung turun.
Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, pembeli mengetatkan dompet. Di China, harapan pemulihan cepat selepas pandemi tidak kunjung terwujud. Padahal, pelanggan dari China ini yang paling diharapkan akan banyak berbelanja barang mewah.
Baca juga: Elite, Pejabat, dan Jenama Mewah
Dampaknya, harga saham para produsen jenama mahal turun. Harga saham LVMH, Kering, dan Burberry masing-masing turun 12 persen, 23 persen, dan 33 persen sejak awal Agustus lalu.
Biro konsultasi manjemen global, Bain & Company, dalam laporannya, November lalu, menulis pasar barang mewah pribadi akan melambat hingga pertumbuhannya mentok di 4 persen pada 2023. Sebelumnya, sempat naik 22 persen pada 2021-2022.
Lawan hukum
Pakar jenama dan menajemen jenama sekaligus guru besar di sekolah bisnis HEC Paris, Jean-Noël Kapferer, menjelaskan, jenama mewah seharusnya ”anti-hukum pemasaran”. Artinya, jika jenama massal atau mode berbelok ke kanan, jenama mewah harus berbelok ke kiri untuk mempertahankan status jenama mewahnya.
Sebagian ”dosa” yang tidak dapat diampuni dalam pemasaran barang mewah adalah memberikan potongan lain. Pemasaran juga tidak boleh di tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, apalagi saluran televisi untuk pemasaran.
Kapferer mendefinisikan kemewahan sebagai model bisnis yang berbeda dari model mode atau premium. Hal penting dalam keberhasilan model bisnis mewah adalah menjaga pasokan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan permintaan, mempertahankan distribusi yang sangat selektif, dan tidak pernah menjual dengan harga diskon. Aturan itu tidak berlaku dalam model bisnis mode.
”Kemewahan bukanlah versi premium yang lebih mahal, tetapi pola pikir yang benar-benar berbeda. Meski kemewahan sekarang jadi hal yang modis, itu bukan mode,” ujarnya.
Ciri utama model bisnis mode adalah jenama-jenama yang mengejar konsumen sebanyak-banyaknya. Sementara kemewahan menerapkan strategi sebaliknya. Jenama diburu pelanggan.
Jenama mode mampu menjual barang musim lalu di gerai. Sementara jenama mewah tidak bisa begitu. Terlalu banyak produk yang bisa diakses lebih banyak orang memang meningkatkan penjualan. Masalahnya, cara tersebut mematikan modal sosial jenama itu.
Baca juga: Kemewahan Itu Senyap!
Bisnis mode pasaran menghancurkan nilai produknya setiap kali musim berlalu. Sementara jenama mewah yang sejati membangun ikon abadi seperti karya seni yang tidak pernah akan ketinggalan zaman. Nilai produk jenama mewah justru akan terus naik seiring waktu.
Kondisi itu membedakan Hermès, Chanel, dan Louis Vuitton dari banyak perusahaan lain yang mengklaim berstatus mewah walau sebenarnya beroperasi di bawah model bisnis mode. Sebab, produk sebagian perusahaan itu dijual di gerai bebas, bukan butik khusus.
Dalam model bisnis mode yang rapuh, produk dijual dengan cepat. Seiring berjalannya waktu, mode memudar dan produk harus dijual dengan diskon besar-besaran agar stok cepat habis.
Pada jenama mewah, intinya adalah waktu. Kemewahan membutuhkan waktu dan menjual waktu. Jenama-jenama mewah membutuhkan produk-produk kultus yang memenuhi impian pelanggan.
Membeli barang mewah tidak perlu terburu-buru karena produknya akan selalu ada dan harganya akan tetap mahal-mahal juga. Kemewahan sejati tidak pernah menawarkan diskon. Saat potongan harga ditawarkan, kemewahan itu hilang. (REUTERS/AP)