Belum ada kesepakatan internasional soal pengelolaan sampah antariksa. Padahal, penjelajahan antariksa dan peluncuran wahana antariksa sudah berlangsung lebih dari 50 tahun.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — Badan Keselamatan Maritim China mengeluarkan peringatan pada Selasa (26/12/2023). Kapal dan pesawat di sekitar Kepulauan Paracel, Laut China Selatan, diimbau mewaspadai puing-puing roket yang jatuh. Puing itu bagian dari roket Long March 5.
Pada 15 Desember 2023, roket itu diluncurkan dari Pusat Peluncuran Antariksa Wenchang di Hainan. Setelah sepuluh hari, sebagian roket kembali memasuki atmosfer dan jatuh ke sekitar lokasi peluncuran. Lokasi jatuh diperkirakan antara Hainan dan Paracel.
Beijing tidak menyebut secara pasti berapa besar puing yang jatuh. Dalam beberapa kejadian sebelumnya, sebagian puing sebesar mobil.
Bagian yang jatuh biasanya sisi bawah hingga tengah dan samping roket. Di bagian itu mayoritas berupa tangki bahan bakar. Pada mayoritas roket, ruang bahan bakar dilepaskan di tengah penerbangan menuju orbit.
Tidak ada hukum, traktat, atau kesepakatan internasional apa pun yang mengatur soal kembalinya wahana antariksa ke Bumi. Jadi, tidak ada mekanisme hukum apa pun untuk mengatur soal ini secara internasional.
Dalam proses jatuh, sebagian puing itu terbakar di atmosfer. Sebagian lagi tetap meluncur ke daratan atau laut. Ada pula bagian yang melayang di orbit.
Berulang kali
Dengan semakin kerapnya penerbangan antariksa, semakin sering pula puing roket jatuh ke permukaan Bumi. Bukan hanya China, roket-roket milik negara lain juga sering jatuh kembali.
Gravitasi Bumi menarik sebagian puing-puing itu kembali ke permukaan. Jika tarikan gravitasi tidak cukup kuat, puing menjadi sampah antariksa yang mengeliling Bumi. Gravitasi Bumi tidak cukup untuk menarik puing ke permukaan sekaligus tidak cukup lemah untuk melepaskan puing itu menjauh.
Untuk puing yang kembali ke permukaan, sebagian jatuh ke laut. Pada 2020-2023, roket China jatuh di Laut China Selatan, Samudra Hindia, hingga pesisir Afrika.
Roket China antara lain jatuh di pesisir Maladewa. Di Pantai Gading pada 2020, puing roket China merusak sejumlah bangunan. Sementara kala jatuh di laut, penggiat industri maritim dan penerbangan cemas. Sebab, tidak ada kepastian kapan dan di mana roket akan jatuh.
Hal yang jelas, kalau terkena, kerusakannya bisa amat serius. Benda yang melaju pada kecepatan lebih dari 100 kilometer per jam dengan bobot puluhan kilogram hingga beberapa ton bisa amat merusak.
Pengaturan internasional
Pada Juli 2022, Amerika Serikat dan sekutunya marah-marah soal roket China. Sebab, Beijing mengumumkan sisa roket Long March 5B jatuh di Samudra Hindia. Karena tidak punya bahan bakar dan perangkat pengendali, roket itu meluncur tanpa terkontrol. ”Tidak ada negara lain meninggalkan puing roket berbobot setidaknya 20 ton kembali memasuki Bumi tanpa terkontrol,” kata peneliti antariksa pada Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian, Jonathan McDowell.
Direktur Pusat Kajian Puing Kendaraan Antariksa pada Aerospace Corporation Marlon Sorge menyebut bahwa sebenarnya sejak lama ada keprihatinan soal puing wahana antariksa. Dengan fakta berbagai pihak meluncurkan ratusan wahana setiap tahun, jumlah sampah antariksa terus bertambah.
Sayangnya, belum ada kesepakatan internasional soal pengelolaan sampah antariksa. Padahal, penjelajahan antariksa dan peluncuran wahana antariksa sudah berlangsung lebih dari 50 tahun.
”Tidak ada hukum, traktat, atau kesepakatan internasional apa pun yang mengatur soal kembalinya wahana antariksa ke Bumi. Jadi, tidak ada mekanisme hukum apa pun untuk mengatur soal ini secara internasional,” katanya.
Padahal, jumlah peluncuran wahana antariksa terus meningkat dari masa ke masa. Karena itu, komunitas internasional perlu mendorong pengaturan soal hal tersebut. (AP/REUTERS)