AS Tak Lagi Aman dari Nuklir Korut
Sejak Korea Utara berhasil menempatkan Malligyong-1 di orbit Bumi, dunia tak lagi sama. Diperkuat dengan hadirnya rudal balistik antarbenua Hwasong-18, kapabilitas strategis Pyongyang tak lagi bisa dianggap sebelah mata.
Korea Utara membuat kejutan dengan kembali berhasil meluncurkan rudal nuklir terbaru, yaitu Hwasong-18. Rudal diluncurkan dari sebuah lokasi di Korut, Semenanjung Korea, pada Senin (18/12/2023). Rudal tersebut memiliki jangkauan hingga 16.000 kilometer, atau dapat menjangkau kota New York, Amerika Serikat, yang berjarak 10.923 kilometer dari Pyongyang, ibu kota Korea Utara.
Semula jangkauan rudal-rudal Korut diketahui baru bisa menjangkau pangkalan militer AS di Palau di utara Papua dan sekitar Korea Selatan serta Jepang.
Baca juga: Lagi, Korut Luncurkan Rudal yang Mampu Jangkau AS
Berbeda dari rudal sebelumnya, Hwasong-18 diduga mempunyai kemampuan MIRV—mencari lebih dari satu sasaran—karena memiliki beberapa hulu ledak. Hulu ledaknya diperkirakan jenis Thermo Nuklir. Hingga kini teknologi MIRV baru dikuasai oleh AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan China. Pakistan, India, dan Israel diketahui sedang mengembangkan teknologi MIRV.
Dengan teknologi MIRV yang diawali Amerika Serikat tahun 1968 lewat rudal Minuteman III, satu rudal dapat menghantam beberapa sasaran berbeda sekaligus. Kemampuan membawa hulu ledak terbanyak pada rudal MIRV dimiliki Rusia. Rudal-rudal itu dapat mengangkut 6 hingga 12 hulu ledak.
Rudal dengan teknologi MIRV ini membuat lawan kewalahan karena makin sulit dicegat. Dengan rudal biasa, hanya diperlukan satu antirudal untuk menangkalnya. Sementara itu, dengan teknologi MIRV, diperlukan beberapa senjata antirudal untuk menangkal serangan satu rudal.
Teknis serangan rudal dengan teknologi MIRV mirip bom renteng—cluster bomb—sesudah roket pendorong bergantian beroperasi dan mendorong hulu ledak, kemudian pembawa hulu ledak pecah dan tiap-tiap hulu ledak menyasar sejumlah target berbeda dengan kecepatan tinggi.
Baca juga: Hwasongpo-18, Generasi Baru Teknologi Rudal Korut
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan, keberhasilan peluncuran rudal Hwasong-18 menjadi peringatan bagi AS yang kerap disebutnya sebagai kekuatan imperialis. Di sisi lain, keberhasilan itu justru membuat krisis bahaya nuklir di Semenanjung Korea dan Asia Timur meningkat.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dalam rapat kabinet, Selasa (19/12/2023), mengatakan, aliansi AS-Korsel dengan berbasis senjata nuklir akan segera terwujud.
Mengenal Hwasong
Proyek rudal Hwasong-18 sejatinya adalah proyek jangka panjang Pyongyang. Proyek itu diarahkan untuk membangun kemampuan nuklir modern.
Hwasong-18 menggunakan bahan bakar padat dengan tiga tahap pembakaran. Rudal dengan bahan bakar padat lebih cepat peluncurannya dibandingkan dengan rudal berbahan bakar cair.
Dalam uji coba Senin lalu, Hwasong-18 mampu terbang menyusuri lintasan tembaknya selama 74,8 menit, terlama hingga kini. Rudal tersebut kemudian jatuh di sebuah titik di Samudra Pasifik sekitar 1.0001,2 kilometer dari titik awal peluncuran. Analis pertahanan di Korsel memperkirakan banyak kemajuan dicapai sejak uji coba April 2023. Ketika itu rudal Hwasong-18 mencapai ketinggian jelajah 3.000 kilometer.
Baca juga: Korut Intensifkan Latihan Hadapi ”Perang Sungguhan”
”Mesin pendorong ganda dapat mendukung beban 1.000 kilogram. Rudal Hwasong dapat menjangkau daratan Amerika Serikat. Pengembangan rudal tersebut sejalan dengan rencana Kongres Partai Komunis Korea Utara yang ke-8 tahun 2021, yaitu untuk memajukan teknologi senjata nuklir dan daya tangkal Korut. Targetnya membuat rudal dengan kemampuan menjangkau sasaran sejauh 15.000 kilometer,” kata Profesor Kim Dong Yup, Guru Besar Kajian Militer dan Keamanan di Pusat Kajian Korea Utara di Seoul, Korea Selatan.
Ancaman
Wakil Menteri Pertahanan Jepang Shingo Miyake mengatakan, seluruh daratan AS kini dalam jangkauan rudal nuklir Korea Utara. Dalam pantauan Jepang, rudal Hwasong disebutkan mampu terbang dengan ketinggian 6.000 kilometer, dengan jarak 1.000 kilometer sebelum tercebur ke Laut Pasifik di utara Pulau Hokaido (wilayah paling utara Jepang).
Secara teknis, untuk mencapai sasaran di daratan AS, posisi menembak harus lebih mendatar. Untuk uji coba tembakan dengan sudut penembakan lebih mendatar, rudal balistik Korea Utara belum teruji. Hal itu dikuatkan oleh peneliti pertahanan dan analisis militer di International Institute for Strategic Studies, Joseph Dempsey. Ia mengatakan, Korut belum pernah membuktikan kemampuan rudalnya apabila diluncurkan dengan sudut penembakan lebih mendatar.
”Meskipun uji coba untuk pembakaran bahan bakar dan mesin pendorong sudah berhasil baik, cara penembakan dalam uji coba berbeda dengan penembakan rudal balistik antarbenua dalam situasi perang. Ini mencakup juga soal daya tahan hulu ledak nuklir pada rudal ketika roket tersebut kembali bergesekan memasuki atmosfer bumi (terjadi gesekan memicu panas ekstrem) dan juga akurasi rudal untuk menjangkau sasaran yang lebih jauh,” kata Dempsey.
Baca juga: Korut Siap Serang AS dan Korsel
Meskipun demikian, Jeffrey Lewis, Guru Besar pada Pusat Pembatasan Senjata James Martin di Pusat Studi Internasional Middlebury, Inggris, mengatakan, uji coba Hwasong terakhir menunjukkan teknologi rudal Korut makin maju.
”Ini merupakan catatan keberhasilan ketiga kalinya. Walau pernah mengalami kegagalan dalam uji coba rudal, terbukti Korea Utara mampu membuat dan mengoperasikan peluru kendali. Ini juga membuktikan Korea Utara memiliki kemampuan serangan nuklir strategis,” kata Lewis.
Leif Eric Leasley, Guru Besar di Universitas Ewha di Seoul, Korea Selatan, mengatakan, peluncuran rudal tersebut menunjukkan kemajuan teknologi rudal Korea Utara, tetapi masih ada kekurangan pengetahuan di bidang pengaturan sudut penembakan (trajectory). ”Yang signifikan dari uji coba kali ini adalah membuktikan kemajuan teknologi dan diplomasi dengan memiliki rudal baru tersebut,” kata Leasley.
Lebih maju
Teknologi rudal dengan bahan bakar cair relatif lebih mudah dikuasai. Berbeda dengan rudal dengan bahan bakar padat. Teknologi lebih rumit, tetapi memberikan keunggulan karena stabil dan dapat berpindah tempat dengan mudah untuk menghindari deteksi lawan, serta proses peluncuran dapat dilakukan dalam bilangan beberapa menit saja.
Berbeda dengan rudal berbahan bakar cair yang butuh waktu berjam-jam untuk persiapan penembakan. Kondisi itu membuat rudal berbahan bakar cair rentan dideteksi dan dihancurkan oleh musuh.
Keberhasilan Korut dalam proyek Hwasong-18 membuat mereka memiliki senjata rudal antarbenua setara dengan AS, Inggris, dan Perancis. Data dari uji coba tersebut menjadi pijakan bagi para ahli roket Korut meningkatkan kemampuan peluru kendali strategis. Korut dicurigai menerima pasokan teknologi senjata dari Rusia dengan imbalan mengirimkan senjata konvensional demi mendukung operasi militer Rusia di Ukraina.
Sepanjang tahun 2023, Korut sudah meluncurkan 20 rudal balistik, termasuk empat rudal balistik antarbenua. Diketahui, Korut menembakkan rudal Hwasong-17 yang berbahan bakar cair pada Maret 2023. Rudal Hwasong-17 pertama kali dimunculkan kepada publik tahun 2022. Ketika itu Korut untuk pertama kali mengadakan uji coba penembakan rudal jarak jauh.
Terbelah
Terkait dengan uji coba Hwasong-18, sikap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terbelah. China dan Rusia terus mengupayakan meringankan beban sanksi terhadap Korut karena menyengsarakan rakyat Korut. Adapun beberapa anggota Dewan Keamanan PBB mengingatkan resolusi tahun 2017 untuk mengambil tindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan Pyongyang. Duta Besar Korut di PBB Kim Song mengatakan, di Dewan Keamanan PBB, pemerintahnya berhak mempertahankan diri dan menyalahkan kebijakan bermusuhan yang diambil AS dan sekutu terhadap Korut. Sejak tahun 2022, Korea Utara sudah mengadakan lebih dari 100 kali uji coba rudal balistik. Uji coba itu melanggar larangan PBB. (AP/Reuters)