Militer Israel mengatakan menyelidiki alasan ketiga sandera bisa berada di medan pertempuran.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TEL AVIV, SABTU — Militer Israel mengakui mereka salah menembak mati tiga warga Israel yang disandera oleh Hamas di Gaza. Situasi pertempuran yang kacau mempersulit tentara Israel mengenali kawan dan lawan, padahal Israel bermaksud melancarkan serangan presisi.
Kecelakaan itu diumumkan oleh Juru Bicara Militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari di Tel Aviv, Sabtu (16/12/2023). ”Lokasi kejadian di Shijaiyah di Gaza. Pasukan Israel terlibat pertempuran sengit berhari-hari dengan Hamas. Di tengah situasi itu, pasukan khilaf mengidentifikasi ketiga sandera sehingga melepas tembakan,” ujarnya.
Teori sementara, lanjut Hagari, ketiga sandera itu berhasil melarikan diri dari tawanan Hamas atau justru ditinggalkan di tengah arena pertempuran. Militer Israel masih menyelidiki penyebab ketiga orang itu berada di tengah-tengah pertarungan Israel-Hamas. Hagari mengutarakan belasungkawa atas musibah tersebut.
Ketiga sandera itu diidentifikasi sebagai tiga pemuda yang diculik dari wilayah Israel di dekat Gaza. Mereka adalah Yotam Haim (28), Samer Al-Talalka (25), dan Alon Shamriz (26). Dalam serangan 7 Oktober, Hamas menculik 240 orang sandera. Sebagian sudah dibebaskan dan sebagian lagi menunggu penyelamatan.
Ini alasan pasukan Israel menyerbu Gaza karena mereka meyakini para sandera disekap di jaringan terowongan bawah tanah yang dibangun oleh Hamas. Akibat penyerbuan itu, 18.700 warga Gaza tewas yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Dari sisi Israel, 1.200 orang tewas akibat serangan Hamas. Di Tepi Barat, 275 warga Palestina tewas di tangan warga Israel yang bertindak agresif.
Serangan Israel terus menggempur Khan Younis dan memasuki Rafah, wilayah Gaza selatan yang berbatasan dengan kota Rafah di Mesir. Israel sebelumnya mengatakan bahwa mereka hanya menyerang Gaza utara, tetapi dalih mendongkel Hamas menjadi alasan menyerbu Gaza selatan, sementara warga hampir tidak mempunyai tempat berlindung.
Para wartawan yang melaporkan dari lapangan turut menjadi korban. Menurut laporan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), total ada 64 wartawan tewas yang terdiri dari 57 wartawan Palestina, 4 wartawan Israel, dan 3 wartawan Lebanon.
Korban tewas terbaru adalah juru kamera televisi Al-Jazeera, Samer Abu Daqqa, yang dihantam rudal ketika meliput bersama rekannya, Wael Dahdouh. Adapun Dahdouh kehilangan istri dan ketiga anaknya dalam serangan Israel bulan lalu.
Pertemuan Sullivan
Penasihat Keamanan Gedung Putih Jake Sullivan tiba di Ramallah, Tepi Barat, untuk bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Amerika Serikat menginginkan penguatan Pemerintah Palestina agar hanya ada satu. Saat ini, Abbas memerintah di Tepi Barat, sementara Gaza di bawah kuasa Hamas.
Menurut AS, selama ada Hamas, tidak akan ada Palestina bersatu. Pemerintah Palestina yang resmi sepatutnya berkuasa atas Tepi Barat dan Gaza. Pasukan Palestina di Tepi Barat yang dilatih oleh AS dianggap sudah bisa menjadi bibit tentara nasional Palestina.
Keinginan AS ini menghadapi tantangan karena Abbas (88) tidak populer di kalangan rakyat Palestina. Menurut jajak pendapat, 90 persen responden di Tepi Barat dan Gaza menginginkan Abbas mundur. Simpati masyarakat kepada Hamas justru meningkat. Oleh sebab itu, belum diketahui niat AS mereformasi pemerintahan Palestina diikuti niat mengganti presiden.
Sullivan juga ke Israel guna bertemu dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Ia meminta Israel untuk segera menyelesaikan pertempuran karena AS resah dengan jumlah korban sipil yang terus bertambah. Gallant menjawab bahwa pertempuran ini bisa memakan waktu berbulan-bulan lagi.
Presiden AS Joe Biden mengeluarkan peringatan agar Israel mengendalikan kejahatan oleh warga sipilnya terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Menurut Biden, ia tidak akan mengizinkan warga Israel yang terbukti menyerang warga Palestina di Tepi Barat visa untuk berkunjung, apalagi tinggal di AS.