Karpet Merah untuk Wisatawan Mancanegara
Pascapandemi Covid-19, banyak negara menggenjot sektor pariwisata dengan menawarkan beragam kemudahan bagi pelancong asing. Semua demi cuan yang akan mendorong roda perekonomian.
Industri pariwisata berangsur-angsur pulih ke kondisi sebelum pandemi Covid-19. Ini berkat meningkatnya jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di seluruh dunia setelah banyak negara mencabut kebijakan pembatasan terkait pandemi dan membuka diri kembali. China yang terkenal dengan kebijakan pembatasan superketat menjadi negara terakhir di dunia yang membuka pintunya kembali pada wisatawan asing, Maret 2023.
Baca juga: Kota-kota Termurah di Dunia
Menyadari perekonomiannya melemah, salah satunya karena anjloknya sektor pariwisata selama pandemi, China menggenjot jumlah pelancong asing dengan menawarkan berbagai kemudahan akses. Bentuknya antara lain mempermudah proses pengurusan visa, menurunkan biaya visa, memberlakukan visa elektronik (e-visa), digitalisasi proses sebelum bepergian, atau memberikan bebas visa pada negara-negara tertentu. Hal serupa dilakukan banyak negara lain.
Laporan Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) pada November 2023 menyebutkan, situasi pariwisata internasional pada akhir tahun ini hampir mendekati kondisi sebelum pandemi, yakni sekitar 91 persen. Data terbaru menunjukkan sekitar 975 juta wisatawan mancanegara (wisman) bepergian pada periode Januari-September 2023. Jumlah ini meningkat 38 persen dibandingkan periode yang sama pada 2022.
Berbagai destinasi wisata dunia rata-rata menerima 22 persen wisman lebih banyak pada kuartal III-2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Padahal, pada periode itu, belahan Bumi utara sedang didera musim panas menyengat.
Banyaknya wisman yang datang meningkatkan penerimaan pariwisata internasional. Diperkirakan jumlahnya bisa mencapai 1,4 triliun dollar AS pada akhir tahun ini. Pada 2019, penerimaannya sekitar 1,5 triliun dollar AS.
Semakin banyak wisman China berbelanja, semakin cepat pulih perekonomian domestik.
Dari semua negara di dunia, negara-negara di Timur Tengah tahun ini menjadi satu-satunya kawasan yang melampaui tingkat kedatangan wisman 2019. Kunci keberhasilannya adalah adanya fasilitasi visa, pengembangan destinasi baru, investasi pada proyek-proyek baru terkait pariwisata, dan penyelenggaraan acara-acara besar.
Eropa yang menjadi tujuan wisata terbesar di dunia (56 persen dari total wisman dunia) juga kembali pulih berkat wisman yang kebanyakan dari Amerika Serikat. Begitu pula dengan Afrika Selatan. Hanya Asia dan Pasifik yang masih tertahan di rata-rata 62 persen dari tingkat sebelum pandemi. Ini karena kawasan ini relatif lambat membuka pintunya kembali untuk perjalanan internasional.
Salah satu contohnya China. Pada 2019, China merupakan negara keempat yang paling banyak dikunjungi di dunia dengan 66 juta wisman dengan pendapatan 900 miliar dollar AS. Namun, pada 2022 China tak lagi masuk dalam daftar 10 besar negara yang paling banyak dikunjungi. Begitu pula dengan Thailand yang dulu menjadi negara kedelapan paling banyak dikunjungi dengan 40 juta wisman pada 2019.
Baca juga: ”Golden” Visa Karpet Merah untuk Investor Asing, Pengawasan Diperketat
Untuk mempercepat pemulihan, China memberlakukan kebijakan perjalanan bebas visa antara lain kepada Malaysia dan beberapa negara di Eropa, seperti Perancis, Jerman, Italia, Belanda, dan Spanyol, pada 1 Desember 2023. Hasilnya, sekitar 7.000 wisman dari total 18.000 wisman datang dari negara-negara tersebut. Jumlah wisatawan rata-rata harian dari negara-negara itu naik 39 persen pada tiga hari pertama Desember dibandingkan hari terakhir bulan November.
China juga mempermudah kedatangan orang asing. Pemohon visa hanya perlu melaporkan riwayat perjalanan selama setahun, bukan lima tahun seperti aturan sebelumnya. Dulu pemohon visa harus melaporkan seluruh latar belakang pendidikannya. Kini mereka hanya perlu menyebut pendidikan tertinggi untuk mempersingkat waktu pengisian dan proses pengajuan visa.
Bebas visa
Thailand memberlakukan bebas visa, spesifik bagi wisman dari China, Kazakhstan, India, dan Taiwan. Itu pun hanya berlaku sementara, mulai 25 September 2023 sampai 29 Februari 2024. Bebas visa sementara ini memberikan masa tinggal 30 hari untuk setiap kali masuk.
Alasan Thailand memilih China sebagai target utama karena lebih dari 10 tahun wisman dari China mendominasi wisatawan ke Thailand. Jumlahnya hampir 11 juta pada 2019 dan menyumbang 27,6 persen dari seluruh kedatangan wisman sebelum pandemi.
Kebijakan ini diambil karena Thailand khawatir jumlah wisman China mungkin tidak akan mencapai target awal sebanyak 5 juta wisman gara-gara persyaratan visa yang ketat. Selama enam bulan pertama tahun 2023, hanya ada 1,4 juta wisman dari China. Wisman dari China menjadi incaran banyak negara karena mereka termasuk wisatawan yang paling gemar berbelanja dibandingkan wisatawan dari negara lain.
Menurut data Kementerian Pariwisata dan Olahraga Thailand, perekonomian Thailand merosot selama pandemi karena industri pariwisatanya terpuruk. Pada 2019, sekitar 40 juta wisman datang dan pemerintah mendapat penghasilan sekitar 1,9 triliun baht (Rp 827 triliun). Pada 2021, jumlahnya anjlok lebih dari 99 persen.
Baca juga: Pariwisata Dunia Bangkit, tetapi Belum Sepenuhnya Pulih
Pada tujuh bulan pertama tahun ini, sebanyak 15 juta wisman berkunjung ke Thailand. Pemerintah berencana menarik 28 juta wisman yang bisa menghasilkan pendapatan pariwisata 1,4 triliun baht (Rp 609 triliun) pada akhir 2023. Thailand menyadari industri pariwisata adalah satu-satunya mesin ekonomi yang tersisa yang bisa digerakkan untuk menghasilkan pendapatan dengan cepat.
Sama seperti Thailand, Korea Selatan juga berfokus pada potensi wisman China. Harian The Korea Herald, 4 September 2023, menyebutkan, Korsel berambisi menarik 2 juta wisman China setiap tahun karena akan meningkatkan produk domestik bruto sebesar 0,16 persen.
Dengan target itu, jumlah penerbangan Korsel-China dan pelabuhan kapal pesiar ditambah. Kebijakan pengembalian pajak, terutama di gerai-gerai kecantikan dan apotek dikurangi dari 30.000 won menjadi 15.000 won.
Paket wisata premium seperti paket wisata medis serta paket wisata konferensi serta pameran diperbanyak. Paket wisata medis itu menggabungkan prosedur bedah kosmetik dan nonbedah untuk wisman muda serta pemeriksaan kesehatan bagi wisman lanjut usia.
Baca juga: Pemerintah Evaluasi Kebijakan Bebas Visa untuk 159 Negara
”Semakin banyak wisman China berbelanja, semakin cepat pulih perekonomian domestik. Dengan meningkatnya popularitas K-culture secara global, kami akan sepenuhnya meningkatkan K-tourism bagi wisman China,” kata Wakil Menteri Kedua Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korsel Jang Mi-ran.
Waktu tinggal
Memperpanjang masa tinggal juga dapat memacu pengeluaran pariwisata. Malaysia, misalnya, memperpanjang masa tinggal bagi warga Hong Kong menjadi 90 hari dari semula 30 hari. Sementara Vietnam merevisi masa tinggal bebas visa menjadi 45 hari dari semula 15 hari untuk negara-negara tertentu. Korsel juga menyederhanakan prosedur masuk dan memberi izin tinggal hingga 30 hari untuk mendongkrak pariwisata dan belanja dalam negeri.
Jepang mengambil langkah ”lebih berani” dengan rencana mengizinkan pengusaha asing tinggal di Jepang selama dua tahun meski belum ada tempat usaha atau belum menanamkan investasi apa pun. Situs Nikkei, 30 Oktober 2023, menyebutkan, kebijakan ini untuk membantu mereka memulai bisnisnya dengan meringankan persyaratan tempat tinggal. Nantinya langkah ini sekaligus mendorong perekonomian Jepang dengan menyuntikkan talenta internasional.
Peraturan yang ada saat ini mengharuskan orang asing untuk mendapatkan tempat usaha dan setidaknya dua karyawan tetap atau sudah berinvestasi sebesar 5 juta yen untuk mendapat izin tinggal usaha. Ini yang dianggap menakutkan bagi perusahaan rintisan yang bisa saja tidak menghasilkan keuntungan.
Baca juga: Jepang Protes China Soal Penangguhan Visa
Masa tenggang dua tahun itu akan memungkinkan pengusaha fokus mengembangkan bisnis. Jepang menempati peringkat ke-21 dari 24 negara dalam hal daya tarik sebagai tujuan calon pendiri usaha rintisan. Ini karena hambatan bagi orang asing untuk memulai bisnis di Jepang masih terlalu tinggi. Salah satunya kendala bahasa.
Taiwan juga memberikan kemudahan bagi pelancong atau pebisnis dari Asia Tenggara dengan masa tinggal selama 14 hari. Masa berlakunya selama tiga bulan dan dapat digunakan untuk berkali-kali keluar masuk Taiwan.
Sejak 2010, Taiwan mengeluarkan mekanisme e-visa (bebas visa bersyarat). Setiap bulan, terdapat sekitar 5.000 warga Indonesia yang memakai e-visa untuk masuk ke Taiwan dengan syarat membawa paspor lama dan visa referensi.
Kepala Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taiwan (TETO) John Chen mengatakan, jumlah warga Indonesia yang tinggal di Taiwan mencapai 400.000 orang karena sering ada pertukaran tenaga kerja dan pelajar. ”Taiwan juga memiliki sumber daya medis berkualitas tinggi dan terjangkau, serta mendapat pengakuan internasional sebagai lingkungan ramah Muslim. Taiwan secara bertahap menjadi pilihan pertama dalam perawatan medis dan pariwisata di kalangan masyarakat menengah dan atas Indonesia,” ujarnya. (REUTERS/AP)