Tiktok Tak Redup di Bawah Sentimen Anti-China di AS dan Eropa
Tiktok memenangi gugatan dalam kasus pelarangan platform media sosial itu di Negara Bagian Montana, AS. Di Eropa, mereka menepis tudingan pencurian data dengan membangun pusat data di Irlandia dan Norwegia.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
Tiktok tak redup di bawah sentimen anti-China, yang digaungkan di negara-negara Barat. Di Amerika Serikat, aturan yang melarang Tiktok di Negara Bagian Montana ditangguhkan. Sementara di Eropa, untuk pertama kalinya, Tiktok membangun tiga pusat data sekaligus untuk menepis kecurigaan pencurian data.
Penangguhan larangan Tiktok itu diputuskan pada Kamis (30/11/2023) oleh Hakim Distrik AS, Donald Molloy. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pelarangan itu dianggap tak sesuai dengan Amendemen Pertama Konstitusi AS tentang kebebasan berbicara.
”Meskipun ada upaya negara untuk mempertahankannya sebagai undang-undang perlindungan konsumen, tak ada keraguan bahwa Badan Legislatif dan Jaksa Agung Montana lebih tertarik untuk menargetkan peran nyata China di Tiktok daripada melindungi konsumen Montana,” tulis Molloy dalam pernyataan pembukaannya seperti dikutip sejumlah media, Sabtu (2/12/2023).
Montana pada Mei 2023 menjadi negara bagian pertama di Amerika Serikat yang melarang media sosial Tiktok sepenuhnya di seluruh wilayah. Keputusan pelarangan Tiktok ditandatangani oleh Gubernur Montana Greg Gianforte, 17 Mei 2023. Saat itu ia menyebut, tindakan pelarangan tersebut ”untuk melindungi data pribadi dan informasi personal sensitif milik warga agar tidak dipanen Partai Komunis China”.
Aturan baru di Montana ini melarang pengunduhan Tiktok di seluruh negara bagian. Pihak mana pun yang menawarkan akses atau pengunduhan Tiktok akan didenda 10.000 dollar AS (sekitar Rp 148 juta) per hari. Hukuman ini tidak diterapkan pada individu.
Aturan yang diajukan Badan Legislasi Negara Bagian Montana itu menuai kontroversi. Aturan itu dinilai sarat sentimen anti-China. Berdasarkan aturan tersebut, Apple dan Google harus menghapus Tiktok dari toko aplikasi mereka. Sementara bagi masyarakat pengguna Tiktok, tidak ada ancaman sanksi.
Larangan tersebut rencananya akan resmi berlaku pada 1 Januari 2024. Perusahaan pengelola Tiktok langsung menggugat pada 23 Mei 2023.
Upaya itu berbuah penangguhan aturan, hanya sebulan sebelum aturan resmi berlaku. Keputusan penangguhan aturan ini dinilai sebagai kemenangan bagi perusahaan teknologi yang berbasis di Beijing, China, itu.
Juru bicara TikTok, Jamal Brown, mengatakan, perusahaannya menyambut baik keputusan tersebut. ”Hakim menolak undang-undang inkonstitusional ini. Ratusan ribu warga Montana dapat terus mengekspresikan diri, mencari nafkah, dan menemukan komunitas di Tiktok,” katanya.
Tudingan pencurian data
Oleh negara Barat, aplikasi berbagi video, TikTok, sudah lama dicurigai terkait kemampuan aplikasi itu untuk mengumpulkan data intelijen dan pencurian data pribadi. Pemerintah negara-negara Barat berulang kali menyatakan kekhawatiran bahwa Tiktok dapat digunakan untuk mengumpulkan data sensitif untuk diserahkan ke Pemerintah China.
Dampaknya, aplikasi itu sudah dilarang di perangkat pemerintah di AS, Kanada, dan beberapa negara di Eropa. Lebih dari separuh negara bagian AS dan pemerintah federal AS juga telah melarang Tiktok dalam perangkat resmi pemerintah.
Sejauh ini belum ada bukti apa pun tentang praktik data yang diduga berbahaya di Tiktok. (Donald Molloy)
Kekhawatiran itu salah satunya didasari oleh UU China yang memungkinkan sebuah perusahaan membantu mengumpulkan informasi intelijen untuk pemerintah. ”Sejauh mana China mengendalikan Tiktok dan memiliki akses terhadap data penggunanya menjadi inti kontroversi ini,” tulis Hakim Molloy.
Namun, kata Molloy, sejauh ini belum ada bukti apa pun tentang praktik data yang diduga berbahaya di Tiktok. Ia juga memberi catatan bahwa sebelum menggunakan aplikasi itu pun, para pengguna Tiktok telah setuju pada kebijakan pengumpulan data yang diterapkan perusahaan.
Terkait hal tersebut, kelompok advokasi hak privasi digital di AS, American Civil Liberties Union (ACLU) Cabang Montana dan Electronic Frontier Foundation, mendukung penangguhan aturan pelarangan Tiktok di Montana.
”Para pemimpin politik negara bagian ini telah menginjak-injak kebebasan berpendapat ratusan ribu warga Montana yang menggunakan aplikasi tersebut untuk mengekspresikan diri, mengumpulkan informasi, dan menjalankan bisnis kecil mereka atas nama sentimen anti-China,” kata Direktur Kebijakan ACLU Montana Keegan Medrano.
Namun, sebanyak 18 jaksa agung Montana, yang didominasi dari Partai Republik itu, mendukung pelarangan Tiktok. Mereka meminta hakim membiarkan UU tetap diterapkan. Jaksa Agung Negara Bagian Montana Christian Corrigan berpendapat bahwa UU itu bukanlah pernyataan kebijakan luar negeri, melainkan menjawab keprihatinan yang serius mengenai privasi data.
Di sisi lain, pakar keamanan siber mengatakan, apabila jadi diberlakukan pun, penerapan larangan itu akan sulit.
Proyek Semanggi
Di Eropa, Tiktok meluncurkan Project Clover (Proyek Semanggi). Tujuannya untuk menepis kecurigaan Barat soal pencurian data. Project Clover adalah rancangan untuk melokalisasi data pengguna Eropa tetap di Eropa.
Data pengguna Eropa nantinya akan dipindahkan dari pusat data di China ke pusat-pusat data di Eropa. Ini untuk pertama kali Tiktok membangun pusat data (data center) di benua tersebut. Tiga pusat data disiapkan, yaitu dua di Irlandia dan satu di Norwegia.
Pihak Tiktok menyatakan, saat ini informasi data pengguna Eropa mulai ditransfer ke pusat data di Dublin, Irlandia, pada September 2023. Dua pusat data lagi, satu lagi di Irlandia dan satu lagi di Norwegia, sedang dibangun.
”Semua kontrol dan operasi ini dirancang untuk memastikan bahwa data pengguna kami di Eropa dilindungi dalam perlindungan yang dirancang khusus, serta hanya dapat diakses oleh karyawan yang disetujui dengan pengawasan dan verifikasi independen yang ketat,” kata Wakil Presiden Kebijakan Publik Tiktok untuk Eropa, Theo Bertram, dalam sebuah postingan blog.
Seperti dikutip media yang berafiliasi dengan partai penguasa China, Global Times, pengamat China, Bao Jianyun, menyambut baik pembatalan pelarangan Tiktok di China. Kebijakan ini diperkirakan akan memberikan dampak nyata pada hubungan China-AS.
”Putusan pengadilan menunjukkan bahwa warga AS yang berakal sehat mengakui bahwa pendekatan Pemerintah AS ini merugikan kepentingan rakyat AS dan bertentangan dengan tren kerja sama internasional dan saling menguntungkan,” kata Bao, yang menjabat Direktur Pusat Studi Ekonomi Politik Internasional di Universitas Renmin China.
Ia menyerukan agar AS menghentikan tindakan-tindakan keras yang tidak masuk akal terhadap perusahaan-perusahaan China. (AP/REUTERS)