Hong Kong, Kaki Naga yang Berambisi Cengkeram Separuh Dunia
Hong Kong, yang dulunya kampung nelayan, tumbuh menjadi kota pelabuhan peti kemas dan bandara kargo tersibuk di dunia.
Sebuah kapal kayu dengan layar merah melintas di selat sempit yang memisahkan Pulau Hong Kong dan Semenanjung Kowloon. Kapal kuno itu kontras dengan lanskap sekitar yang serba modern dan penuh gedung pencakar langit.
Kapal yang disebut junk boat itu serpihan dari sejarah Hong Kong yang pada masa lalu adalah kampung nelayan. Kini, junk boat tak lagi dipakai untuk mengangkut ikan, tetapi untuk mengangkut turis dari berbagai penjuru dunia.
Kota yang terletak di bagian selatan China itu menjadi gerbang ke ”Negeri Tirai Bambu”. Menurut Kepala Bidang Transportasi dan Industri InvestHK Lam King Chung, keunggulan geografi adalah faktor utama yang mengubah Hong Kong dari kampung nelayan menjadi kota pelabuhan raksasa.
”Lokasi yang strategis adalah segalanya. Kami juga dianugerahi perairan yang tenang dan dalam secara alami,” kata Lam di sela-sela acara Hong Kong Maritime Week, Rabu (22/11/2023).
Selat antara Pulau Hong Kong dan Semenanjung Kowloon itu menjadi tempat berlindung kapal-kapal saat badai yang rentan menyerang pesisir tenggara China pada musim panas. Ramainya kapal dagang yang singgah di sana membuat perekonomian Hong Kong tumbuh pesat sejak abad ke-19.
Keunggulan geografis itu kemudian didukung sistem pajak yang simpel dan kompetitif. ”Itu adalah senjata rahasia kami untuk menarik investasi,” ujar Lam.
Pemerintah (Special Administrative Region/SAR) Hong Kong menarik pajak sebesar 16,5 persen dari keuntungan korporasi yang berinvestasi di sana. Pajak tak akan ditarik sebelum perusahaan meraih keuntungan.
Dari total 10.339 perusahaan yang beroperasi di Hong Kong pada 2022, sekitar 87 persen merupakan investasi asing. Selain karena menjadi gerbang masuk ke daratan China, banyak perusahaan memilih Hong Kong menjadi markas operasi karena lokasinya berada di jantung Asia Pasifik.
”Jika kawasan Asia Pasifik diibaratkan sebagai sebuah gunung, Hong Kong adalah selternya. Agar dapat mendaki sampai puncak, orang harus mendirikan camp di selter,” ucap Lam.
Jalur laut dan udara
Chief Executive Hong Kong John Lee Ka-chiu, Senin (20/11/2023), mengatakan, industri maritim amat penting karena 90 persen lalu lintas barang di kota itu bergantung pada transportasi laut. Sektor maritim juga menghasilkan pendapatan domestik bruto (PDB) 110 miliar dollar Hong Kong dan menyerap 78.000 tenaga kerja.
Pada 2022, bongkar muat di pelabuhan kargo Hong Kong mencapai 17 juta TEUs (unit ekuivalen 20 kaki), peringkat 10 besar di dunia. Hong Kong juga menjadi markas lebih dari 1.100 perusahaan maritim.
Selain dominan di industri maritim dunia, Hong Kong juga merupakan raksasa kargo udara. Bandara Internasional Hong Kong menjadi bandara kargo tersibuk di dunia, pada 2022 menangani 1,12 juta ton kargo.
Tak berhenti di situ, Hong Kong berambisi menjadi jembatan utama perdagangan China dan negara di Asia Pasifik. Perekonomian di Asia Pasifik diprediksi bakal menjadi penentu karena separuh penduduk dunia ada di kawasan itu.
Untuk mencapai tujuan itu, Hong Kong berupaya memperkuat industri maritim dengan menggandeng kota-kota pelabuhan lain di China bagian selatan. Hong Kong, Makau, dan Guangdong membentuk kawasan ekonomi Greater Bay Area (GBA).
”Penduduk di GBA jumlahnya 86 juta jiwa, dan kawasan ini memiliki PDB yang dapat menyaingi negara dengan perekonomian terbesar ke-10 di dunia,” kata John.
Pada 2017, Pemerintah China selesai membangun jembatan 55 kilometer yang menghubungkan Hong Kong dan Makau. Selain itu, mereka juga telah membangun pelabuhan di Dongguan untuk mempercepat arus barang dari wilayah industri di Guangdong menuju bandara kargo di Hong Kong.
Baca juga: Refleksi 25 Tahun Hong Kong Bergabung dengan China
Angin perubahan
Wakil Ketua Komite Nasional Konferensi Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPPCC) Leung Chung-yin mengatakan, kapal-kapal dagang adalah nadi perekonomian dunia. Namun, situasi geopolitik yang belakangan semakin tidak pasti telah menghambat hal itu.
Perubahan adalah hal yang pasti. Seperti kata pepatah, kita tak bisa mengubah arah angin, yang kita bisa adalah menyesuaikan layar kapal. (Lam King Chung)
Perang di Palestina dan Ukraina disebut telah mengganggu kestabilan geopolitik dunia. Perdagangan internasional terganggu dan globalisasi mengalami kemunduran.
Leung mendesak agar perdagangan internasional tidak dikorbankan demi kepentingan politik. ”Biarkan kapal-kapal dagang menjalankan perannya sebagai nadi perekonomian seperti yang telah berlangsung selama ribuan tahun,” katanya.
Dalam pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di San Francisco pada 15 November, Presiden China Xi Jinping menyatakan, kompetisi di antara dua negara terkuat di dunia itu tidak akan menguntungkan siapa pun. Sebenarnya, dunia ini cukup luas untuk mengakomodasi kepentingan China dan AS.
Selain persoalan geopolitik, angin perubahan di industri maritim juga bertiup kencang akibat krisis iklim. Sekretaris Transportasi dan Logistik Hong Kong Lam Sui Hung mengatakan, peralihan dari bahan bakar fosil ke bahan bakar ramah lingkungan harus segera dilakukan.
Organisasi Maritim Internasional (IMO) menargetkan emisi nol bersih pada 2050. Sejalan dengan itu, untuk mengurangi polusi, pelabuhan di Hong Kong mengubah crane dari yang sebelumnya ditenagai mesin diesel menjadi listrik.
”Perubahan adalah hal yang pasti. Seperti kata pepatah, kita tak bisa mengubah arah angin, yang kita bisa adalah menyesuaikan layar kapal,” ujar Lam.
Jika China sering diibaratkan sebagai ”Sang Naga”, posisi Hong Kong kini bak kaki dan cakarnya. Kota pelabuhan itu menjadi sarana strategis ”Negeri Tirai Bambu” untuk mengokohkan cengkeraman ekonominya di Asia Pasifik dan juga dunia.
Baca juga: Biden-Xi Mengatur ”Benci tapi Rindu” di Bibir Pasifik