Menjelajah Desa-desa Terbaik di Dunia
Sebagai alternatif, liburan di desa-desa justru menawarkan pengalaman liburan yang unik dan otentik.
Liburan akhir tahun di New York, Tokyo, atau Praha terdengar menarik, tetapi sepertinya sudah terlalu biasa. Sebagai alternatif, liburan di desa-desa justru menawarkan pengalaman liburan yang unik dan otentik. Tentunya, desa-desa itu bukan desa sembarang desa, tetapi desa-desa terbaik di dunia.
Sejak tiga tahun terakhir, Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) membuat daftar desa-desa terbaik di dunia. Tahun 2023, sebanyak 55 desa dinobatkan sebagai desa-desa terbaik versi UNWTO.
Dikutip dari situs resmi UNWTO, penilaian itu didasarkan pada upaya desa dalam melestarikan bentang alam, keanekaragaman budaya, nilai-nilai lokal, dan tradisi kuliner mereka. Selain itu, masih delapan penilaian lainnya yang mencakup kesejahteraan masyarakat, pelestarian lingkungan, dan kesetaraan jender.
Baca juga: Kembali ke Desa Wisata
”Pariwisata bisa menjadi daya yang kuat untuk inklusivitas, pemberdayaan komunitas lokal, dan pemerataan keuntungan di seluruh kawasan. Inisiatif ini memberikan pengakuan pada desa-desa yang telah memanfaatkan pariwisata sebagai katalis bagi pembangunan dan kesejahteraan mereka,” kata Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Pololikashvili, sebagaimana dikutip laman resmi UNWTO.
Sejumlah negara di Eropa seperti Italia, Swiss, Spanyol, dan Portugal langganan dalam merebut gelar desa-desa terbaik itu. Salah satunya tahun ini adalah Morcote, desa kuno di pinggir Danau Ceresio, Swiss. Begitu cantiknya desa itu hingga dijuluki sebagai desa tercantik di Swiss.
Pariwisata bisa menjadi daya yang kuat untuk inklusivitas, pemberdayaan komunitas lokal, dan pemerataan keuntungan di seluruh kawasan
Dari sisi sejarah, Morcote begitu kaya akan narasi selama jutaan tahun, dari era dinosaurus, manusia purba neandherthal, hingga era-era selanjutnya. Kekayaan sejarah ini telah memperoleh pengakuan UNESCO atas beragam warisan alam dan budaya yang terus lestari. Danau Ceresio begitu indah dan kaya akan kandungan fosil prasejarah.
Selama lebih dari 1.000 tahun desa ini mempunyai peran penting dalam perlintasan utara-selatan di kawasan itu. Banyak penginapan dan hotel di sana menggunakan bangunan-bangunan antik di pinggir danau.
Deretan bangunan berusia ratusan tahun di pinggir Danau Ceresio semakin membuat pemandangan dan lanskap Morcote bak lukisan. Karya-karya arsitek terkenal yang telah diakui dunia, sebut saja Fontana, Borromini dan Fossati bersaudara, berjejer di bibir danau. Desa tersebut juga dilengkapi Arbostora, kawasan hutan dengan keanekaragaman hayati hutan lebat dan jalur pegunungan.
Baca juga: Menunda Wisata, Menunda Rasa Jatuh Cinta
Namun, Morcote tidak sekadar membekukan sejarah dan alamnya. Warga secara aktif menghidupkan kekayaan sejarah dan keindahan alam itu melalui beragam acara budaya dan festival desa. Festival musim panas, pertunjukan musik klasik, lari, acara geologi kerap digelar di antara beragam agenda dan tur rutin.
Beragam acara ini terus menghidupi jiwa Desa Morcote. Morcote tidak sekadar mengajak pengunjung untuk melihat-lihat, tetapi betul-betul berjumpa dengan jiwa desa yang terus hidup dalam budaya dan alam yang dijaga kelestariannya.
Bunga kamelia
Asia juga menawarkan keindahan desanya sendiri. Desa Dongbaek di Pulau Jeju, Korea Selatan, melestarikan pesona bunga kamelia (Camellia japonica) sebagai jantung dari pesona desa itu. Selain dilindungi sebagai wisata alam, bunga kamelia juga diolah menjadi minyak esensial dan sabun.
Pulau Jeju, pulau kecil tempat desa ini berdiri, telah lama dikenal dengan keindahan alam dan khasiat produk alamnya. Sebut saja teh (Camellia sinensis) dari Jeju hingga lumpur mineral Jeju yang begitu terkenal dalam produk-produk kecantikan dan perawatan kulit.
Dongbaek adalah produsen satu-satunya minyak esensial kamelia di seluruh Pulau Jeju. Minyak kamelia Dongbaek dipromosikan sebagai minyak dengan kandungan anti-oksidan tinggi dan anti-iritasi yang sangat didambakan industri kesehatan dan perawatan kulit.
Baca juga: Menengok Keelokan Jeju
Koloni Tanaman Kamelia Dongbaek telah ditanam sejak tahun 1706. Saat ini, koloni kamelia itu telah ditetapkan sebagai Monumen Provinsi Pemerintahan Mandiri Khusus Jeju Nomor 27. Penetapan ini lantaran begitu sakralnya nilai konservasi hamparan kamelia itu.
Bayangkan, seluruh warga desa itu secara turun-temurun dari generasi ke generasi setia menjaga kehidupan tanaman-tanaman kamelia hingga bertahan selama ratusan tahun. Hamparan koloni tanaman kamelia itu berupa ruang publik dengan luas 2.360 meter persegi terdiri atas 90 batang pohon kamelia.
Sebanyak 10.000 wisatawan mengunjungi desa ini setiap tahun saat bunga sedang mekar. Hamparan itu beralih rupa dari hijau menjadi hamparan bunga kamelia yang didominasi warna merah membara dan merah muda pucat.
Selain ke hamparan kamelia, tur keliling Dongbaek juga menawarkan kepada pengunjung untuk melihat dinding batu di sekitar koloni pohon kamelia dan toilet tradisional Jeju yang bernama tongsi. Toilet kuno ini diawetkan dan ditandai dengan papan petunjuk.
Desa eksotis
Untuk lokasi yang lebih eksotis, Kazakhtan menawarkan Desa Saty yang berada di kawasan bentang alam nan cantik di Almaty. Desa Saty terletak di taman nasional negara bagian Kolsai Kolder yang didirikan pada 2007. Pesona desa ada pada kecantikan alam, keanekaragaman hayati, serta kultur dan budaya warga yang otentik dan dijaga kelestariannya. Selain itu, tentu saja sajian kulinernya.
Taman nasional ini terbentang di sepanjang lereng utara pegunungan Tien Shan, antara pegunungan Zailiysky Alatau dan Kungei-Alatau, dekat perbatasan timur Kirgistan. Banyak spesies langka dan terancam punah hidup di taman nasional di dekat Desa Saty, terutama beruang coklat tien shan, macan tutul salju, dan lynx turkestan.
Bentang cagar biosfer mencakup area utama seluas 242.085 hektar. Daya tarik alam utama taman ini adalah Danau Kolsai, yang terletak 320 kilometer dari Almaty. Penduduk setempat menyebut Danau Kolsai sebagai ”Mutiara Tien Shan”. Danau tersebut telah dimasukkan dalam daftar Jaringan Dunia UNESCO. Pada 15 September 2021, UNESCO memasukkan Taman Alam Nasional Kolsai Kolderi ke dalam jaringan cagar biosfer di seluruh dunia.
Dengan lokasi yang begitu jauh, perjalanan menuju ke desa itu merupakan tantangan tersendiri. Namun, perjalanan itu tentu terbayar dengan keindahan salah satu desa terbaik di dunia tersebut.
Di Afrika, ada Desa Lephis di Etiopia yang susah dikalahkan dalam keindahan dan pesona alam liarnya. Terletak 160 kilometer sebelah selatan ibu kota Addis Ababa, pengunjung bisa menjelajahi Lephis di atas punggung kuda. Suguhannya antara lain pemandangan Air Terjun Lephis, perbukitan dan lembah, serta sekilas melihat monyet, leopard, dan nyala (sejenis rusa gunung).
Dilansir dari laman media BBC, ada sekitar 2.000 rumah tangga di desa itu yang melestarikan warisan budaya lokal. Pengunjung bisa menjumpai berbagai kerajinan, seperti aksesori dari manik-manik serta ukiran kayu dan bambu. Dengan memadukan potensi alam dan budaya, kehidupan masyarakat desa pun tersokong.
Dalam negeri
Tak semua desa terbaik di dunia ada di luar negeri. Di dalam negeri, Desa Penglipuran di Bali masuk dalam daftar desa terbaik di dunia versi UNWTO tahun 2023. Lokasinya mudah dijangkau dan dapat menjadi alternatif dari wisata Bali yang biasa seperti Canggu, Kuta, dan Ubud.
Desa adat Bali itu terletak di Kecamatan Kubu, Kabupaten Bangli. Desa Penglipuran telah mendapatkan pengakuan atas komitmennya dalam mempertahankan arsitektur tradisional, adat istiadat, dan cara hidup. Masyarakat telah menerapkan berbagai langkah untuk melestarikan warisan budayanya sambil menerapkan praktik pariwisata yang bertanggung jawab.
Baca juga: Melestarikan Kearifan Leluhur di Desa Penglipuran, Bali
Namun, Penglipuran bukan desa yang hanya mempertahankan sisi tradisionalnya. Desa ini juga berkembang seiring urbanisasi dan globalisasi. Laman UNWTO menyebut, warga Penglipuran dinilai bisa menyeimbangkan pembangunan modern sambil melestarikan esensi nilai-nilai dan adat istiadat tradisional Penglipuran.
Selain desa-desa tersebut, masih banyak desa yang diakui sebagai desa-desa terbaik di dunia. Di kawasan Asia, beberapa di antaranya adalah Biei dan Shirakawa (Jepang), Huangling dan Xiajiang (China), Tan Hoa (Vietnam), Dhordo (India), dan Kandovan (Iran).
Sementara di Eropa ada Ericeira (Portugal), Lerici (Italia), dan Schladming (Austria). Adapun di Amerika Latin ada Barrancas dan Caleta Tortel (Chile), Chahas dan Chavin de Huantar (Peru), serta Zapatoca (Kolombia).
Keindahan desa-desa itu akan memberikan sentuhan unik dan langka pada unggahan media sosial para pengunjungnya. Tentunya, selain memberi pengalaman liburan otentik yang tak biasa-biasa saja, desa-desa itu bisa memberi inspirasi untuk upaya pelestarian alam dan warisan budaya.