Dukungan Menguat agar Afsel Tangguhkan Hubungan Diplomatik dengan Israel
Sejak perang Hamas-Israel meletus mulai 7 Oktober 2023, dua negara telah menangguhkan hubungan diplomatik dengan Israel, yaitu Belize dan Bolivia. Afrika Selatan diperkirakan segera menyusul.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
JOHANNESBURG, JUMAT — Partai Kongres Nasional Afrika atau African National Congress (ANC), yang berkuasa di Afrika Selatan, Kamis (16/11/2023), menyatakan mendukung upaya parlemen untuk menutup Kedutaan Besar Israel di Afrika Selatan dan penangguhan hubungan diplomatik dengan negara itu. Sejak perang Hamas-Israel meletus mulai 7 Oktober, dua negara telah menangguhkan hubungan diplomatik dengan Israel, yaitu Belize dan Bolivia.
Selain itu, setidaknya delapan negara lainnya telah menarik duta besar masing-masing dari Israel sebagai protes terhadap serangan Israel ke Jalur Gaza. Kedelapan negara tersebut adalah Bahrain, Chad, Cile, Kolombia, Honduras, Jordania, Turki, dan Afrika Selatan.
Dukungan ANC agar Afrika Selatan menangguhkan hubungan diplomatik dengan Israel merupakan bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina dalam perang Hamas-Israel. Dorongan penanggungan hubungan dengan Israel itu semula diusulkan oleh kelompok oposisi, Pejuang Kemerdekaan Ekonomi atau Economic Freedom Fighters (EFF), Kamis.
Dalam pernyataannya, ANC menegaskan, mereka mendukung langkah penutupan Kedutaan Besar Israel di Afrika Selatan dan menangguhkan semua hubungan diplomatik dengan Israel hingga Israel menyetujui gencatan senjata dan berkomitmen untuk mengikat perundingan dengan fasilitasi PBB yang hasilnya harus adil, berkelanjutan, dan bertujuan untuk perdamaian abadi.
Kedutaan Israel di Afrika Selatan tidak menanggapi permintaan komentar atas pernyataan ANC tersebut.
Keputusan penutupan kedutaan negara asing di Afrika Selatan merupakan kewenangan pemerintahan Presiden Cyril Ramaphosa, yang juga menjabat Ketua Umum ANC. Sebagai protes terhadap serangan Israel di Jalur Gaza, pada awal bulan ini Afrika Selatan telah menarik duta besarnya dari Israel.
Sejak perang Israel-Hamas berkecamuk, para pemimpin dan tokoh ANC, termasuk Ramaphosa dan pejabat senior Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan, telah melontarkan beragam kritik vokal terhadap Israel. Mereka menyerukan agar Mahkamah Kriminal Internasional menyelidiki adanya kejahatan perang di Gaza.
Pada Rabu (15/11/2023), dalam kunjungan kenegaraan di Qatar, Ramaphosa menegaskan kembali bahwa Afrika Selatan menentang operasi Israel di Gaza, ”terutama karena mereka sekarang menargetkan rumah sakit”.
Afrika Selatan meyakini Israel melakukan kejahatan perang dan genosida di Gaza.
Ia juga menyatakan, Afrika Selatan meyakini Israel melakukan kejahatan perang dan genosida di Gaza. ”Afrika Selatan, bersama-sama dengan banyak negara lain, mengajukan keseluruhan tindakan Pemerintah Israel ke Mahkamah Kriminal Internasional,” ujar Ramaphosa di Qatar.
”Kami telah menyampaikan pengajuan kasus ini karena kami yakin, kejahatan perang telah dilakukan di sana (Gaza). Dan, tentu saja, kami tidak memaafkan tindakan-tindakan yang dilakukan Hamas sebelumnya, tetapi pada saat bersamaan kami mengecam keras tindakan-tindakan yang saat ini berlangsung dan yakin bahwa mereka perlu diselidiki oleh ICC,” tambah Ramaphosa.
Legasi Mandela
Dukungan kuat Afrika Selatan kepada Palestina telah muncul pada era pemerintahan Presiden Nelson Mandela. Mandela menyerupakan nasib Palestina seperti Afrika Selatan sebelum berakhirnya apartheid tahun 1994.
Rakyat Afrika Selatan menunjukkan empati yang kuat kepada Palestina karena mereka pernah mengalami penderitaan, seperti yang dialami warga Palestina di bawah pendudukan Israel selama ini, pada era apartheid. Politik apartheid mendiskriminasi warga kulit hitam dari warga kulit putih dan baru berakhir pada tahun 1994. Israel menolak perbandingan tersebut.
Dukungan agar Afrika Selatan menangguhkan hubungan dengan Israel juga disampaikan lembaga swadaya masyarakat Afrika Selatan, Gift of the Givers, yang beroperasi di Palestina. Organisasi kemanusiaan itu menyatakan mendukung sepenuhnya langkah yang digulirkan di Parlemen Afrika Selatan setelah kepala kantor Gift of Givers di Gaza terbunuh dalam aksi militer Israel.
Israel dan kelompok Hamas telah bertempur selama lebih dari sebulan menyusul serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Sebagai balasan, Israel mengepung Gaza, melancarkan pengeboman secara masif, dan melakukan serangan darat tanpa henti selama sekitar 40 hari terakhir tanpa henti.
Tekanan masyarakat internasional terhadap Israel terkait aksi militernya di Jalur Gaza semakin kuat. Pada Sabtu (11/11/2023), para pemimpin negara-negara Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menggelar pertemuan darurat di Riyadh, Arab Saudi. Pertemuan ini menghasilkan resolusi berisi 31 butir pernyataan.
Butir-butir resolusi itu berisi pernyataan-pernyataan keras. Tujuh di antaranya berisi kecaman keras (condemn), misalnya terhadap agresi Israel di Jalur Gaza, pengusiran 1,5 juta warga Palestina dari wilayah utara Jalur Gaza ke selatan, dan pembunuhan warga sipil di Gaza.
Namun, sejauh ini belum ada tindakan konkret seusai pertemuan dan pernyataan keras itu. Sejumlah negara menolak usulan sanksi-sanksi ekonomi dan politik untuk menghukum Israel.
Seperti dilaporkan kantor berita AFP, beberapa negara, antara lain Aljazair dan Lebanon, mengusulkan penghentian pasokan minyak serta pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, usulan itu ditolak oleh setidaknya tiga negara, termasuk Uni Emirat Arab dan Bahrain. Dua negara ini menormalisasi hubungan dengan Israel pada 2020.
Hasil pertemuan puncak bersama Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tersebut memperlihatkan kesatuan sikap dalam mengecam keras tindakan Israel. Namun, di sisi lain terlihat adanya perbedaan di antara negara-negara itu dalam menentukan respons terhadap Israel. (AP/REUTERS/AFP)