Ekspektasi Tidak Tinggi pada Pertemuan Biden-Xi, Positif untuk Redakan Tensi
Rencana pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping diharapkan setidaknya akan mengurangi ketegangan antara dua negara adidaya.
SAN FRANCISCO, SELASA — Untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan bertemu langsung pada Rabu (15/11/2023). Pertemuan keduanya akan digelar di San Francisco Bay Area, AS, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau KTT APEC.
Meski tak banyak ekspektasi yang digantungkan pada pertemuan tersebut, momen itu diharapkan setidaknya mencegah semakin tajamnya konflik antara dua negara adidaya, AS dan China. Seperti terlihat dalam beberapa tahun terakhir, konflik kedua negara itu telah membuat ekonomi dan politik dunia kian panas.
Baca juga : Di Pertemuan Biden-Xi, Ekonomi Dunia Jadi Taruhan
Pada Senin (13/11/2023), Gedung Putih menyatakan, Biden dan XI akan membahas penguatan komunikasi dan pengelolaan persaingan. ”Kami memperkirakan para pemimpin akan membahas beberapa elemen paling mendasar dalam hubungan bilateral AS-China, termasuk pentingnya memperkuat jalur komunikasi terbuka dan mengelola persaingan secara bertanggung jawab sehingga tidak mengarah pada konflik,” kata Jake Sullivan, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih.
Ia juga mengatakan, AS sedang mencari hasil spesifik dari pertemuan kedua pemimpin. Pertemuan Biden dan Xi diperkirakan akan membahas isu-isu global. Isu-isu itu mulai dari perang Israel-Hamas, invasi Rusia ke Ukraina, hubungan Korea Utara dengan Rusia, Taiwan, Indo-Pasifik, hak asasi manusia, fentanil, kecerdasan buatan, hingga perdagangan yang adil dan hubungan ekonomi.
Isu yang akan diangkat Biden, menurut Sullivan, termasuk pembahasan mengenai upaya untuk memulihkan stabilitas di Timur Tengah. Biden disebut juga akan memastikan bahwa langkah China tidak berkaitan dengan tindakan Iran yang, menurut Washington, telah turut merusak stabilitas di Timur Tengah.
”Dari sudut pandang kami, China memiliki kepentingan yang sama dengan setiap negara bahwa deeskalasi di Timur Tengah harus menjadi prioritas utama,” kata Sullivan.
AS diminta hormati China
Sementara Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan, pertemuan Xi dan Biden akan membahas perdamaian dan pembangunan global. ”Kedua kepala negara akan melakukan komunikasi mendalam mengenai isu-isu strategis, umum, dan terarah mengenai hubungan China-AS serta isu-isu utama mengenai perdamaian dan pembangunan global,” katanya dalam pengarahan rutin pada wartawan.
Menurut Mao, China mendesak AS untuk dengan sungguh-sungguh menghormati kekhawatiran China dan hak pembangunan yang sah. ”Dan bukan hanya menekankan kekhawatiran AS sendiri sambil merugikan kepentingan China. China tidak berusaha mengubah AS dan AS tak boleh berupaya membentuk atau mengubah China,” tambahnya.
Meski ada ganjalan, pembicaraan antara Biden dan Xi di Bali tahun 2022 sempat diikuti janji kedua negara untuk bekerja sama lebih erat.
Biden dan Xi terakhir bertemu secara langsung di Bali di sela-sela KTT G-20, November 2022. Kala itu, pertemuan berlangsung hampir tiga jam. Biden menyatakan, AS secara langsung menolak tindakan koersif dan semakin agresif China terhadap Taiwan. Pertemuan waktu itu juga membahas invasi Rusia ke Ukraina.
Baca juga : Menyiapkan Pertemuan Biden-Xi Jinping Lebih Rumit ketimbang Gelar KTT APEC
Meski ada ganjalan, pembicaraan keduanya di Bali saat itu sempat diikuti janji kedua negara untuk bekerja sama lebih erat.
Namun, serangkaian insiden setelahnya memupuskan harapan tersebut. Pada Februari 2023, rencana lawatan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Beijing dibatalkan menyusul insiden balon yang diduga Washington sebagai perlengkapan mata-mata China melayang di atas wilayah udara AS.
Selama beberapa bulan berikutnya, presiden dua negara itu saling melontarkan komentar-komentar negatif. Xi mengatakan, AS bertujuan untuk membendung dan menindas China, sementara Biden menyebut Xi sebagai diktator.
Perbedaan tajam
Perbedaan menjadi lebih tajam menyusul keputusan AS membatasi ekspor teknologi maju cip ke China. Biden juga memerintahkan penembakan balon ”mata-mata” China di wilayah AS. Persinggahan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen di AS pada awal tahun ini semakin memanaskan ketegangan.
Beijing memandang kontak resmi AS dengan Taiwan sebagai dukungan atas kemerdekaan pulau Taiwan. Beijing menegaskan, Taiwan adalah bagian dari wilayah China.
Baca juga : China Peringatkan AS untuk Tidak Ikut Campir di Urusan Laut China Selatan
Ketegangan kedua negara adidaya itu terus berlanjut dalam bentuk saling adu kebijakan ekonomi dan teknologi yang dimaksudkan untuk melemahkan satu sama lain. Serangkaian kebijakan pemerintahan Biden telah memblokade ekspor teknologi cip canggih agar teknologi itu tidak digunakan untuk pengembangan militer China.
Sebagai balasan, China mengumumkan pembatasan perdagangan mineral-mineral penting, seperti kobalt, dengan AS. Sementara itu, di bidang militer, AS melaporkan peningkatan jumlah insiden pencegatan oleh pesawat dan kapal China yang melintas sangat dekat dengan pasukan AS di udara dan laut.
Sinyal berbaikan
Setidaknya, pertemuan Biden-Xi pekan ini menjadi tanda bahwa kedua negara itu ingin berbaikan. Pihak AS telah menunjukkan keinginan itu sejak pertengahan tahun ini.
Hal ini terlihat, antara lain, dari kunjungan Blinken dan beberapa anggota kabinet Biden ke China. Sebagai balasan, Menteri Luar Negeri Wang Yi dan pejabat senior China lainnya telah mengunjungi AS dalam beberapa bulan terakhir.
Setidaknya, pertemuan Biden-Xi pekan ini menjadi tanda bahwa kedua negara itu ingin berbaikan.
Dari Xi, itikad untuk membuka pintu pertemuan ini tampak ketika dia mengatakan kepada Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer bahwa ada 1.000 alasan untuk membuat hubungan China-AS menjadi lebih baik selama kunjungan Schumer ke Beijing pada bulan Oktober.
Situs berita Axios melaporkan, AS dan China akan mengumumkan dimulainya kembali dialog militer kedua negara yang dibatalkan China setelah kunjungan Ketua DPR saat itu, Nancy Pelosi, ke Taiwan pada Agustus 2022.
Kedua negara juga diperkirakan akan melarang penggunaan kecerdasan buatan dalam situasi militer tertentu, termasuk program senjata nuklir, demikian laporan South China Morning Post.
Baca juga : China dan Filipina Bersitegang
Dari pihak China, perlambatan ekonomi tahun ini tampaknya akan menjadi bahasan besar. ”Argumennya adalah China ingin kerja sama ekonomi dengan AS lagi,” kata Yun Sun, Direktur Program China di Stimson Center.
Ekspektasi rendah
Menjelang pertemuan Biden-Xi, beberapa akademisi dan pengamat memperkirakan, tak banyak kesepakatan besar yang bisa diharapkan dari pertemuan tersebut. Hal ini, misalnya, dikemukakan oleh Jude Blanchette, pakar China pada Center for Strategic and International Studies di Washington.
Menurut Blanchette, alih-alih mencapai terobosan-terobosan besar, harapan yang lebih realistis dari pertemuan Biden dan Xi adalah terwujudnya keinginan untuk menindaklanjuti dengan dialog-dialog bermakna dalam sejumlah isu, beberapa bulan ke depan. ”Kenyataan yang lebih mungkin terjadi adalah akan sedikit mendekati hal itu, tetapi kita akan melihat banyak batu sandungannya,” ujar Blanchette.
Baca juga : China Sambut Hangat Pemimpin Apple Kala Penjualan iPhone Anjlok
”Saya rasa, pada titik ini, pertemuan puncak AS-China bukan lagi bertujuan utama membangun hubungan. Saya pikir, sekarang ini lebih tentang mengelola hubungan yang sedang mengalami kemerosotan,” kata Rick Waters, Direktur Pelaksana Praktik China di Eurasia Group dan mantan Kepala China House di Departemen Luar Negeri AS, seperti dikutip Foreign Policy, Kamis pekan lalu.
Meski, seperti diduga beberapa ahli, tak akan banyak kesepakatan besar dari pertemuan Xi dan Biden, pertemuan keduanya merupakan simbol adanya itikad baik dari kedua pemimpin untuk mengurangi ketegangan. Pertemuan tatap muka Biden dan Xi itu sebenarnya sudah menjadi hasil dari kesepakatan besar. (AP/AFP/REUTERS)