Penguatan Relasi Saudi-Iran, Raisi Undang MBS ke Teheran
Presiden Iran Ebrahim Raisi berdialog dengan Pangeran Mohammed bin Salman dan mengundang MBS berkunjung ke Teheran.
RIYADH, SENIN — Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Gabungan Organisasi Konferensi Islam dan Liga Arab di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (11/11/2023), mempertemukan Presiden Iran Ebrahim Raisi dengan Perdana Menteri sekaligus Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman untuk pertama kalinya. Dalam pertemuan itu, keduanya mempertimbangkan rencana kerja sama yang lebih erat kedua negara.
Kantor berita Iran, Tasnim, melaporkan, selain berbicara mengenai situasi rakyat Palestina di Gaza yang semakin memilukan, keduanya juga berbicara soal peningkatan kerja sama bilateral yang lebih erat dan pengembangan kawasan di masa depan. Keduanya sepakat membuat sejumlah rencana kerja sama lebih terperinci dan ekstensif.
Untuk lebih memperdalam relasi bilateral pascanormalisasi hubungan Arab Saudi-Iran, kantor berita Iran, IRNA, melaporkan bahwa Raisi mengundang Pangeran MBS untuk berkunjung ke Teheran, Iran.
Pertemuan di Riyadh adalah lanjutan dari pembicaraan kedua pemimpin melalui telepon, 12 Oktober 2023. Dalam pembicaraan itu, keduanya menyepakati pentingnya mengakhiri kejahatan perang yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Baca Juga: Perang Israel-Hamas, Pertemukan Arab Saudi-Iran
Hal tersebut kembali mereka bahas saat bertemu di Riyadh, Sabtu. Raisi dan Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) menyebut keinginan mereka agar penghentian perang di Gaza dibarengi dengan berakhirnya pengepungan terhadap wilayah tersebut oleh Israel. Ini adalah kesamaan pandangan kedua pemimpin tersebut.
Seperti telah diberitakan, melalui perantaraan China, pada Maret 2023 Arab Saudi dan Iran sepakat menormalisasi hubungan diplomatik setelah terputus sejak 2016. Satu bulan kemudian, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud dan Menlu Iran Hossein Amirabdollahian bertemu di Beijing untuk ”meresmikan” dimulainya era baru hubungan bilateral kedua negara.
Delegasi Arab Saudi dan Iran juga pernah bertemu di Rusia, Agustus 2023, untuk membicarakan kerja sama pertahanan dan keamanan. Saat itu, Arab Saudi diwakili Wakil Menteri Pertahanan Talal al-Otaibi, sedangkan Iran oleh Wakil Panglima Militer Aziz Nasirzadeh.
Belum ada kelanjutan pembicaraan mengenai kerja sama pertahanan dan keamanan. Kedua negara memiliki preferensi kerja sama pertahanan dan keamanan masing-masing. Arab Saudi diketahui memiliki hubungan lebih dekat dengan Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat, termasuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Adapun Iran selama ini dikenal memiliki hubungan erat dengan Rusia dan sejumlah negara yang dikategorikan AS serta sekutunya sebagai ”musuh”.
Baca Juga: Raisi: Langkah Mundur, Normalisasi Arab Saudi-Israel
Alireza Inayati, Duta Besar Iran untuk Arab Saudi, seperti dikutip Asharq al-Awsat, menyatakan, Teheran menganggap Riyadh sebagai mitra strategisnya saat ini. Ia tidak memerinci kerja sama strategis apa yang akan coba dikembangkan ulang oleh kedua negara. Namun, Menlu Faisal menyebut, selain aspek pertahanan dan keamanan, hubungan ekonomi yang saling menguntungkan akan menjadi salah satu sektor yang coba dikembangkan kedua negara.
Sektor ekonomi menjadi hal yang paling mudah untuk dikembangkan Arab Saudi dan Iran pascanormalisasi. Kurang dari dua bulan setelah pemulihan hubungan diplomatik, Riyadh telah mengagendakan masuknya kembali barang-barang asal Iran ke Arab Saudi. Institusi yang menangani keuangan, investasi, dan perdagangan dari kedua negara juga sudah mulai menjalin hubungan dan menjajaki peluang di masing-masing negara.
Seperti dikutip laporan kantor berita Turki, Anadolu, Juru Bicara Kementerian Perdagangan dan Industri Iran Rohullah Latifi mengatakan, pihaknya telah bersiap untuk mengirim produk baja Iran lebih besar ke Arab Saudi. Selama tiga tahun terakhir (2020-2022), ekspor baja Iran ke Arab Saudi baru menyentuh angka 14 juta dollar AS.
Baca Juga: Meletakkan Konteks Normalisasi Saudi-Iran
Menurut Direktur Asia Barat pada Organisasi Promosi Perdagangan Iran Farzad Piltan, Teheran mengincar nilai perdagangan hingga 1 miliar dollar AS dengan Arab Saudi. Selain baja, hasil produksi Iran yang memiliki nilai jual tinggi di antaranya adalah kunyit, karpet, semen, dan buah-buahan kering.
Lujain Alotaibi, peneliti tamu pada Carnegie Endowment for International Peace, asal Riyadh, Arab Saudi, mengatakan, kerja sama ekonomi saling menguntungkan membawa peluang terciptanya relasi yang lebih intensif antara kedua negara. Iran saat ini masih dijatuhi sanksi unilateral oleh AS. Oleh karena itu, mereka mencoba mencari peluang mengembangkan ekonominya yang tertinggal dari negara-negara di kawasan.
Di sisi lain, Arab Saudi juga tengah mendiversifikasi perekonomiannya untuk mengurangi ketergantungan pendapatan dari minyak. Mereka membuka pintu bagi kunjungan sebanyak mungkin, termasuk dari Iran, ke negaranya.
”Pemulihan hubungan ekonomi, termasuk misalnya membuka penerbangan langsung dari Iran ke Arab Saudi, akan meningkatkan laju kunjungan dari dan ke dua negara. Ini akan menguntungkan keduanya,” kata Alotaibi.
Baca Juga: Menuju Bulan Madu Iran-Arab Saudi
Selain itu, Direktur Program Timur Tengah dan Afrika Chatham House Sanam Vakil mengatakan, Arab Saudi memiliki kepentingan untuk mengurangi potensi ancaman tidak hanya pada fasilitas minyak mereka, tetapi juga pada keamanan navigasi maritim. Sering kali ancaman kapal-kapal yang berlayar di kawasan Teluk datang dari kelompok-kelompok bersenjata yang diduga memiliki kaitan erat dengan Iran.
”Memecahkan kebuntuan di antara mereka bisa mengurangi potensi ancaman serangan terhadap Arab Saudi, sebuah prioritas bagi keberhasilan visi 2030. Sementara Teheran, setelah berbulan-bulan melakukan protes, perlu keluar dari isolasi ekonomi dan cengkeraman sanksi,” kata Vakil.
Hal ini diakui sendiri oleh Pangeran Faisal. ”Saya ingin merujuk pada pentingnya kerja sama antara kedua negara dalam keamanan regional, khususnya keamanan navigasi maritim,” katanya saat berada di Teheran, beberapa waktu lalu, seperti dikutip laman CNBC.
Relasi Iran-Mesir
Selama di Riyadh, Raisi juga bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi. Dalam pertemuan itu, Raisi menyatakan bahwa Iran tidak melihat adanya hambatan untuk terus mengembangkan hubungan yang baik dengan Mesir.
Adapun Sisi mengatakan bahwa keinginan politik Mesir yang pasti adalah membangun hubungan nyata dengan Iran. ”Kami telah menugasi menteri terkait untuk mengupayakan hubungan yang lebih mendalam antara kedua negara,” ujarnya.
Hubungan kedua negara mengalami pasang surut sejak akhir 1970-an. Pada 1979, Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin revolusi Iran, mengeluarkan kebijakan untuk memutus hubungan diplomatik dengan Mesir karena Mesir menandatangani Perjanjian Camp David dengan Israel.
Ketegangan antara kedua negara semakin dalam ketika Presiden Mesir Anwar Sadat memberikan perlindungan kepada Shah Iran yang digulingkan hingga ia meninggal dan dimakamkan di Mesir.
Hubungan kedua negara terus memburuk ketika Iran menamai sebuah jalan di Teheran dengan nama Khalid al-Islambouli, seorang tentara Mesir yang terlibat dalam pembunuhan Sadat pada 1981. Ketegangan kedua negara berlanjut sepanjang tahun 1980-an karena dukungan Mesir terhadap Irak selama Perang Iran-Irak.
Baca Juga: Menuju Timur Tengah Baru
Pasca-Musim Semi Arab, peluang untuk memulihkan hubungan kedua negara terbuka setelah mantan Presiden Mesir Muhammad Mursi mengunjungi Teheran pada 30 Agustus 2012 untuk menghadiri pertemuan puncak Gerakan Non-Blok. Kunjungan Mursi menandai kunjungan pertama presiden Mesir ke Iran sejak Revolusi Iran 1979. Selain itu, pada Februari 2013, Presiden Iran saat itu Mahmoud Ahmadinejad mengunjungi Mesir untuk menghadiri pertemuan puncak OKI.
Pembicaraan serius tentang pemulihan hubungan kedua negara dimulai sejak pertengahan tahun ini ketika Iran dan Mesir terlibat dalam pembicaraan soal keamanan. Melalui perantaraan beberapa negara ketiga, seperti Oman, pendekatan dimulai oleh para pejabat kedua negara.
Menlu Iran Hossein Amirabdollahian, seperti dikutip laman The New Arab, mengakui bahwa pesan untuk memajukan hubungan politik dengan Mesir telah diterima oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. ”Kami berencana meningkatkan hubungan [dengan Mesir] pada waktu yang tepat sesuai dengan program yang disepakati,” katanya.