Lega, Tidak Akan Ada Scarlett Johansson dan Tom Cruise Hasil Rekayasa Kecerdasan Buatan
Berdasarkan perjanjian kerja terbaru, studio-studio film harus mendapatkan izin dari aktor untuk menggunakan wajah artis dalam materi yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan atau AI.
LOS ANGELES, JUMAT — Para aktris dan aktor lega lalu setuju mengakhiri pemogokan terpanjang dalam sejarah Hollywood, Amerika Serikat. Sebab, mereka telah mendapat jaminan wajah dan suaranya tidak akan dicuri lalu dimanfaatkan secara gratis untuk rekayasa kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Juru runding serikat aktor Hollywood (SAG-AFTRA), Duncan Crabtree-Ireland, mengatakan, ada kontrak tiga tahun soal penggunaan wajah para pelakon. Studio film harus mendapatkan izin tertulis dan membayar para pelakon.
Izin dan bayaran itu terkait penggunaan wajah para pelakon untuk keperluan rekayasa dengan kecerdasan buatan. SAG-AFTRA dan asosiasi produsen serta studio sepakat, pelakon berhak menyetujui atau menolak wajahnya digunakan untuk produksi film atau acara lain yang menggunakan kecerdasan buatan.
Baca juga: 28 Negara Sepakat "Atur" Kecerdasan Buatan
Jika setuju, pelakon berhak merundingkan kompensasi. ”Para pelakon bebas merundingkan bayaran tertinggi,” ujarnya, Kamis (9/11/2023) sore waktu Los Angeles, AS.
Anggota SAG-AFTRA akan melakukan pemungutan suara pada isi terperinci kontrak dengan studio. Setelah itu, isi kontrak yang sudah diterima tersebut akan disiarkan.
Ancaman
Pelaku film dan televisi memandang kecerdasan buatan sebagai ancaman eksistensial. Sejumlah aktor mencurigai wajahnya telah dicuri oleh kecerdasan buatan dan digunakan dalam film atau tayangan televisi.
Salah satunya aktor televisi serial Supernatural, Misha Collins, yang dalam unggahan di media sosialnya mengatakan pernah menemukan wajah mirip dirinya muncul sebagai latar belakang di salah satu tayangan film layar lebar. Ia mengaku tak pernah dihubungi terkait penggunaan wajah yang direka ulang oleh kecerdasan buatan.
Sejumlah aktris dan aktor pernah menemukan video mirip wajah mereka. Video itu hasil rekayasa kecerdasan buatan. Hal itu antara lain dialami Scarlett Johansson dan Tom Cruise.
Para artis Hollywood khawatir kecerdasan buatan akan tergantikan oleh versi digital yang mirip dengan mereka atau metahuman yang diciptakan oleh AI. Pengisi suara dan artis pengisi latar belakang, khususnya, khawatir mereka akan kehilangan pekerjaan karena artis sintetis itu.
Menurut Crabtree-Ireland, kontrak yang diusulkan juga mencakup perlindungan seputar penggunaan kecerdasan buatan generatif untuk menciptakan aktor sintetis. ”Ada juga perlindungan penting atas persetujuan dan kompensasi terkait jenis penggunaan tersebut,” katanya.
Sebelumnya di industri film, teknologi kecerdasan buatan telah lazim digunakan untuk menghapus garis usia atau menggantikan dialog. Fenomena ini meningkatkan kekhawatiran di kalangan para artis bahwa studio mungkin melontarkan kata-kata yang tidak mereka setujui keluar dari mulut aktor.
Baca juga: ”Now and Then”, Lagu Terakhir Beatles yang Tuntas Berkat Kecerdasan Buatan
Dengan perjanjian terbaru itu, pagar pembatas dari perlindungan baru tersebut dibuat sedemikian rupa. Dengan demikian, meskipun teknologi berkembang, perlindungan tersebut juga akan ikut berkembang.
Masalah penggunaan kecerdasan buatan ini muncul sebagai permasalahan utama bagi SAG-AFTRA. Serikat pekerja ini mewakili sekitar 160.000 aktor, pemeran pengganti, artis pengisi suara, dan pemain lainnya.
”Kami akhirnya, dengan perubahan yang telah dicapai selama beberapa hari terakhir, mencapai titik di mana kami dapat merasa yakin bahwa anggota kami memiliki batasan,” kata Crabtree-Ireland.
Sementara itu, Aliansi Produser Film dan Televisi (AMPTP) menyebut kontrak itu menawarkan perlindungan persetujuan dan kompensasi yang luas dalam penggunaan kecerdasan buatan. AMPTP antara lain beranggotakan Walt Disney, Warner Bros Discovery, dan Netflix.
Para pejabat berbagai studio menyebut, studio telah menunggu para pelaku industri layar hiburan untuk menetapkan aturan dasar seputar penggunaan kecerdasan buatan sebelum sepenuhnya mengeksplorasi penggunaan baru. ”Mereka sangat berhati-hati dalam hal ini,” kata Scott Mann, co-CEO dan pendiri Flawless, perusahaan yang menggunakan kecerdasan buatan untuk sulih suara dan pengeditan film.
Namun, menurut Mann, para eksekutif teknologi itu juga menyadari bahwa terdapat manfaat yang sangat besar dan revolusioner dari kecerdasan buatan bagi film dan televisi.
Baca juga: Kecerdasan Buatan Urai Kemacetan 20 Persimpangan Jalan di Jakarta
Penulis film dan televisi juga mendapatkan perlindungan seputar penggunaan kecerdasan buatan setelah pemogokan selama lima bulan oleh Writers Guild of America tahun ini. Di antaranya, studio harus mengungkapkan kepada penulis jika ada materi yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan.
Iklan politik
Meta Platform Inc akan mewajibkan iklan politik yang ditayangkan di media sosial Instagram dan Facebook diberi label jika iklan tersebut dibuat menggunakan AI. Label itu akan keluar saat iklan ditayangkan.
Kebijakan itu terkait pemilu AS pada November 2024. Meski demikian, aturan itu berlaku secara global mulai 1 Januari 2024.
Kebijakan baru Meta akan mencakup iklan apa pun untuk isu sosial, pemilu, atau kandidat politik yang menyertakan gambar realistis seseorang atau peristiwa yang telah diubah menggunakan AI. Penggunaan teknologi yang lebih sederhana diizinkan tanpa memberi label kecerdasan buatan. Hal ini, misalnya, untuk mengubah ukuran atau mempertajam gambar.
Selain label, informasi tentang penggunaan kecerdasan buatan oleh iklan tersebut akan disertakan dalam perpustakaan iklan dalam jaringan Facebook. Meta, yang berbasis di Menlo Park, California, mengatakan, konten yang melanggar aturan akan dihapus.
Sementara itu, Microsoft meluncurkan inisiatif tahun pemilunya dengan tanda air digital. Tanda air ini dimaksudkan untuk membantu pemilih memahami siapa yang membuat iklan tersebut. Tanda itu juga untuk memastikan iklan tersebut tidak dapat diubah secara digital oleh orang lain tanpa meninggalkan bukti.
Baca juga: Memaknai Kecerdasan Buatan dalam Goresan Peradaban
Raksasa teknologi Google juga meluncurkan kebijakan pelabelan kecerdasan buatan serupa untuk iklan politik pada bulan September. Berdasarkan aturan tersebut, iklan politik yang diputar di Youtube atau platform Google lainnya harus mengungkapkan penggunaan suara atau gambar yang diubah oleh kecerdasan buatan.
Iklan politik yang dibuat oleh kecerdasan buatan telah muncul di AS. April lalu, Komite Nasional Partai Republik merilis iklan yang sepenuhnya dibuat AI. Iklan itu menggambarkan proyeksi suram jika Joe Biden menang lagi.
Sementara pada Juni 2023, tim Ron DeSantis, Gubernur Florida yang membidik tiket calon presiden dari Republikan, juga memakai iklan hasil rekayasa AI. Iklan itu antara lain menyerang Donald Trump. Dalam video itu, Trump sedang berpelukan dengan Anthony Fauci, pakar pandemi yang terkenal di era Covid-19.
Perkembangan program kecerdasan buatan semakin mempermudah pembuatan audio, gambar, dan video yang tampak sangat nyata dengan cepat (deepfake). Di tangan yang salah, teknologi ini dapat digunakan untuk membuat video palsu dari seorang kandidat atau gambar-gambar menakutkan tentang kecurangan pemilu atau kekerasan di tempat pemungutan suara.
Jika dikaitkan dengan algoritme media sosial yang canggih, pemalsuan ini dapat menyesatkan dan membingungkan pemilih dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meta Platforms Inc dan perusahaan teknologi lainnya telah dikritik karena tidak mengatasi risiko ini.
Sementara itu, para pejabat di Eropa sedang menyusun peraturan komprehensif untuk penggunaan kecerdasan buatan. Awal tahun ini, Komisi Pemilihan Umum Federal AS memulai proses untuk mengatur kemungkinan deepfake yang dihasilkan kecerdasan buatan dalam iklan politik sebelum pemilu tahun 2024.
Pemerintahan AS juga telah membuat keputusan presiden untuk mendorong pengembangan kecerdasan buatan yang bertanggung jawab. Salah satunya, kewajiban bagi pengembang kecerdasan buatan untuk memberikan data keselamatan dan informasi lain tentang program mereka kepada pemerintah. (AP/REUTERS)