LDP Jajaki Pengenduran Aturan, Jepang Mau Ekspor Rudal dan Kapal Perang
Ekspor senjata dikhawatirkan melibatkan Jepang dalam konflik bersenjata di luar negeri. Padahal, konstitusi Jepang melarang negara itu secara aktif terlibat dalam konflik di luar negeri.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
TOKYO, SELASA — Partai Liberal Demokratik Jepang menjajaki pembahasan pengenduran aturan eskpor senjata. Rudal, kapal perusak, pesawat patroli, dan jet tempur bisa diekspor jika pengenduran itu disepakati.
Dilaporkan kantor berita Kyodo, Selasa (7/11/2023), gagasan pembahasan tersebut muncul di Partai Demokratik Liberal (LDP) ataupun mitranya di parlemen, Komeito. Sejumlah politikus LDP disebut mengajukan alasan pertahanan luas sebagai landasan pengenduran itu.
Adapun sasaran ekspornya adalah negara-negara di alur laut penting bagi Jepang. Ekspor ke negara-negara itu dipandang bisa memperkuat ketahanan maritim Jepang.
Kyodo juga melaporkan, LDP ingin agar ekspor produk pertahanan yang tidak mematikan jauh lebih mudah lagi. Rompi dan helm antipeluru diharapkan lebih mudah dikirimkan ke berbagai negara.
Gagasan pengenduran tersebut mengemuka selepas Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyambangi Malaysia dan Filipina. Kepada Kuala Lumpur dan Manila, Kishida menjanjikan hibah aneka produk pertahanan.
Malaysia dan Filipina dipandang Jepang sebagai negara penting untuk pertahanan maritim. Sebab, kedua negara itu berada di pesisir perairan yang penting bagi Jepang.
Malaysia dan Filipina juga termasuk negara yang berselisih dengan China soal klaim di Laut China Selatan. Jepang menilai, klaim China tidak dapat diterima. Jepang juga sudah lama bersengketa soal kepemilikan sebagian perairan dan daratan dengan China.
Dampak pengenduran itu akan menghadirkan perubahan luar biasa. Selama ini, Jepang mengatur ketat ekspor persenjataan. Hal itu selaras dengan konstitusi Jepang yang pasifis.
Ekspor senjata dikhawatirkan melibatkan Jepang dalam konflik bersenjata di luar negeri. Padahal, konstitusi Jepang melarang negara itu secara aktif terlibat dalam konflik di luar negeri.
Jepang selama ini hanya bisa mengekspor produk pertahanan yang tidak mematikan selama penggunaannya terbatas. Produk itu hanya bisa dipakai untuk keperluan penyelamatan, transportasi, pengawasan, kesiagaan, dan penyapu ranjau. Negara tujuannya juga dibatasi.
Sikap industri
Sebenarnya, Jepang sudah mengendurkan aturan ekspor produk pertahanan sejak 2014. Meski demikian, Jepang tidak kunjung menjadi pedagang besar senjata global. Salah satu produsen persenjataan Jepang, Mitsubishi Heavy Industry (MHI), termasuk yang mengharapkan relaksasi aturan ekspor persenjataan.
Kepala Divisi Pertahanan dan Antariksa MHI Masayuki Eguchi menyebut, pengenduran aturan tidak akan cukup untuk memacu ekspor persenjataan Jepang. Salah satu alasannya, Jepang harus membangun rantai pasok dan distribusi global.
Para produsen Jepang kini nyaris tidak punya perwakilan di berbagai negara. Berbeda dengan produsen negara lain yang mempunyai perwakilan luas di berbagai negara dan wilayah. Perwakilan itu membantu produsen mengidentifikasi kebutuhan calon pembeli dan mendekati pengambil keputusan soal pengadaan senjata.
Produsen Jepang, menurut Eguchi, akan kesulitan membangun jaringan itu dengan kondisi sekarang. Sebab, laba penjualan produk pertahanan amat tipis dan tidak cukup untuk menunjang pengembangan dan pengoperasian jaringan global.
Meski demikian, MHI tetap akan fokus mengembangkan divisi pertahanan. MHI sedang menata ulang sumber daya untuk menguatkan divisi itu. ”Teknologi mutakhir dipakai di bisnis pertahanan dan menghasilkan limpahan ke produk komersial,” katanya, sebagaimana dikutip Financial Times.
Apalagi, bisnis persenjataan terus berkembang. April lalu, MHI mendapatkan kontrak 378 miliar yen dari Kementerian Pertahanan Jepang. MHI diminta mengembangkan rudal kapal selam dan rudal antikapal.