Jutaan Warga Dunia Dukung Penghentian Agresi Israel di Gaza
Unjuk rasa di berbagai belahan dunia merefleksikan semakin banyak orang yang bersuara setelah melihat dampak perang Israel-Hamas di Jalur Gaza.
Oleh
LUKI AULIA, HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Massa dari berbagai elemen masyarakat menyuarakan dukungan bagi rakyat Palestina dan segera diakhirinya serangan oleh Israel di Jalur Gaza, Minggu (5/11/2023) di Jakarta. Aksi serupa berlangsung di beberapa kota di dunia. Dari Washington hingga Paris dan Milan, jutaan orang turun ke jalan menuntut segera dilakukan gencatan senjata.
Aksi Akbar Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina di kawasan Monumen Nasional dihadiri antara lain mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina Din Syamsudin.
”Atas nama Pemerintah Indonesia, kami ingin menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Palestina. Kita berkumpul di sini bersatu, dari yang bineka untuk menunjukkan solidaritas kita terhadap kemanusiaan,” kata Menlu Retno.
Massa mendesak agar Pemerintah Indonesia tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel sampai Palestina menjadi negara merdeka. Mereka juga mendesak Indonesia memboikot produk-produk apa pun dari Israel, termasuk makanan, pakaian, dan barang-barang lain, yang menyumbang perekonomian Israel. Massa menuntut Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk bersikap tegas kepada negara-negara pendukung Israel dan sekutu-sekutunya yang memiliki kekuatan veto di PBB.
Din Syamsudin mengatakan, Palestina merupakan negara awal yang mengakui keberadaan Indonesia. Itulah sebabnya, Indonesia juga mendorong kemerdekaan Palestina. ”Kami mendorong Pemerintah Indonesia untuk berkolaborasi dengan OKI (Organisasi Kerja Sama Islam), ASEAN, bersama Rusia dan China, yang juga mengambil sikap tegas terhadap Israel,” sebut tuntutan aksi yang dibacakan perwakilan masyarakat.
Unjuk rasa di berbagai belahan dunia merefleksikan semakin banyak orang yang bersuara setelah melihat dampak perang Israel-Hamas di Jalur Gaza yang sudah hampir sebulan berlangsung. Pengunjuk rasa di AS, Inggris, dan Perancis menyatakan kekecewaan terhadap pemerintah mereka karena mendukung Israel yang membombardir rumah sakit, sekolah, dan kamp pengungsi di Gaza.
Di Washington, AS, ribuan orang berkumpul di Pennsylvania Avenue memprotes dukungan pemerintahan Presiden Joe Biden terhadap aksi militer Israel di Gaza. ”Palestina akan bebas,” teriak pengunjuk rasa, menyerukan gencatan senjata.
Mereka memajang belasan kantong jenazah putih di jalan bertuliskan nama-nama anak yang tewas akibat rudal Israel. Mereka juga mengangkat papan dan spanduk bertuliskan ”Biden mengkhianati kita” dan ”Di November, kita mengingat”.
Biden yang tengah berada di Delaware tidak berkomentar. Pada Sabtu, ia menyatakan ada kemajuan dalam upaya AS membujuk Israel agar menyetujui jeda kemanusiaan.
Sementara di Paris, Perancis, ribuan pengunjuk rasa bergerak dari Plaza Republique menuju Nation. Kepala Kepolisian Paris mengizinkan unjuk rasa, tetapi tidak menoleransi perilaku antisemit atau simpati pada terorisme. Mereka memasang spanduk di truk bertuliskan ”Hentikan pembantaian di Gaza”. Sambil membawa bendera Palestina, mereka berteriak, ”Palestina akan hidup, Palestina akan menang.”
Di Berlin, Jerman, sekitar 6.000 orang bergerak di pusat kota. Sebanyak 1.000 polisi diturunkan untuk memastikan ketertiban setelah protes pro-Palestina sebelumnya berujung kekerasan. Unjuk rasa juga terjadi di Duesseldorf, Jerman bagian barat.
Mereka mengebom universitas saya, rumah sakit saya. Saya kehilangan banyak orang yang saya cintai, dan terakhir kali saya mendengar kabar dari keluarga saya seminggu lalu.
Adapun di Milan, Italia, 4.000 orang pro-Palestina berunjuk rasa. Di Roma juga dilaporkan ada unjuk rasa. Yara Abushab (22), mahasiswa kedokteran dari Universitas Gaza, yang berada di Italia sejak 1 Oktober 2023, termasuk di antara peserta unjuk rasa. Ia menggambarkan 7 Oktober 2023 sebagai titik balik baginya.
”Mereka mengebom universitas saya, rumah sakit saya. Saya kehilangan banyak orang yang saya cintai, dan terakhir kali saya mendengar kabar dari keluarga saya seminggu lalu,” katanya.
Selain di AS dan Eropa, di Israel ribuan orang juga berunjuk rasa, Sabtu. Di Tel Aviv, ribuan orang menyerukan pembebasan sandera. Hadas Kalderon, yang lima anggota keluarganya disandera Hamas, mengatakan, ”Saya mengharapkan dan meminta pemerintah untuk berpikir di luar kebiasaan.”
Serangan terbaru
Israel terus menggempur wilayah Gaza pada Minggu. Pertempuran terus terjadi di wilayah padat penduduk meski sudah ada seruan gencatan senjata dari negara-negara Arab dan warga sipil. Israel mengebom kamp pengungsi Al-Maghazi di Gaza tengah, Sabtu, menewaskan 30 orang.
”Serangan udara Israel menarget rumah tetangga saya di kamp Al-Maghazi, rumah saya di sebelahnya turut hancur sebagian,” kata Mohammed Alaloul, wartawan kantor berita Turki, Anadolu. Ia kehilangan dua anak dan seorang saudara, sementara istri, ibu, dan dua anak lainnya terluka.
Militer Israel menggambarkan Gaza sebagai pusat organisasi Hamas. Namun, Utusan Khusus AS untuk Bantuan David Satterfield mengatakan, 350.000-400.000 warga sipil tetap berada di Kota Gaza dan area sekitarnya. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, pasukan Israel terlibat pertempuran sengit di utara dan selatan Kota Gaza dan telah memasuki area berpenduduk padat.
Serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober telah menewaskan sekitar 1.400 orang. Pembalasan militer Israel dengan serangan ke Jalur Gaza telah menewaskan 9.480 orang. (AP/AFP)