Laki-laki Bersenjata Sandera Pengunjung Kantor Pos di Jepang
Kejahatan dengan senjata api di jepang amat sedikit, tetapi ada kecenderungan angka kriminalitas meningkat.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
TOKYO, SELASA – Terjadi kasus penyanderaan warga sipil di Jepang. Pelakunya adalah seorang laki-laki yang diduga memiliki senjata api. Ada dua korban luka-luka dalam insiden ini. Kasus yang melibatkan senjata api jarang terjadi di Jepang karena aturan izin kepemilikan senjata api sangat ketat.
Peristiwa terjadi di kota Warabi yang berada di utara Tokyo pada Selasa (31/10/2023). Menurut keterangan polisi, pelaku adalah seorang laki-laki dengan taksiran usia 50-80 tahun. Ia memiliki pistol yang belum diketahui asalnya.
Pelaku sebelumnya terlibat dalam peristiwa penembakan di rumah sakit di kota Toda, Prefektur Saitama yang terletak di sebelah Waribi pada pukul 14.00. Ada dua korban luka-luka dalam kejadian tersebut, kabarnya seorang dokter dan seorang pasien. Tembakan dilepaskan dari luar rumah sakit ke lantai dasar gedung. Pelaku kemudian melarikan diri dengan sepeda motor. Ia tiba di kantor pos Warabi yang berjarak 1,5 kilometer dari Rumah Sakit Toda dan menyandera orang-orang di dalamnya.
Penyanderaan ini, menurut otoritas kota Warabi terjadi pada pukul 14.15. Polisi belum mengetahui jumlah orang yang disandera. Mereka baru bisa memastikan ada dua perempuan berusia 20-30 tahun yang ada di dalam kantor pos. “Warga yang tinggal ataupun berkegiatan di sekitar kantor pos Chuo-5 harap untuk sementara meninggalkan tempat tersebut karena polisi sedang mengelilingi kantor pos dalam upaya membebaskan sandera,” demikian kutipan pengumumannya.
Ada 300 warga dievakuasi dari lokasi kejadian. Informasi mengenai penyanderaan ini masih simpang siur, termasuk di media arus utama Jepang. Stasiun televisi NTV mengatakan bahwa polisi sudah berbicara dan memulai negosiasi dengan pelaku melalui telepon. Sementara itu, surat kabar Yomiuri mengatakan ada sepuluh sandera di dalam kantor pos dan pelaku memiliki sejeriken minyak tanah serta mengancam hendak membakar kantor pos.
Sementara itu, Wali Kota Toda Fumihito Sugawara mengonfirmasi bahwa kejadian di rumah sakit itu adalah penembakan setelah sebelumnya ada distorsi informasi karena saksi mengatakan tidak mendengar suara tembakan. Konfirmasi ini diperoleh pemerintah daerah setelah melihat luka korban dan tempat kejadian perkara.
Jepang memiliki aturan kepemilikan senjata api yang ketat. Para pemburu sekali pun hanya diizinkan berburu dengan menggunakan senapan angin. Meskipun begitu, terjadi beberapa kasus kekerasan dengan senjata api yang mematikan.
Kasus menghebohkan adalah penembakan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe pada Juli 2022 dengan menggunakan senjata api yang dirakit dari barang-barang yang bisa ditemui sehari-hari, salah satunya pipa paralon. Abe tewas dalam insiden tersebut.
Kasus kejahatan meningkat
Dari segi kasus kejahatan ekstrem, Jepang juga cukup rendah dalam standar dunia. Akan tetapi, untuk standar Jepang ada peningkatan. Dilansir dari kantor berita Kyodo 2 Februari 2023, ada 601.389 kasus kejahatan sepanjang tahun 2022. Jumlah ini naik 5,9 persen dari tahun 2021. Para ahli menduga ini karena pemerintah sudah melonggarkan berbagai karantina wilayah akibat pandemi Covid-19.
Pada saat yang sama, ini pertama kalinya angka kejahatan meningkat hingga setara dengan 20 tahun lalu. Selain kasus pembunuhan bersenjata api, juga ada kasus kejahatan lain. Pada Oktober 2022, bertepatan dengan Malam Halloween, seorang laki-laki berkostum Joker menusuk penumpang kereta api dengan pisau sehingga 17 orang terluka.
Pada Januari 2023, terjadi kasus perampokan yang menewaskan seorang perempuan berusia 90 tahun. Adapun di bulan April 2023, seorang laki-laki dibekuk polisi setelah berusaha melempar bom rakitan ke Perdana Menteri Fumio Kishida di kota Wakayama.
Menurut sosiolog Universitas Oxford Martina Baradel yang meneliti mengenai tingkat kejahatan di Jepang, tingkat pembunuhan memang turun. Akan tetapi, kejahatan-kejahatan jenis lain meningkat, terutama kejahatan siber, perundungan, dan kekerasan seksual.
Kepada media East Asia Forum, Baradel menjelaskan bahwa persepsi keamanan masyarakat Jepang menurun sejak kasus pembunuhan Abe. Tahun 2021, 81 persen warga Jepang menganggap negara mereka aman dan kini jumlahnya turun menjadi 54 persen. (AFP/Reuters)