Biden-Xi Sepakat Bersua di San Francisco, Pertama Setelah di Bali
Setelah bertemu di Bali, November 2022, Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping tidak berkomunikasi atau berkontak dengan cara apa pun.
WASHINGTON, SABTU — Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping sepakat bersua di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau APEC di San Francisco, AS, bulan depan. Hal ini diungkapkan seorang pejabat AS kepada Associated Press.
Kedua pihak tengah menyiapkan detail rencana pertemuan tersebut menyusul lawatan Menteri Luar Negeri China Wang Yi ke Washington DC, AS, Kamis-Jumat (26-27/10/2023).
Dalam lawatan itu, Wang bertemu dengan Biden di Gedung Putih, Jumat. Ia juga menggelar pertemuan terpisah, masing-masing dengan Menlu AS Antony Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan
Rincian dan detail hari dan lokasi pertemuan Biden-Xi serta hal-hal terkait logistik masih akan dibicarakan lebih lanjut. Melalui pernyataan tertulis, Gedung Putih mengatakan, kedua pihak ”sedang mempersiapkan” pertemuan tatap muka Biden-Xi di sela-sela KTT APEC.
Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada wartawan mengatakan, pertemuan antara Biden dan Wang Yi berlangsung sekitar satu jam. Pertemuan ini disebut tonggak sejarah dalam upaya AS menjaga jalur komunikasi tetap terbuka dengan China.
AS dan China berkomitmen memperbaiki hubungan dan meningkatkan kerja sama saling menguntungkan. Hanya saja, untuk mewujudkan komitmen itu, AS terlebih dahulu mengajak China mengelola persaingan secara bertanggung jawab dan memastikan akses komunikasi tetap terbuka. China juga berkeinginan menstabilkan hubungan kedua negara dan mengurangi kesalahpahaman setelah selama ini hubungan diwarnai ketegangan.
Baca juga: AS-China Mencari Titik Temu
Pertemuan Biden-Xi, November mendatang, penting karena diharapkan bisa mengelola ketegangan dan mencegah konflik di antara dua negara raksasa yang mereka pimpin.
Pertemuan antara Wang dan Biden juga dihadiri Sullivan dan Blinken. Menurut Kirby, dalam pertemuan itu juga dibahas mengenai konflik Israel dan kelompok Hamas di Gaza. ”Biden menggarisbawahi bahwa AS dan China harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan global,” ujar Kirby.
Perbedaan tetap ada
Ketika berbicara dengan Wang, Sullivan mengemukakan masalah-masalah yang perlu menjadi perhatian, termasuk perilaku China di Laut China Selatan (LCS). Wang mengakui, masih adanya perbedaan pandangan diantara kedua pihak.
Menurut Wang, China akan menanggapi perbedaan itu dengan tenang karena China berpandangan apa yang benar dan apa yang salah tidak ditentukan oleh siapa yang memiliki kekuatan atau bersuara lebih keras.
Sebelum bertemu dengan Wang, pada hari Rabu, Biden memperingatkan China tentang kewajiban AS dalam perjanjian dengan Filipina. Biden menyatakan, kapal-kapal China dengan sengaja menyerang kapal-kapal Filipina di wilayah perairan yang disengketakan di LCS. Hal ini dibantah oleh China.
Biden juga menyatakan, AS akan bersaing dengan China dalam segala hal sesuai dengan aturan internasional dalam segala bidang. ”Tetapi, saya tidak menginginkan konflik,” kata Biden.
Biden telah mengundang Xi ke San Francisco, AS, bulan depan, untuk menghadiri KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC). Keduanya tidak berkomunikasi atau berkontak dengan cara apapun sejak pertemuan mereka di Bali, November 2022.
Selain itu, meski mengundang Xi, Biden tetap bersikap tegas terhadap China, seperti pada kasus LCS dan Taiwan. Perbedaan yang terbaru ada pada isu konflik di Timur Tengah di mana AS merupakan sekutu utama Israel.
Hubungan bilateral AS-China tegang selama bertahun-tahun. Kedua negara bersaing untuk mendapatkan pengaruh di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Saat hubungan dengan AS menjauh, hubungan dengan Rusia menjadi lebih dekat.
Baca juga: China dan Rusia Bahas Koordinasi Strategis Bilateral
Dari pihak AS, yang diharapkan akan bisa dibicarakan secara mendalam dalam pertemuan Biden-Xi mendatang adalah perlunya memulihkan saluran komunikasi antarmiliter kedua negara, hak asasi manusia, dan kasus-kasus penahanan warga AS di China.
Kepada Biden, menurut Kementerian Luar Negeri China, Wang mengatakan bahwa tujuan kedatangannya ke AS adalah untuk membantu membendung kemerosotan hubungan AS dan China dengan tetap memberi perhatian pada rencana pertemuan di San Francisco.
”China mementingkan harapan agar AS menstabilkan dan meningkatkan hubungan AS dengan China. Kedua negara tidak hanya harus melanjutkan dialog, tetapi dialognya harus mendalam dan komprehensif,” kata Wang.
Pertemuan terakhir di Bali
Xi terakhir kali datang ke AS pada tahun 2017. Ia dijamu Presiden Donald Trump di resor Mar-a-Lago di Florida. Biden, yang mulai menjabat pada tahun 2021, belum pernah menjamu Xi di AS. Keduanya terakhir kali bertemu di Bali, November 2022, di sela-sela KTT G20.
Hubungan AS-China memburuk pada tahun 2018 ketika pemerintahan Trump mengenakan tarif besar terhadap barang-barang China.
Direktur Program China pada lembaga kajian Pusat Stimson di Washington, Yun Sun, menilai pertemuan kedua pemimpin itu akan bisa membuat hubungan kedua negara stabil. ”Kata kuncinya, stabilisasi hubungan bilateral. Bukan perbaikan, tetapi stabilisasi. Dunia membutuhkan AS dan China bersikap rasional dan menstabilkan hubungan mereka sehingga bisa memberikan kepastian yang lebih baik bagi kawasan dan dunia,” ujarnya.
Baca juga: China Akan Dominan di Laut China Selatan, AS Kemungkinan Menyerah
Adapun Direktur Pusat Studi Amerika di Universitas Fudan, China, Wu Xinbo, kepada harian Global Times, Sabtu (28/10/2023), mengatakan bahwa keinginan pemerintahan Biden untuk merangkul China sebenarnya—sebagian pertimbangannya—karena AS berharap penyelenggaraan APEC akan dianggap berhasil dan produktif.
Menurut Wu, AS hendak mengirimkan sinyal kepada rakyatnya sendiri bahwa Biden mampu menstabilkan hubungan AS dengan China meski sedang berkompetisi dengan China.
Guru Besar di Universitas Renmin, China, Diao Daming, menilai percepatan interaksi antara China dan AS akan menghasilkan kondisi hubungan yang lebih stabil antarkedua negara. Karena itulah, pertemuan Xi dan Biden sangat berarti. AS sekarang, kata Diao, menerapkan cara kerja sama dengan China “sesuai kebutuhan” saja.
Artinya, AS akan menunjukkan bidang-bidang apa saja yang ingin mereka kerja samakan dengan China sambil tetap bersikap tegas pada China pada urusan lain untuk mempertahankan hegemoninya. Seperti pada Kamis lalu, saat Komando Indo-Pasifik AS mengklaim bahwa sebuah jet tempur China melakukan “intersepsi tidak aman” terhadap pesawat B-52 Angkatan Udara AS di LCS.
Baca juga: China dan AS, Tak Kenal Maka Tak Sayang
Untuk menunjukkan kebenaran dari pengintaian ketat AS di depan pintu China, Kementerian Pertahanan Nasional China mengeluarkan rekaman video yang menunjukkan bahwa AS adalah provokator dan pembuat onar.
Kalangan pengamat China menilai, jika AS bersungguh-sungguh mendorong pertemuan Xi dan Biden, AS harus meninggalkan perilaku bermuka dua dan merendahkan serta berkomitmen dalam tindakan untuk menciptakan suasana yang bersahabat antara kedua negara.
Hanya saja, menurut Wu, peluang bagi kedua negara untuk menstabilkan hubungan sebenarnya agak kecil. China masih akan memantau perkembangan, apakah AS akan kembali melakukan tindakan keras yang ceroboh terhadap China setelah pertemuan Xi dan Biden.
Baca juga: AS Perketat Aturan Pasokan Semikonduktor ke China
Selain itu, hubungan bilateral mereka juga akan diuji ketika pemilu Taiwan berlangsung pada tahun 2024. Jika Partai Progresif Demokratik Taiwan terus berkuasa, hubungan lintas selat akan semakin tegang dan bisa meluas ke dalam hubungan China-AS.
Pemilu AS pada tahun depan juga menghadirkan tantangan lain karena “memainkan kartu China” adalah taktik yang biasa dilakukan para calon presiden. (REUTERS/AFP/AP)