Insiden yang melibatkan kapal-kapal China dan Filipina sudah sering terjadi, seiring meningkatnya ketegangan antara kedua negara di Laut China Selatan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
MANILA, MINGGU — Filipina dan China saling melemparkan tudingan setelah insiden tabrakan kapal kedua negara di dekat wilayah yang disengketakan, Minggu (22/10/2023). Kapal penjaga pantai China dan kapal Milisi Maritim China secara terpisah dilaporkan bertabrakan dengan kapal penjaga pantai Filipina dan kapal militer pemasok logistik di Beting Ayungin atau Karang Second Thomas di dekat Kepulauan Spratly.
Penjaga Pantai China menyatakan, terjadi serempetan antara salah satu kapalnya dengan kapal Filipina. Mereka menyebut tindakan menghalangi kapal Filipina untuk mengirimkan ”pasokan material ilegal” ke kapalnya di lokasi sengketa sebagai ”berdasarkan hukum”.
”Tindakan Filipina benar-benar melanggar aturan internasional tentang menghindari tabrakan di laut dan mengancam keselamatan navigasi kapal-kapal kami,” sebut Penjaga Pantai China.
Manila merespons dengan mengecam keras ”manuver blokade berbahaya” yang dilakukan kapal China. Gugus Tugas untuk Laut Filipina Barat dalam pernyataan menyebut tindakan ”berbahaya, tak bertanggung jawab, dan ilegal” yang dilakukan China melanggar kedaulatan, hak, dan yurisdiksi Filipina.
Filipina mengungkap, saat insiden terjadi, kapal militer pemasok logistik tengah menjalankan misi rotasi dan pasokan reguler (RORE) untuk pasukan yang bertugas di pangkalan angkatan laut apung BRP Sierra Madre sekitar pukul 06.04 waktu setempat. Saat itulah, kapal Penjaga Pantai China 5203 melakukan manuver pemblokiran sehingga bertabrakan dengan kapal yang dikontrak militer Filipina, Unaiza May 2.
Gugus Tugas Filipina juga menyebut, saat misi RORE berjalan, sisi kiri kapal Penjaga Pantai Filipina, MRV-4409, ditabrak kapal Milisi Maritim China, CMMV-00003, ketika berada sekitar 6,4 mil laut sebelah timur laut Beting Ayungin. Filipina tengah mengirimkan logistik makanan dan keperluan lainnya kepada pasukan yang ditempatkan di bekas kapal perang zaman Perang Dunia II, BRP Sierra Madre yang diubah menjadi pos militer di perairan dangkal Second Thomas di Kepulauan Spratly.
Penjaga pantai China berulang kali mengirimkan kapal untuk memblokade kapal yang bertugas memasok logistik. Sebelum insiden terbaru ini, pada akhir September lalu Filipina memotong tali pembatas yang dipasang Penjaga Pantai China di Karang Scarborough atau Bajo de Mansioc yang juga disengketakan kedua negara.
Karang Scarborough terletak sekitar 240 kilometer dari Pulau Luzon sehingga dinilai masuk wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina. Sementara China mengklaim karang itu masuk ke dalam wilayahnya meski pesisir terdekatnya berjarak sekitar 900 kilometer.
Insiden yang melibatkan kapal-kapal China dan Filipina sudah sering terjadi, seiring meningkatnya ketegangan antara China dan Filipina di Laut China Selatan. Filipina memiliki sembilan pos terdepan yang terletak di sembilan pulau karang di Kepulauan Spratly, termasuk Second Thomas.
Kapal Penjaga Pantai China pada Agustus lalu menggunakan meriam air untuk mengganggu kapal misi pasokan Filipina ke Second Thomas. Gangguan itu untuk mencegah salah satu kapal mengirimkan muatannya. Pada April, kapał China nyaris bertabrakan dengan kapał Penjaga Pantai Filipina yang secara ukuran jauh lebih kecil di wilayah yang sama.
Hubungan Manila-Beijing memburuk di bawah pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr yang memperkuat relasi militer dengan Amerika Serikat sejak berkuasa tahun lalu. Pada Mei, Departemen Pertahanan AS atau Pentagon menyatakan akan melindungi Filipina jika penjaga pantainya mendapat serangan di mana pun di Laut China Selatan.
Pekan lalu, militer Filipina menuntut China menghentikan tindakan ”berbahaya dan ofensif” setelah sebuah kapal angkatan laut China membayangi dan berupaya memotong jalur kapal angkatan laut Filipina yang menjalankan misi pengiriman suplai. China balas memperingatkan Filipina agar tidak melakukan ”provokasi” lebih jauh.
China mengklaim kedaulatan hampir di seluruh Laut China Selatan, termasuk bagian dari ZEE Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Indonesia. Mahkamah Arbitrase pada 2016 menyatakan klaim China tidak memiliki basis hukum.
Duta Besar AS untuk Filipina MaryKay Carlson mengatakan, AS mengecam keras ”gangguan terbaru China kepada kapal misi resmi pemasok logistik Filipina”. Ia juga menambahkan, gangguan itu membahayakan nyawa prajurit Filipina. (AP/AFP/REUTERS)