Di Bawah Tekanan Internasional, Israel Buka Jalur Bantuan Terbatas
Gerbang perbatasan Rafah dibuka untuk menyalurkan bantuan ke Jalur Gaza. Hanya 20 truk per hari yang diizinkan masuk.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·5 menit baca
KHAN YOUNIS, KAMIS — Di tengah tekanan internasional, Israel mengumumkan akan mengizinkan Mesir untuk membuka gerbang perbatasan Rafah guna menyalurkan bantuan kemanusiaan terbatas ke Jalur Gaza. Pengumuman ini dibuat setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat Joe Biden ke Tel Aviv dan menyusul peledakan Rumah Sakit Al-Ahli yang menewaskan ratusan orang.
Biden mengatakan, Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi setuju untuk membuka pelintasan di Rafah. Untuk tahap pertama, hanya 20 truk yang diperbolehkan masuk Jalur Gaza membawa bantuan kemanusiaan. Penyaluran akan ditutup apabila kelompok Hamas mengambil bantuan tersebut. ”Jika Hamas menyita bantuan, semua akan berakhir,” kata Biden, Rabu (18/10/2023) malam waktu setempat.
Kesepakatan itu dicapai dalam pembicaraan telepon Biden dan Sisi dalam perjalanan pulang Presiden AS itu seusai kunjungan kurang dari delapan jam di Israel. Melengkapi pernyataan Biden, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, bantuan itu akan mulai bergerak paling awal pada Jumat pekan ini.
Jika Hamas menyita bantuan, semua akan berakhir.
Lebih dari 200 truk dan sekitar 3.000 ton bantuan telah ditempatkan di dekat perbatasan Rafah, satu-satunya penghubung Jalur Gaza dengan Mesir, kata Kepala Bulan Sabit Merah untuk Sinai Utara Khalid Zayed. Meskipun kesepakatan ini merupakan kemajuan, aliran bantuan 20 truk itu sangat kurang dari kebutuhan.
Koordinator Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) Martin Griffiths mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB, Rabu, OCHA berusaha untuk mengembalikan pengiriman bantuan ke Jalur Gaza sebanyak 100 truk sehari.
Rencana pembukaan gerbang perbatasan Rafah dilakukan setelah muncul kemarahan yang meluas atas serangan terhadap Rumah Sakit Al-Ahli di kota Gaza di seluruh Timur Tengah. Ribuan orang dilaporkan berkumpul di sekitar perbatasan di Rafah untuk menunggu pembukaan perbatasan. Banyak dari mereka merupakan pemegang kewarganegaraan ganda yang berusaha meninggalkan Gaza.
Dalam wawancara dengan stasiun televisi Al-Arabiya, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan, pasokan bantuan itu akan masuk di bawah pengawasan PBB. Ketika ditanya apakah orang asing dan pemilik kewarganegaraan ganda yang ingin pergi dari Jalur Gaza diperbolehkan melewati Rafah, ia mengatakan, ”Sejauh pelintasan beroperasi normal dan fasilitas telah diperbaiki.”
Untuk penyaluran bantuan, Mesir masih harus memperbaiki jalan yang hancur akibat serangan udara Israel. Sebelumnya, Mesir mengatakan, pelintasan Rafah tidak ditutup. Namun, pelintasan itu tidak bisa beroperasi akibat serangan udara Israel.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, keputusan tersebut disetujui setelah ada permintaan dari Biden. Israel mengatakan, mereka tidak akan menghalangi pengiriman makanan, air, atau obat-obatan dari Mesir selama bantuan itu dibatasi untuk warga sipil di selatan Jalur Gaza dan tidak mengalir ke kelompok Hamas. Pernyataan itu tidak menyebutkan bahan bakar yang sangat diperlukan untuk generator rumah sakit.
Protes
Keluarga sekitar 200 orang yang disandera dan dipaksa kembali ke Gaza dalam serangan Hamas marah dan memprotes keras keputusan Pemerintah Israel. ”Anak-anak, bayi, perempuan, tentara, pria, dan orang tua, beberapa di antaranya menderita penyakit serius, luka, dan ditembak, ditahan di bawah tanah seperti binatang, tetapi Pemerintah Israel memanjakan pembunuh dan penculik,” demikian pernyataan dari Forum Keluarga Sandera dan Orang Tidak Diketahui.
Melunaknya sikap Israel ini merupakan yang pertama terjadi sejak pengepungan total Jalur Gaza yang telah berlangsung 12 hari. Ledakan Rumah Sakit Al-Ahli mengakibatkan semakin parahnya krisis kemanusiaan di Jalur Gaza.
Saat ribuan warga di ambang kelaparan dan kesulitan air, semakin banyak korban luka serta petugas medis yang kalang-kabut menyelamatkan karena sumber daya yang semakin minim. Rumah Sakit Al-Shifa di pusat kota Gaza yang mendapat limpahan korban dari RS Al-Ahli juga hampir kehabisan bahan bakar untuk generator listrik mereka.
Israel memutuskan semua pasokan air, listrik, dan makanan ke Gaza setelah Hamas menyerang wilayah selatan Israel pada 7 Oktober hingga menewaskan 1.400 orang dan membawa sandera sekitar 200 orang. Seiring berkurangnya pasokan, banyak keluarga di Gaza hanya makan satu kali sehari dan terpaksa minum air kotor.
Pada Rabu, terdapat jeda 12 jam. Namun setelah itu, serangan roket Palestina ke Israel dilanjutkan. Demikian juga serangan udara Israel ke Jalur Gaza berlanjut, termasuk menyasar kota-kota di selatan. Padahal, Israel menggambarkan kota-kota bagian selatan ini zona aman bagi warga sipil.
Dukungan AS
Biden mengatakan, ledakan di Rumah Sakit Al-Ahli tampaknya bukan kesalahan Israel. Dia memperingatkan agar tidak membiarkan kemarahan atas serangan mematikan Hamas menguasai warga Israel.
Dalam kunjungannya yang singkat, Biden mencoba mencari keseimbangan antara menunjukkan dukungan AS untuk Israel dan berusaha meredam konflik meluas. Saat kedatangannya, Biden memeluk Netanyahu dan menyatakan keprihatinan atas penderitaan warga sipil di Gaza.
Dalam perjalanan pulang, kepada wartawan, Biden mengatakan, ia sangat tegas kepada Israel mengenai perlunya memfasilitasi bantuan ke Jalur Gaza. Sebelumnya, ia mengatakan akan meminta Kongres AS untuk menyediakan paket bantuan bagi Israel dalam jumlah lebih tinggi dari sebelumnya.
Biden mengatakan, AS akan melakukan segala yang mereka bisa untuk memastikan keamanan Israel. Namun, ia juga mendesak warga Israel untuk tidak terlalu marah dengan menekankan bahwa sebagian besar warga Palestina tidak terafiliasi dengan Hamas.
Israel membantah keterlibatan dalam serangan terhadap Rumah Sakit Al-Ahli dan merilis sejumlah informasi yang menurut mereka menunjukkan ledakan tersebut sebenarnya akibat kelalaian serangan roket oleh Jihad Islam, kelompok lain yang beroperasi di Jalur Gaza dan kerap berada di kubu Hamas. Jihad Islam menolak tuduhan itu dan justru membeberkan bukti bahwa Israel berada di balik serangan itu.
Uskup Anglikan Jerusalem Hosam Naoum mengatakan, Rumah Sakit Al-Ahli yang dikelola oleh Gereja Episkopal menerima setidaknya tiga perintah dari militer Israel untuk evakuasi beberapa hari sebelum ledakan. Israel melancarkan serangan ke rumah sakit itu pada Selasa. Israel memerintahkan semua rumah sakit di utara Gaza yang jumlahnya 22 buah untuk evakuasi pekan lalu.
Kementerian Kesehatan Gaza awalnya menyebut jumlah korban tewas akibat serangan di rumah sakit itu setidaknya 500 orang. Jumlah itu dikoreksi menjadi 471 orang. Sementara pejabat rumah sakit mengatakan, korban tewas mencapai ratusan orang.
Kementerian Kesehatan Gaza juga menyatakan, sebanyak 3.478 orang telah tewas di Jalur Gaza sejak perang dimulai dan lebih dari 12.000 orang terluka, sebagian besar perempuan, anak-anak, dan orang tua. Pihak berwenang mengatakan, ada sekitar 1.300 orang di seluruh Jalur Gaza yang diyakini tertimbun di bawah puing, baik hidup maupun mati. (AFP/AP/REUTERS)