Perang Israel-Hamas, Pertemukan Arab Saudi-Iran
Presiden Iran Ebrahim Raisi menghubungi Putera Mahkota Arab Saudi, Mohammed Bin Salman. Mereka membahas perlunya mengakhiri kejahatan perang terhadap Palestina.
DUBAI, KAMIS – Setelah sebelumnya melontarkan kritik atas isu normalisasi hubungan dengan Israel, Presiden Iran Ebrahim Raisi menghubungi Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, Rabu (11/10/2023) petang.
Merujuk pada iranpress.com pada Kamis (12/10/2023), dalam pembicaraan yang dilakukan melalui sambungan telepon itu, Raisi dan Salman membahas konflik Palestina-Israel. Menurut iranpress.com, kedua pemimpin tersebut membahas perlunya mengakhiri kejahatan perang terhadap Palestina.
Pembicaraan itu merupakan yang pertama yang mereka lakukan setelah kedua negara kembali menjalin hubungan bilateral. Sebagai catatan, dengan ditengahi oleh China, pada 10 Maret lalu, Arab Saudi dan Iran memulihkan kembali hubungan mereka yang sebelumnya retak.
Baca juga: ”Rungkad” di Jantung Gaza
Rekonsiliasi Arab Saudi-Iran itu menjadi kejutan bagi dinamika kawasan. Ada harapan besar bagi kawasan atas pulihnya relasi kedua negara besar itu. Banyak diketahui, “persaingan mereka” telah mengancam stabilitas dan keamanan di Teluk dan memicu konflik di Timur Tengah, dari Yaman hingga Suriah.
Dukungan Arab Saudi
Sementara itu, Kantor Berita Resmi Arab Saudi, SPA, mengatakan, dalam pembicaraan tersebut mereka membahas juga eskalasi militer yang tengah berlangsung di Gaza. Pangeran Bin Salman menekankan bahwa pihak Kerajaan Arab Saudi akan mengerahkan upaya maksimal untuk melibatkan semua pihak internasional dan regional untuk menghentikan eskalasi yang sedang berlangsung.
Dalam kesempatan tersebut Bin Salman juga menegaskan penolakan Arab Saudi terhadap segala bentuk penargetan warga sipil dan hilangnya nyawa orang tak berdosa. Lebih lanjut Bin Salman menekankan perlunya mematuhi prinsip-prinsip hukum kemanusiaan internasional dan menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza dan dampaknya terhadap warga sipil.
“Kerajaan Arab Saudi terus teguh membela perjuangan Palestina, serta mendukung upaya yang bertujuan untuk mencapai perdamaian komprehensif dan adil yang menjamin hak-hak sah rakyat Palestina,” kata SPA mengutip Bin Salman.
Baca juga: Israel Diduga Segera Lancarkan Serangan Darat
Sebelumnya saat berbicara dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Bin Salman juga menegaskan bahwa ia akan mengerahkan upaya keras untuk membangun komunikasi dengan mitra regional dan internasional untuk mencapai koordinasi demi mendorong penghentian eskalasi perang Israel-Hamas.
Pemerintah persatuan
Terkait perang Israel-Hamas, hingga saat ini dikabarkan Israel telah membentuk pemerintahan persatuan darurat. Dua tokoh utama Israel yang sebelumnya berseteru, yaitu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan, Benny Gantz duduk di kabinet tersebut.
Sementara itu, serbuan Israel ke posisi Hamas di Gaza terus berlangsung. Israel juga memutus aliran listrik dan air ke Gaza. Langkah itu membuat sebagian besar dari 2,3 juta orang di Jalur Gaza kesulitan. Tak hanya itu, akibat pemboman Israel, lebih dari 1.000 orang warga Gaza tewas dan 340.000 orang lainnya kehilangan tempat tinggal. Mereka pun sulit untuk keluar dari wilayah itu karena satu-satunya akses keluar di perbatasan lain telah diblokir oleh tentara Mesir. Warga Gaza mengatakan, mereka kini terjebak.
Perang yang terus berkecamuk, juga memicu kekhawatiran atas nasib setidaknya 150 sandera – sebagian besar warga Israel, termasuk warga asing dan berkewarganegaraan ganda – yang ditahan Hamas di Gaza. Para analis mengatakan perang tersebut telah memberikan pukulan berat terhadap kemungkinan kesepakatan normalisasi penting antara Arab Saudi dan Israel.
Sebagaimana diketahui, proses tersebut didorong oleh Pemerintah AS di bawah Presiden Joe Biden. Riyadh disebutkan mengharapkan dukungan keamanan dan bantuan program nuklir sipil bila kesepakatan tersebut dicapai.
Baca juga: Palestina Terabaikan dalam ”Pesta” antara Dunia Arab dan Israel
Isu normalisasi tersebut sempat memicu kekecewaan Iran. Pada 20 September lalu, Raisi mengatakan bahwa rencana normalisasi itu mengkhianati Palestina.
“Inisiasi hubungan antara rezim Zionis dan negara mana pun di kawasan, jika bertujuan untuk memberikan keamanan bagi rezim Zionis, tentu tidak akan berhasil,” kata Raisi dalam konferensi pers di sela-sela menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Kami percaya bahwa hubungan antara negara-negara kawasan dan rezim Zionis akan menjadi tikaman bagi rakyat Palestina,” kata Raisi.
(AP/AFP/Reuters)