China Janji Inisiatif Sabuk dan Jalan Jadi “Lebih Terbuka”
China mengakui akan ada kesulitan baru pada Inisiatif Sabuk dan Jalan yang sudah berjalan 10 tahun. Meski begitu, kerangka kerja sama ini tetap menguntungkan bagi negara-negara peserta dan sudah bernilai triliunan dolar.
BEIJING, RABU - Setelah 10 tahun, Inisiatif Sabuk dan Jalan membawa perubahan besar bagi dunia dan menjadi tonggak penting dalam sejarah. Ke depan, inisiatif itu diharapkan menjadi semakin kreatif, lebih langgeng, lebih terbuka dan inklusif, serta membuka peluang baru bagi China dan seluruh dunia. Sejauh ini, China menandatangani dokumen kerja sama senilai lebih dari 2 triliun dollar AS dengan lebih dari 150 negara dan 30 organisasi internasional.
Evaluasi 10 tahun dan rencana ke depan Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) akan dibahas dalam Forum Sabuk dan Jalan untuk Kerja Sama Internasional yang ketiga di Beijing, 17-18 Oktober 2023. Dalam pernyataan pada Rabu (11/10/2023), Kementerian Luar Negeri China mengungkap bahwa Presiden China Xi Jinping akan menghadiri forum itu.
Akan ada perwakilan lebih dari 130 negara hadir di forum itu. Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Rusia Vladimir Putin disebut akan hadir pula.
Baca Juga 10 Tahun ”Jalur Sutra Modern”
Menjelang forum itu, Kantor Informasi Dewan Negara China mengeluarkan Buku Putih BRI. Dalam buku itu disinggung lagi bahwa BRI diresmikan Xi pada Maret 2013 kala mengusulkan “visi komunitas global dengan masa depan bersama”.
Dalam pidato di DPR RI pada September 2013, Xi kembali membahas proyek yang kini dikenal sebagai BRI itu. Dulu, Xi memakai istilah Jalur Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim Abad 21.
Buku Putih itu menyebut, BRI akan dihadapkan pada tantangan baru. Meski begitu, BRI merupakan proyek global jangka panjang, transnasional, dan sistematis pada abad ke-21. “Selama semua pihak yang terlibat menggabungkan kekuatan, bekerja sama, dan bertahan, kita akan mampu mengatasi masalah-masalah dan meningkatkan kesejahteraan. China siap bekerja sama dengan negara-negara lain untuk menjalin kerja sama lebih erat dan lebih bermanfaat di bawah kerangka BI,” sebut laporan itu.
BRI itu dianggap China sebagai “warisan obor perdamaian” dari generasi ke generasi dan upaya mempertahankan pembangunan, memastikan peradaban berkembang, dan membangun komunitas global dengan masa depan bersama.
Jembatan penghubung
BRI secara garis besar merupakan rencana proyek infrastruktur global dan pembangunan jaringan energi untuk menghubungkan Asia dengan Afrika dan Eropa melalui jalur darat dan laut. China ingin mengembalikan kejayaan masa Jalur Sutra kuno untuk meningkatkan perdagangan global.
Sejauh ini, China sudah menandatangani kerja sama senilai lebih dari 2 triliun dollar AS dengan lebih dari 150 negara dan 30 organisasi internasional.
Para kritikus menuduh China memikat negara-negara berpendapatan rendah ke dalam perangkap utang dengan menawarkan pinjaman dalam jumlah besar dan tidak terjangkau melalui BRI. Sebagian kritikus lain juga curiga China hendak menyebarkan pengaruh geopolitik dan ekonominya.
Baca juga Satu Dekade “Sabuk dan Jalan” dalam Kerja Sama China-Indonesia
Italia, satu-satunya negara demokrasi maju yang ikut serta dalam skema investasi BRI, telah mengkritik keputusan pemerintah sebelumnya yang bergabung dengan BRI pada tahun 2019. Pasalnya, perdagangan antara Italia dan China belum juga membaik.
Pemerintahan Italia memutuskan keluar dari BRI. Meski demikian, Beijing tetap menilai BRI telah memberikan keuntungan nyata kepada negara-negara peserta.
Dikatakan juga, pinjaman untuk proyek-proyek BRI dari Bank Ekspor-Impor China (Eximbank) -kreditor utama BRI- kini berjumlah 307,4 miliar dollar AS. Eximbank telah mendanai proyek-proyek transportasi dan energi besar di BRI dan telah dikaitkan dengan rencana pinjaman luar negeri di mana pun mulai dari Afrika hingga Asia Tengah.
Picu kekhawatiran
Namun, beberapa mitra Beijing semakin khawatir mengenai dampak yang ditimbulkan. Dalam laporan para ahli di Kebijakan Pembangunan Global Universitas Boston disebut, banyak penerima dana dari China kesulitan membayar utang.
Sejumlah negara berutang pada China dalam jumlah besar dari total utang luar negeri mereka. Di sisi lain, laporan itu juga menyebutkan BRI menyediakan sumber daya tambahan bagi negara-negara Selatan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Sementara Nikkei Asia menyebut, BRI menghadapi tantangan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. AS-UE menawarkan bantuan pembangunan jalur kereta internasional di Afrika untuk menyalurkan sumber daya dari wilayah pertambangan ke pelabuhan. Di Afrika pula, China sudah hadir dengan BRI yang juga sama-sama bertujuan memperkuat rantai pasokan mineral penting. “Ini investasi regional yang akan mengubah keadaan,” kata Presiden AS Joe Biden, 9 September lalu, ketika mengumumkan AS akan mendukung pengembangan Koridor Lobito dan bermitra dengan UE.
Koridor ini bertujuan untuk memperkuat jaringan distribusi yang menghubungkan pelabuhan Lobito di Angola di pantai Atlantik ke Zambia dan Republik Demokratik Kongo, negara-negara pedalaman yang kaya akan sumber daya mineral. (REUTERS/AFP/AP)