KTT APEC pada November mendatang di San Francisco diharapkan menjadi ajang pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Gedung Putih tengah mempersiapkan rencana pertemuan tatap muka antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping pada November 2023. Pertemuan tersebut menjadi upaya AS dan China untuk menstabilkan hubungan kedua negara yang saat ini saling bersitegang.
Dilansir dari Reuters, Jumat (6/10/2023), rencana pertemuan Biden dengan Xi akan berlangsung di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Negara-negara Asia Pasifik (APEC) di San Francisco, Amerika Serikat. Surat kabar The Washington Post, Kamis (5/10/2023), mengutip pejabat senior AS yang tidak disebutkan namanya, melaporkan, pertemuan kedua pemimpin negara itu cukup pasti. ”Kami tengah memulai prosesnya,” sebut pejabat itu.
The Washington Post berupaya mengonfirmasi rencana pertemuan itu ke Kedutaan Besar China di Washington, tetapi belum mendapatkan respons. Gedung Putih juga belum menerbitkan pernyataan apa pun terkait rencana itu.
Sebelum rencana pertemuan itu muncul, sejak Juni hingga September 2023 para pejabat tinggi AS telah mengadakan lawatan diplomatik dan bertemu dengan pejabat tinggi China. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke China pada Juni, diikuti kunjungan Menteri Keuangan AS Janet Yellen ke China pada Juli.
Pada Agustus, giliran Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo yang berkunjung ke China. Kemudian pada September ada pertemuan antara Blinken dan Wakil Presiden China Han Zheng di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan juga bertemu Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Malta.
Pertemuan Biden-Xi diharapkan bisa meredakan ketegangan AS-China dan menstabilkan hubungan kedua negara. Sejumlah isu yang membuat kedua negara adidaya itu bersitegang, antara lain, ialah isu Taiwan, asal pandemi Covid-19, tuduhan mata-mata, isu hak asasi manusia, dan tarif perdagangan.
Sejak terpilih sebagai Presiden AS pada 2020, Biden baru bertemu Xi dalam KTT G20 secara langsung di Bali pada November 2022. Kala itu, keduanya menekankan pentingnya diplomasi langsung dan berharap bisa mengembalikan relasi AS-China pada jalurnya. Sebelumnya, Biden-Xi lima kali berkomunikasi melalui sambungan telepon dan konferensi video.
Namun, relasi keduanya kembali memburuk setelah Biden memerintahkan agar balon udara mata-mata China ditembak jatuh pada Februari 2023. Meski para pejabat tinggi pemerintahan Biden melawat ke Beijing, komunikasi antarpejabat militer kedua negara masih membeku.
Orang akan langsung menyimpulkan persoalan ekonomi dan politik domestik terlalu berat. Ada harga yang harus dibayar jika dia tidak datang.
Ketegangan berlanjut pada Maret saat Xi menuding Washington memimpin upaya oleh negara-negara Barat untuk menerapkan ”pembendungan, pengepungan, dan penekanan kepada China” guna memperlambat perkembangan negara itu. Biden pun tak kalah mengutarakan komentar yang membuat Beijing gusar. Ia menyebut Xi ”diktator” dan bahwa China mengalami ”kesulitan ekonomi yang nyata”.
Di balik itu, sebut Washington Post, Biden berulang kali mengindikasikan harapan bertemu Xi. Pada Oktober, Xi tidak menghadiri KTT G20 di New Delhi, India, sehingga Biden kecewa.
Kementerian Keamanan Dalam Negeri China, Oktober lalu, mengindikasikan, dalam unggahan di media sosial WeChat, sebuah pesan yang ”samar dan tidak biasanya”. Disebutkan, pertemuan Xi-Biden bergantung pada ”ketulusan” AS.
Para pengamat China menantikan KTT APEC di San Francisco sebagai tempat pertemuan Xi-Biden. Mantan pembantu Obama saat di Gedung Putih, Danny Russel, mengatakan, jika Xi tidak hadir, kesannya akan menjadi buruk. ”Orang akan langsung menyimpulkan persoalan ekonomi dan politik domestik terlalu berat. Ada harga yang harus dibayar jika dia tidak datang,” ujar Russel, dikutip Washington Post.
Russel, yang kini menjadi wakil presiden untuk urusan keamanan internasional dan diplomasi pada Asia Society Policy Institute, menambahkan, Xi dan Biden memiliki keinginan yang sama untuk memperbaiki hubungan dan menghindari ”krisis internasional” yang bisa mengancam agenda domestik masing-masing. ”Namun, keduanya tidak terbuka untuk membuat kelonggaran yang penting,” katanya.
Meski demikian, pertemuan keduanya pun tetap sebuah ”kemajuan”. (REUTERS)