Teguran Paus Fransiskus kepada Eropa yang Menolak Pengungsi
IOM menyebut, 28.000 pengungsi tewas di Laut Tengah dalam sepuluh tahun terakhir. Laut Tengah jangan dijadikan perairan kematian. Perairan itu seharusnya menjadi laboratorium perdamaian.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Lebih dari 170.000 pengungsi berusaha mencapai Eropa lewat Laut Tengah dalam delapan bulan terakhir. Kedatangan mereka memicu penolakan besar-besaran di Eropa. Paus Fransiskus harus mengulangi tegurannya kepada Eropa karena penolakan itu.
Penolakan Eropa antara lain ditunjukkan di pernyataan Menteri Dalam Negeri Inggris Suella Braverman, Minggu (24/9/2023). Dalam lawatan ke Amerika Serikat pada pekan depan, Braverman akan membahas isu pengungsi atau, menurut istilah Inggris dan negara lain di Eropa, migrasi ilegal.
”Migrasi ilegal dan pergerakan orang di seluruh dunia menyebabkan tekanan kepada Amerika, Inggris, dan Eropa. Kita harus bersama dan bertanya, apakah konvensi internasional dan kerangka hukum yang dirancang sekitar 50 tahun lalu masih cocok di era perjalanan dengan pesawat dan telepon pintar ini?” ujarnya dalam pernyataan itu.
Sebelumnya, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengusulkan Uni Eropa memberlakukan blokade di Laut Tengah. Usulan disampaikan setelah setidaknya 18.000 pengungsi masuk ke Pulau Lampedusa, Italia, lewat Laut Tengah pada September 2023.
Ada pun Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier menyebut, Jerman dan Italia punya masalah sama soal pengungsi. Berlin dan Roma sama-sama terbatas kemampuannya untuk mengurus pengungsi. Karena itu, Italia dan Jerman tidak akan sanggup lagi menerima pengungsi.
Adapun Perancis telah menegaskan tidak mau menerima pengungsi yang baru datang ke Lampedusa. Bahkan, Paris meningkatkan patroli di perbatasan Perancis-Italia untuk mencegah ada pengungsi masuk Perancis.
Seperti Meloni, Presiden Perancis Emmanuel Macron meminta UE mengetatkan penjagaan perbatasan. Brussels didesak memudahkan deportasi orang-orang yang ditolak masuk UE.
Adapun Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut, migrasi ilegal menjadi tantangan UE. Brussels harus membuat kebijakan untuk menghadapi tantangan itu. Ia menyatakan itu di Lampedusa yang kini dipadati pengungsi.
Tegurannya antara lain didasarkan fakta, menurut Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), setidaknya 2.500 pengungsi tewas di Laut Tengah pada 2023. Ada pun dalam sepuluh tahun terakhir, menurut Organisasi Migrasi Internasional (IOM), 28.000 pengungsi tewas di Laut Tengah. Mayoritas kematian terjadi kala kapal pengangkut pengungsi karam di Laut Tengah.
Paus meminta, Laut Tengah jangan dibiarkan jadi lautan kematian. Perairan itu seharusnya dijadikan laboratorium perdamaian.
Pengungsi yang tewas di Laut Tengah jangan sampai dianggap sebagai kumpulan angka semata. Mereka adalah orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri dari konflik, kemiskinan, dan bencana alam.
Paus menyesalkan sejumlah kota-kota Eropa di pesisir Laut Tengah malah menutup pelabuhan dari para pengungsi. ”Mereka yang mempertaruhkan nyawanya di laut tidak akan menyerbu. Mereka mengharapkan penyambutan, kehidupan,” ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita Vatican News.
Ia menolak gagasan Eropa sedang dalam situasi darurat karena gelombang pengungsi. Wacana itu hanya bentuk propaganda kelompok tertentu. ”(Pengungsi dan migrasi) adalah fakta masa kini, proses yang melibatkan tiga benua di sekeliling Laut Tengah dan harus dikelola dengan bijaksana, termasuk cara Eropa menanggapi kesulitan ini,” ujarnya.
Laut Tengah, menurut Paus, adalah cerminan dunia. Di mana negara-negara di belahan selatan bumi dilanda ketidakstabilan, perang, penggundulan hutan. Penduduknya tidak punya pilihan selain menuju ke belahan utara bumi.
Ia mengatakan, pengungsi yang tewas di Laut Tengah jangan sampai dianggap sebagai kumpulan angka semata. Mereka adalah orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri dari konflik, kemiskinan, dan bencana alam. ”Berhentilah menganggap kapal karam sebagai berita belaka, kematian di laut sebagai angka baru. Mereka orang yang punya nama, cerita, dan derita,” katanya.
Paus menolak gagasan Eropa sedang dalam situasi darurat karena gelombang pengungsi. Wacana itu hanya bentuk propaganda kelompok tertentu.
Paus menegaskan, menyelamatkan pengungsi di Laut Tengah adalah wujud tugas kemanusiaan dan peradaban. ”Tuhan akan memberkati kita jika di laut dan darat ada perawatan kepada yang lemah,” ujarnya.
Menurut dia, mereka yang merintangi penyelamatan pengungsi di laut telah menunjukkan kebencian. Pengungsi adalah saudara dalam kemanusiaan. (AFP/AP/REUTERS)