Penghalang Terapung China Halangi Nelayan Filipina
Penjaga Pantai Filipina menemukan penghalang terapung sepanjang 300 meter yang dipasang dii karang Scarborough. Penghalang itu diduga dipasang China untuk mencegah nelayan Filipina mendatangi karang dan mencari ikan.
Oleh
IWAN SANTOSA
·3 menit baca
MANILA, KOMPAS - Dinamika di Laut China Selatan kembali menghangat ketika Penjaga Pantai Filipina yang membawa rombongan wartawan menemukan penghalang terapung sepanjang 300 meter yang dipasang di gugusan karang Scarborough, 225 kilometer sebelah barat Pulau Luzon, Jumat (22/9/2023) petang. Kapal Penjaga Pantai Filipina juga bertemu kapal Milisi Maritim China dan tiga perahu karet.
Penghalang itu diduga dipasang China untuk mencegah nelayan Filipina mendatangi terumbu karang dan mencari ikan di wilayah yang disengketakan. Penjaga Pantai Filipina dan Biro Perikanan dan Sumber Daya Laut membenarkan adanya tindakan itu.
Juru Bicara Penjaga Pantai Filipina Jay Tarriela mengatakan dalam unggahan di media sosial X, pemasangan penghalang tersebut untuk mencegah nelayan Filipina memperoleh nafkah dari mencari ikan di sana.
”Penjaga Pantai Filipina akan terus memantau kawasan bersama lembaga pemerintah terkait untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada dan menegakkan hak-hak maritim kami dan melindungi wilayah maritim kami,” kata Tarriela, Minggu (24/9/2023).
Kedutaan Besar China di Filipina tidak menjawab permintaan tanggapan dari media terkait peristiwa tersebut. China mengklaim 90 persen dari wilayah perairan Laut China Selatan yang tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Filipina. Adapun Indonesia dan China tidak terlibat dalam klaim teritorial.
China menguasai karang Scarborough pada 2012 dan menghalangi nelayan Filipina mencari ikan di kawasan tersebut. Namun, China mengizinkan nelayan Filipina kembali mencari ikan di perairan Scarborough pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte.
Tahun 1946, Kongres Amerika Serikat mengeluarkan China Aid Naval Act Nomor 512 tanggal 16 Juli 1946, yakni undang-undang yang mengesahkan dukungan Angkatan Laut AS untuk mengangkut militer China menduduki pulau-pulau di Laut China Selatan seusai Perang Dunia II. Namun, dukungan AS berubah sesudah China kalah dalam Perang Saudara di China tahun 1949.
Mantan Direktur Penjaga Pantai Filipina Laksamana (Purn) Haji Joel Garcia, yang ditemui Kompas beberapa waktu lalu di Manila, mengatakan, sengketa di perairan Laut Filipina Barat adalah sengketa maritim. ”Mengenai potensi hidrokarbon sudah tidak ada masalah antara Filipina dan China. Sengketa ini bisa diselesaikan di antara para pihak sesama negara Asia,” kata Garcia.
Wisata Laut China Selatan
Di sisi lain, ada potensi besar yang dapat dikembangkan bersama di kawasan Laut China Selatan. Sejumlah negara yang bersengketa wilayah di Laut China Selatan menggelar wisata ke kawasan tersebut.
Malaysia mengadakan wisata selam di Terumbu Layang-layang (Swallow Reef) di sebelah barat Negara Bagian Sabah di Kalimantan, berjarak 265 kilometer dari Kinabalu. Vietnam menggelar wisata ke Pulau Con Dao (Pulo Condor) di selatan Ho Chi Minh City, 50 kilometer dari pesisir pantai Vietnam.
CNN Travel mencatat, China menggelar wisata dari kota Sanya di Pulau Hainan ke Pulau Paracel (Xi Sha) yang berjarak sekitar 370 kilometer. Dalam CIA Fact Book disebutkan ada 130 pulau di Kepulauan Paracel yang dikuasai China. Adapun Taiwan mengizinkan riset di Pulau Taiping (Itu Aba).
Filipina menggelar wisata Kalayaan, yakni mengunjungi pulau-pulau di Laut Filipina Barat. Dalam laporan kantor berita Nikkei, 25 Mei 2023, penyelenggara wisata Kalayaan Ken Hupanda mengatakan, daripada bersitegang politik, lebih baik membangun wisata dan ekonomi kawasan. Turis dari China dapat bergabung dalam paket wisata seharga 2.400 dollar AS itu. Wisata tersebut dikelola dari Kota Puerto Princessa di Pulau Palawan ke lokasi pulau-pulau yang berjarak 475 kilometer. (REUTERS)