Vietnam dan AS memulai babak baru hubungan bilateral mereka, naik menjadi mitra strategis komprehensif. Babak baru ini terjadi di tengah dinamika hubungan AS-China di Indo-Pasifik dan global.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD, LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
HANOI, MINGGU — Vietnam dan Amerika Serikat menaikkan status hubungan bilateral mereka menjadi mitra strategis komprehensif, di tengah dinamika situasi Laut China Selatan secara khusus dan lebih luas situasi di Indo-Pasifik. AS memandang peningkatan status hubungan ini menjadi sangat penting di tengah situasi, yang menurut Washington, sebagai sangat kritis.
Demikian disampaikan Presiden AS Joe Biden tak lama setelah mendarat di Bandara Noi Bai, Hanoi, Vietnam, Minggu (10/9/2023). Biden dijadwalkan akan berada di Vietnam selama sehari ke depan usai menghadiri Konferensi TIngkat Tinggi Kelompok 20 atau G20 di New Delhi, India.
Biden tiba di Hanoi Minggu pagi dan disambut upacara kenegaraan megah di halaman Istana Kepresidenan yang berwarna kuning mustard. Dia didampingi oleh Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong pada upacara penyambutan itu. Siswa sekolah berbaris di tangga sambil mengibarkan bendera kecil AS dan Vietnam, menyambut tamu negara.
Ini adalah pertemuan pertama Trong dan Biden setelah pertemuan sebelumnya di Washington, delapan tahun lalu. Saat itu, Biden masih menjabat sebagai wakil presiden.
Trong berusaha menyanjung Biden, yang menghadapi pertanyaan terus-menerus di dalam negeri mengenai usianya yang sudah 80 tahun dan mencalonkan diri kembali pada pemilu tahun depan. “Anda belum bertambah tua satu hari pun, dan menurut saya Anda terlihat lebih baik dari sebelumnya,” kata Trong. “Menurut saya, setiap fitur dari Anda, Tuan Presiden, melengkapi citra Anda.” Biden terkekeh.
Kunjungan Biden ke Hanoi memiliki arti strategis bagi AS di Asia Tenggara. Apalagi, negara yang memiliki status hubungan mitra komprehensif dengan Vietnam hanya ada dua, yaitu China dan Rusia.
Di satu sisi, Vietnam bentuk kerja sama ekonomi baru dengan AS di tengah perlambatan ekonomi China. Eropa diharapkan menyusul keputusan AS. Di sisi lain, Biden melihat peluang untuk membawa Vietnam, ke dalam pelukan AS.
Menteri Perdagangan Gina Raimondo mengatakan bahwa para CEO yang dia ajak bicara menilai Vietnam sebagai tempat yang cocok untuk mendiversifikasi rantai pasokan, yang sebelum pandemi ini sangat bergantung pada China. Raimondo telah mencoba memperluas rantai pasokan tersebut melalui Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF, sebuah inisiatif yang diluncurkan Biden tahun lalu.
“Baik itu Vietnam atau Malaysia, Indonesia, India, perusahaan-perusahaan sangat memperhatikan negara-negara tersebut sebagai tempat untuk melakukan lebih banyak bisnis. Benar juga bahwa mereka perlu meningkatkan kemampuan tenaga kerja, (kelengkapan) infrastruktur dan, menurut saya, transparansi dalam operasional pemerintah,” kata Raimondo.
Hubungan ekonomi kedua negara terus membaik. NIlai perdagangan keduanya melonjak, dari hanya 23 miliar dolar AS satu dekade lalu menjadi 123 miliar dolar dalam pada tahun 2023. Setahun terakhir, neraca perdagangan kedua negara naik 11 persen.
Tidak hanya dalam bidang ekonomi, kerja sama pertahanan juga berkembang antara kedua negara. Kunjungan kapal induk AS ke Vietnam USS Ronald Reagan akhir Juni lalu serta proyek pembersihan dioksin di bekas pangkalan udara AS di Da Nang dan Bien Hoa adalah contoh dua kerja sama militer AS-Vietnam. Pencarian sisa-sisa kerangka tentara AS yang hilang juga merupakan proyek kerja sama yang penting. AS juga membantu Vietnam untuk mengindentifikasi anggotanya yang tewas dalam perang Vietnam.
Kemakmuran Bersama
Dalam pertemuan dengan Biden, Trong menyebut bahwa pemahaman satu sama lain, menghormati kepentingan sah satu sama lain dan tidak mencampuri urusan dalam negeri adalah hal penting dalam hubungan kedua negara. Pada saat yang sama, menciptakan stabilitas jangka panjang adalah arah utama hubungan kedua negara.
Sementara, Biden menekankan bahwa kunjungannya tidak hanya akan bermakna bagi kedua negara semata tapi juga bagi kawasan Indo Pasifik dan juga dunia. Dia menyebut bahwa AS mendukung kawasan ini menjadi kawasan yang terbuka, stabil, aman dan sejahtera.
Biden juga menekankan bahwa peran dan posisi Vietnam di kawasan sangat penting, terutama untuk mengatasi masalah regional dan global. Biden juga menekankan bahwa Laut Cina Selatan, yang disebut Vietnam sebagai Laut Timur, mempunyai posisi penting dalam kemakmuran dan stabilitas internasional.
Memiliki status sebagai mitra strategis komprehensif, menurut sejumlah analis, belum bisa dimaknai bahwa Vietnam berada satu barisan dengan AS.
“Ini bukan berarti Vietnam berpindah ke orbit AS. Ini adalah Vietnam yang mempertahankan orbit independennya – mempertahankan ruangnya sendiri dari China,” kata Gregory Poling, Direktur Inisiatif Transparansi Maritim Asia di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington. Dia menilai, babak baru hubungan diplomatik dengan AS memberikan banyak ruang bagi kerja sama pragmatis untuk kepentingan kedua negara, tapi tidak untuk berpihak.
Peningkatan status hubungan bilateral seperti ini tidak hanya dilakukan dengan AS saja. Bulan Desember lalu, Vietnam telah meningkatkan status hubungannya dengan Korea Selatan. Dalam beberapa bulan ke depan, status hubungan bilateral yang sama juga akan diberikan pada Australia dan Singapura.
“Vietnam harus meningkatkan hubungan mereka dengan semua negara yang dapat membantu mereka jika terjadi krisis atau bahkan membantu mereka meningkatkan ketahanan terhadap gangguan China. Jika Anda melihat jaringan kemitraan dengan semua negara besar di kawasan ini, Anda bisa merasa lebih aman. Itulah strategi Vietnam secara keseluruhan. Menjangkau – pergaulan bebas geopolitik,” kata Alexander Vuving, profesor di Pusat Studi Keamanan Asia Pasifik di Honolulu, Hawai, dikutip dari laman Voice of America (VoA).
Pandangan senada disampaikan Ray Powell, koordinator Proyek Myoushu di Laut China Selatan Universitas Stanford, AS. Powell memandang desakan terus menerus terhadap para nelayan Vietnam di zona ekonomi eksklusifnya di Laut China Selatan menjadi utama untuk meningkatkan hubungan dengan Amerika Serikat dan mitra lainnya.
“Tekanan China yang terus menerus terhadap [Vietnam] dari berbagai sudut menjadi faktor yang mendorong keinginan mereka untuk terus meningkatkan tingkat kemitraan tersebut. Dalam banyak hal, ini lebih merupakan upaya menyeimbangkan diri melawan Tiongkok dibandingkan menyelaraskan diri dengan Amerika Serikat,” kata Powell. (AP/Reuters)