Tingkat Integrasi Ekonomi dengan China Relatif Tinggi, ASEAN Bisa Terbuai
Agar tak tenggelam akibat relasi dengan China, ASEAN jangan mengabaikan pengembangan industrialisasinya dengan pihak non-China. ASEAN sangat penting secara politik di kawasan dan memiliki peran sentral.
China sangat penting secara perekonomian bagi dunia. Jangankan ASEAN, negara-negara terkuat dunia sekalipun kini sangat tergantung pada perekonomian China untuk pemasaran produk dan sebagai sumber impor. Hal itu dinyatakan ekonom Jepang,Tomoo Marukawa, dari Tokyo University.
Bagi ASEAN, China adalah hal mutlak. Sebaiknya, ASEAN juga mutlak bagi China. China sudah menjadi mitra dagang terbesar bagi ASEAN sejak 2009. Bagi China, ASEAN menjadi mitra dagang terbesar sejak 2020. Total neraca perdagangan China-ASEAN terus meningkat dan mencapai 975,3 miliar dollar AS pada 2022.
Bagi ASEAN, China tidak lagi sekadar mitra dagang untuk produk-produk akhir atau barang jadi. Keduanya semakin saling tergantung dalam jaringan produksi global. Indikator utamanya adalah dominasi komponen-komponen produk dalam ekspor-impor ASEAN-China.
Baca juga : ASEAN-China : Potensi Besar, Tantangan Besar
Relasi dagang ASEAN-China berkembang dari dominasi produk sektor pertanian pada awalnya. Kini dominasi komponen-komponen meninggalkan jauh sektor pertanian.
”Selama satu dekade silam, perekonomian Asia Timur semakin terlibat dalam pembagian kerja dan spesialisasi produksi. Lanskap perdagangan semakin didominasi ekspor-impor suku cadang dan komponen-komponen. Hal serupa terjadi untuk ASEAN-China,” demikian dituangkan dalam laporan Bank Pembangunan Asia (ADB), Juli 2012.
Ini menandakan kaitan industrial yang makin erat dan membuat ekonomi ASEAN-China semakin terintegrasi. ”Secara umum, semakin tinggi porsi komponen-komponen dalam perdagangan bilateral, semakin besar peningkatan perdagangan bilateral itu sendiri,” demikian laporan ADB.
Porsi komponen melesat
Data bea cukai China yang dirilis pada 2021 menunjukkan, nilai ekspor komponen mekanik elektronik (produk setengah jadi) dari China ke ASEAN pada 1993 hanya sebesar 1,53 miliar dollar AS. Ini setara dengan 28,9 persen dari total ekspor China ke ASEAN. Impor China dari ASEAN untuk produk serupa sebesar 690 juta dollar AS atau setara dengan 11,1 persen terhadap total nilai impor China dari ASEAN pada 1993.
Total porsi produk serupa dalam neraca perdagangan ASEAN-China pada 2022 melejit lagi menjadi 67 persen dari total neraca perdagangan ASEAN-China. Produksi di ASEAN dan China semakin terintegrasi, bukan lagi terkait lewat perdagangan semata.
”Dalam beberapa dekade terakhir, perdagangan bilateral ASEAN-China sekaligus memperlihatkan perdagangan intra-industri. ASEAN dan China telah terlibat dalam jaringan produksi global yang lebih besar,” kata Xiaojun Li, profesor ilmu politik di University of British Columbia (Kanada) yang juga mantan peneliti di ISEAS-Yusof Ishak Institute (Singapura), dalam artikelnya pada laman Fulcrum.
Baca juga : Babak Baru Relasi ASEAN-China
Hubungan produksi itu turut melejitkan lagi hubungan dagang ASEAN-China, yang disebut trade creation. Dan hubungan dagang ASEAN-China bahkan lebih istimewa dibandingkan hubungan China dengan semua anggota Kemitraan Ekonomi Regional Komprehensif atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
RCEP beranggotakan Australia, Brunei Darussalam, Kamboja, China, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Myanmar, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Seperti dilansir Global Times, dalam perdagangan, kontribusi ASEAN sebesar 50,3 persen terhadap total nilai perdagangan China dengan RCEP.
Tomoo Marukawa menuliskan, hubungan ASEAN-China turut membuat relasi ekonomi ASEAN dengan AS, Jepang, dan Uni Eropa tergeser. Hal ini disebut trade diversion. Relasi ASEAN tidak sama lagi seperti di masa lalu saat China belum bangkit.
Sebenarnya, hubungan pesat perdagangan ASEAN pernah terjadi sebelumnya dengan Jepang. Hubungan dengan Tokyo adalah yang paling pesat dalam sejarah hubungan ekonomi ASEAN dengan pihak luar. Namun, hubungan dagang ASEAN-Jepang memang diragukan. Dalam arti, secara struktural hubungan dagang ASEAN-Jepang tidak menggambarkan relasi yang saling melengkapi.
”Jepang telah menjadi pasar penting bagi ASEAN, tetapi tidak demikian sebaliknya, dan Jepang telah menjadi pemasok penting bagi produksi ASEAN (komponen), tetapi tidak demikian sebaliknya,” kata dua pakar Malaysia, Chen Chen Yong dan Hui Boon Tan, pada 2007.
Baca juga : Jepang Ingin Arus Utamakan Pandangan Indo-Pasifik ASEAN
Kesimpulan ini didasarkan pada fakta lama bahwa adalah AS dan Uni Eropa yang menjadi mitra terpenting Jepang. Alasan lain, Jepang sumber barang modal bagi ASEAN, tetapi ASEAN sulit menembus pasar Jepang untuk produk akhir, produksi setengah jadi, produk maritim, hingga sektor pertanian.
Tidak merata
Namun, meski hubungan ASEAN-China melejit, pada dasarnya hubungan ini tidak merata. Untuk total nilai neraca perdagangan ASEAN-China pada 2021, relasi terbesar China di ASEAN—sesuai urutan—adalah Vietnam, Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Adapun Filipina, Kamboja, Myanmar, Laos, dan Brunei Darussalam tidak signifikan dalam relasi dagang.
Untuk total perdagangan ASEAN dengan seluruh dunia, urutan besarnya dari segi nilai perdagangan dimulai dari Singapura, diikuti Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Sementara Kamboja, Myanmar, Brunei Darussalam, dan Laos tidak terlalu signifikan dalam perdagangan dunia.
Jika diselisik dari sisi jaringan produksi, dengan indikator perdagangan komponen-komponen (kode HS 85), relasi China terbesar di ASEAN—sesuai urutan—adalah Vietnam, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Indonesia dan seterusnya tidak signifikan dalam jaringan produksi terkait HS 85.
Tomoo Marukawa juga mengingatkan sisi lain bahwa relasi ekonomi ASEAN-China bukan hanya menenggelamkan relasi ekonomi ASEAN dengan negara-negara di luar ASEAN. Ia melihat, bahkan integrasi ekonomi intra-ASEAN sendiri tenggelam di tengah pesatnya pertumbuhan perdagangan ASEAN dengan China. Integrasi perdagangan di dalam ASEAN sendiri tetap datar.
Faktor pendorong
Lepas dari itu, di tengah segala kekurangan, ASEAN-China telah memiliki relasi ekonomi penting. Bagaimana hal ini terjadi?
Pernah pada 2004 ekonom Shigehisa Kasahara menuliskan dalam konteks perkembangan integrasi ekonomi Asia, di luar peran Jepang, seriring dengan munculnya China. ”Ini mungkin karena kapitalis China perantauan di kawasan diuntungkan dengan kaitan sejarah dan hubungan spesial dengan China daratan sehingga mengecualikan pihak di luarnya,” kata Kasahara. Ia menuliskan bahwa para kapitalis di Asia Tenggara ditopang warga China perantauan.
Baca juga : KTT ASEAN-China, Presiden Jokowi Minta Hukum Internasional Dihormati
Hal ini tidak sepenuhnya benar. Relasi China daratan dengan China perantauan tidak dengan sendirinya mendongkrak perekonomian, bahkan ratusan tahun tertidur. Zhang Yuyan, Direktur Institute of World Economics and Politics di Chinese Academy of Social Sciences, dalam wawancara dengan China Daily, 29 Maret 2023, menyebutkan bahwa dalam tiga tahun terakhir pihak Barat mulai mendorong ”friend shoring”.
Ini merujuk pada pengembangan sektor manufaktur di antara negara-negara dengan nilai-nilai sama. ”Campur tangan seperti itu dalam jaringan produksi global yang bebas nilai merupakan ancaman bagi pertumbuhan jangka panjang dan bagi keseluruhan ekonomi dunia,” kata Zhang. Primordialisme penting dalam kehidupan, tetapi mekanisme pasar tidak mengenal ideologi, maka disebut bebas nilai.
Dasar utama bagi peningkatan hubungan pesat ekonomi ASEAN-China adalah upaya gencar China mendekati ASEAN. Shihong Bi dari School of International Studies Yunnan University, Kunming, China, menuliskan bahwa China memang sangat gencar mendekati ASEAN. ”Kesepian” politiknya di panggung internasional turut menjadikan ASEAN sebagai mitra untuk mendongkrak citra internasional China. China memang banyak berempati pada ASEAN, termasuk saat krisis Asia pada 1997, dengan tidak mendevaluasi yuan (renminbi).
Proyeksi ke depan
Lalu, bagaimana proyeksi ke depan relasi ASEAN-China?
Faktor geopolitik mulai membuat ASEAN ketakutan akan terbenam dalam pengaruh China. Komunikasi antara pebisnis ASEAN dan China perlu ditingkatkan agar lebih meluas hingga ke pengusaha lebih kecil, bukan hanya di antara para pelaku usaha besar. Tingkat pemahaman akan jauh lebih baik dengan komunikasi yang lancar dan meluas, demikian dikatakanKetua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid kepada CGTN, 2 Agustus 2023.
Baca juga : Pertemuan AEM Bahas Penguatan Perdagangan ASEAN-China
ADB sekaligus mengingatkan, penting bagi ASEAN menyadari efek peningkatan perdagangan komponen yang memang meningkatkan integrasi ekonomi. ADB secara implisit meminta ASEAN jangan abai dengan arah industrinya sendiri.
Apakah ASEAN hendak lanjut dengan industrialisasi berdasarkan mekanisme pasar dan upaya gencar China semata? Ataukah ASEAN harus memikirkan jati diri industrinya serta agar lebih berdaya saing?
Jangan dilupakan, ekspor ASEAN ke China memang meningkat, tetapi impornya juga meningkat lebih cepat. Ini membuat ASEAN terus mencatatkan defisit perdagangan dengan China, yang naik dari 10,4 miliar dollar AS pada 2010 menjadi sebesar 159 miliar dollar AS pada 2022.
Defisit perdagangan ini memang tidak lebih parah dibandingkan dengan defisit Uni Eropa terhadap China sebesar 276,6 miliar dollar AS pada 2022. Tentu juga tidak lebih parah dibandingkan dengan defisit AS terhadap China sebesar 401,114 miliar dollar AS pada 2022. Total defisit dunia terhadap China pada 2022 sebesar 877,6 miliar dollar AS.
Saran lain, agar tak tenggelam akibat relasi dengan China, ASEAN jangan mengabaikan pengembangan industrialisasinya dengan pihak non-China. ASEAN sangat penting secara politik di kawasan dan memiliki peran sentral, yang kerap disebut sentralitas ASEAN, sebagaimana ditekankan Shihong Bi.
Meski demikian, sentralitas ASEAN hanya terwujud jika didukung industri ASEAN yang kuat. ASEAN diharapkan tidak terbuai dengan pesatnya integrasi ekonomi dengan China. (AFP/AP/REUTERS)