Cairkan Hubungan, China-AS Tingkatkan Ekonomi lewat Pariwisata
AS meyakinkan China, mereka tidak mau mengisolasi, apalagi memutuskan hubungan kerja sama.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
BEIJING, SELASA — Memasuki hari ketiga kunjungan Menteri Perdagangan Amerika Serikat Gina Raimondo ke China, kedua negara berkomitmen untuk meningkatkan hubungan ekonomi. Sektor pariwisata menjadi pintu masuk penjajakan kembali dua kubu yang tengah renggang akibat persaingan geopolitik itu.
Raimondo memberi sambutan di Aula Besar Rakyat, Beijing, China, Rabu (29/8/2023). Ia berada di China sejak Minggu. Raimondo bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang, Menteri Perdagangan Wang Wentao, serta Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Hu Heping. Selain bertemu para pejabat negara, ia juga bertemu dengan sejumlah perwakilan perusahaan China.
Raimondo menutup kunjungannya dengan mendatangi Disneyland Shanghai, kerja sama antara perusahaan AS dan Grup Shendai di China. ”Hubungan perekonomian dan neraca perdagangan yang sehat tidak hanya menguntungkan bagi Beijing dan Washington, tetapi untuk seluruh dunia,” kata PM Li.
Hal ini kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Wang Wentao. China mengeluhkan berbagai kebijakan AS yang dianggap menyudutkan dan mengisolasi China dari perekonomian global. Kedua negara ini awalnya adalah mitra dagang terbesar untuk masing-masing. Sekarang, AS lebih banyak berdagang dengan Kanada dan Meksiko. Adapun China lebih banyak ke Asia Tenggara.
Menurut Wang, kebijakan AS yang paling merugikan China ialah tarif atas 301 komoditas ekspor, pembatasan semikonduktor, pembatasan investasi dua arah, diskriminasi dalam pemberian subsidi, dan sanksi Pemerintah AS terhadap perusahaan-perusahaan China. ”Melanggar aturan perdagangan bebas dan perdagangan yang adil akan merugikan semua,” ujarnya.
Pariwisata
Bersama Hu Heping, Raimondo membahas peningkatan kerja sama pariwisata kedua negara. Target awal ialah mengembalikan arus wisatawan seperti pada tahun 2019. Ketika itu, jumlah pelancong China yang berlibur ke AS menyumbang pemasukan 30 miliar dollar AS dan menyediakan lapangan kerja untuk 50.000 orang. Oleh sebab itu, kedua negara ingin meningkatkan penerbangan mereka hingga dua kali lipat.
Raimondo dan Hu sepakat untuk mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-14 Kepemimpinan Pariwisata AS-China pada 2024. Acara akan dilaksanakan di China. Konferensi ini terakhir kali diadakan pada 2019 di Seattle, Negara Bagian Washington, AS.
Kunjungan Raimondo ini merupakan kunjungan keempat pejabat teras AS ke Beijing sepanjang 2023. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, Menteri Keuangan Janet Yellen, dan Utusan Khusus Presiden AS untuk Urusan Iklim John Kerry datang pada periode Juni-Juli. Ini adalah area yang bisa diperkuat kerja samanya meskipun kedua negara tengah dalam pusaran persaingan geopolitik.
Menanggapi keluhan China, Raimondo menekankan bahwa AS harus melindungi kepentingan dan keamanan nasional. Hal-hal itu adalah langkah yang harus diambil AS untuk melindungi rantai pasoknya. ”Akan tetapi, AS sama sekali tidak bermaksud mengisolasi China. Kami tidak akan memutuskan hubungan,” ucapnya.
Menurut dia, selain perdagangan dan pariwisata, banyak sektor kerja sama AS dan China tetap berjalan dan harus dipererat. Beberapa di antaranya ialah mitigasi dan penanganan krisis iklim, penanganan krisis narkoba fentanyl, dan pengembangan kecerdasan buatan.
Perang dagang AS-China yang paling sengit adalah di sektor semikonduktor. Sejak tahun 2022, AS ingin mencegah China memproduksi cip berukuran di bawah nanometer. AS bersama Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan membentuk Aliansi Cip. Selain itu, AS juga menggandeng Belanda agar tidak mengekspor teknologi dan peralatan pembuatan cip ke China.
Ekonom Dana Moneter Internasional (IMF), Pierre-Olivier Gourinchas, yang menghadiri konferensi bank-bank federal AS di Kansas City menerangkan, perang dagang merugikan masyarakat dunia. Pandemi Covid-19 dan berbagai krisis ekonomi, pangan, serta energi menjadikan negara-negara kekurangan dana dan kesejahteraan masyarakat menurun drastis.
”Negara-negara sudah memakai cadangan fiskal mereka demi bangkit dari pandemi. Sekarang, mereka dihantam berbagai kebijakan ekonomi yang beririsan dengan politik dan keamanan internasional. Semakin tidak berimbang pertumbuhan dunia, semakin tinggi risiko krisis keamanan dan krisis migran,” paparnya. (AFP/REUTERS)