Australia Terus Negosiasi Perdagangan dengan China
Hubungan keduanya masih banyak masalah. Setidaknya, di sektor perdagangan hubungan itu diupayakan mulus kembali.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
SYDNEY, KAMIS — Menteri Perdagangan Australia Don Farrell terbang ke China untuk melawat sekaligus bernegosiasi mengenai hubungan ekonomi kedua negara. Ekspor Australia ke China menurun drastis sejak tahun 2020 ketika Sydney yang dikuasai pemerintahan konservatif meminta penyelidikan asal-usul Covid-19 dan memancing kemarahan Beijing.
Farrell terbang ke Beijing pada Kamis (11/5/2023) untuk bertemu dengan Menteri Perdagangan China Wang Wentao. ”Saya akan menegosiasi agar China membuka semua hambatan ekspor komoditas kita dan juga potensi penurunan tarif,” kata Farrell, dikutip oleh surat kabar The Guardian.
Hubungan Sydney-Beijing menurun sejak tahun 2017 ketika Australia dipimpin oleh Perdana Menteri Scott Morrison yang konservatif. Ketika pandemi Covid-19 merebak pada tahun 2020, Morrison meminta agar diadakan penyelidikan mengenai asal virus SARS-Cov-2.
China marah dan menuduh Australia bersikap rasialis. Mereka kemudian menghentikan impor untuk sejumlah komoditas Australia, yaitu daging sapi, lobster, minuman anggur, gandum, batubara, dan jelai. Komoditas yang tidak diblokir dikenakan tarif tinggi, bahkan ada yang sampai 80 persen. Meskipun demikian, pada 2021, neraca perdagangan kedua negara mencapai 287 miliar dollar Australia.
”Salah sendiri Australia mau ikut-ikutan propaganda Amerika Serikat mengisolasi China. Mereka sendiri yang akhirnya rugi. Ekspor jelai Australia ke China biasanya senilai 1,2 miliar Australia per tahun. Sekarang nihil,” tulis surat kabar nasional China, China Daily.
Morrison kalah dari Anthony Albanese yang beraliran tengah-kiri pada pemilihan umum 2022. Sejak saat itu, hubungan Sydney-Beijing mulai menghangat secara bertahap. Australia meminta agar dunia usahanya mendiversifikasi pembeli sehingga ekspor tidak bergantung kepada China. Akan tetapi, pada saat bersamaan, Sydney juga berupaya memuluskan kembali perdagangan kedua negara.
Biro Statistik Australia mencatat, per Maret 2023, ekspor batubara ke China meningkat 122 persen, demikian juga dengan ekspor bijih besi. Ekspor tembaga yang biasanya mencapai 5 persen penjualan komoditas Australia ke China turut kembali menggeliat. Pada triwulan pertama 2023 nilainya 60,5 miliar dollar Australia. Ini dianggap awal yang baik karena nilai ekspor tembaga ke China pada 2019 saja sebanyak 2,46 miliar dollar Australia.
Dilansir dari ABC, sejumlah rumah penjagalan hewan Australia juga meminta agar Farrell menegosiasikan kembali kontrak ekspor daging sapi dan domba ke China. Dari 35 rumah jagal Australia yang terdaftar di China, 11 di antaranya masuk ke dalam daftar hitam karena berbagai persoalan. Ada yang karena kasus kontaminasi daging dan ada yang diputus kontrak gara-gara pekerjanya tertular Covid-19.
Sementara itu, Bloomberg melaporkan bahwa perdagangan mobil-mobil buatan China di Australia justru meningkat 69 persen. Kendaraan buatan China ini menawarkan harga lebih murah dan bahan bakar lebih hemat dibandingkan dengan kendaraan buatan AS yang selama ini merajai pasar Australia. Selain itu, mobil-mobil China juga memberi lebih banyak model dan variasi mobil listrik dengan harga terjangkau. (AFP/Reuters)