India Tutup Keran Ekspor, Dunia Waswas dengan Kenaikan Harga Beras
Keputusan India menghentikan ekspor beras nonbasmati berdampak pada hilangnya seperlima pasokan beras global. Thailand, salah satu lumbung pangan, juga masih berhitung untuk melepas atau menahan produknya.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
Kios beras milik Francis Ndege di Pasar Toi, Nairobi, Kenya, beberapa waktu terakhir ini tidak terlalu ramai dikunjungi pembeli. Kondisi ini terjadi setelah harga beras naik. Kenaikan harga beras antara lain dipicu keputusan India menutup keran ekspor berasnya.
Dengan harga saat ini, Ndege tidak yakin, apakah pelanggannya—sebagian besar tinggal di perkampungan kumuh Kimera, Nairobi—masih mampu membeli beras darinya.
Harga beras di Kenya melonjak beberapa waktu terakhir. Petani setempat tak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ada beberapa faktor penyebabnya, seperti kenaikan harga pupuk yang meroket dan kekeringan yang melanda negara itu. Produksi beras pun terganggu.
Dalam kondisi sulit seperti itu, India sebenarnya menjadi tumpuan pedagang, seperti Ndege. Beras murah dari India bisa mengisi ceruk kosong stok beras yang tak bisa dipenuhi petani dalam negeri. Beras murah India selama ini telah membuat warga miskin dan kelompok rentan berpenghasilan sekitar 2 dollar AS (Rp 30.600) bisa bertahan hidup.
Namun, situasi akhir-akhir ini berubah total. Harga beras sudah naik sekitar 20 persen. Jelas, ini tidak mudah bagi siapa pun. Sejak Juni lalu, harga sekarung beras seberat 25 kilogram naik 20 persen. Sejak bulan itu pula pedagang beras seperti Ndege belum menerima pasokan stok baru.
Situasi semakin sulit setelah India menghentikan sementara ekspor berasnya mulai pekan ketiga bulan Juli lalu. New Delhi beralasan, pelarangan ekspor beras nonbasmati itu untuk meredam kenaikan harga di pasar domestik. Kementerian Urusan Konsumen, Pangan, dan Distribusi Umum India, 20 Juli 2023, mengatakan bahwa setahun terakhir, harga telah meningkat lebih dari 11 persen. Tiga bulan terakhir, sejak April 2023, harga beras domestik naik 3 persen.
Keputusan India itu berdampak luas. Penghentian ekspor mereka membuat kekosongan sekitar 9,5 juta metrik ton beras di level global. Jumlah ini setara dengan seperlima dari total ekspor beras global. Ini menjadi tekanan baru bagi ketersediaan pangan global, terutama bagi negara-negara Afrika. Ketahanan pangan negara-negara itu sebelumnya telah terancam setelah Rusia keluar dari perjanjian yang memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian.
Larangan ekspor beras nonbasmati dari India telah menciptakan efek domino. Sejumlah negara produsen juga melarang ekspor produk mereka ke pasar global. Uni Emirat Arab, misalnya, juga menangguhkan ekspor beras untuk mempertahankan stok domestiknya. Ancaman lain adalah cuaca ekstrem yang merusak tanaman padi di negara lain.
Tak hanya di Afrika, harga beras di Vietnam juga sudah naik. Kenaikannya menyentuh harga tertinggi dalam 15 tahun terakhir. ”Dunia berada di titik kritis,” kata Beau Da-men, pejabat Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, di Bangkok.
Sebelum ekspor beras dari India terhenti, produksi beras sudah terganggu oleh kekacauan musim tanam akibat El Nino. Dampak gangguan pada stok beras ini akan terasa di seluruh dunia. Konsumsi beras di Afrika terus meningkat. Negara-negara di kawasan ini tidak memiliki bahan pangan alternatif pengganti beras atau produk biji-bijian, seperti gandum dan jagung. Sebagian besar negara Afrika bergantung pada impor.
Dampaknya adalah seperti yang dirasakan Amadou Khan. Pria berusia 52 tahun dan ayah lima anak ini sering melewatkan sarapan nasi untuk kelima anaknya. Dia sudah tidak bekerja lagi. ”Saya hanya bisa bertahan. Saya kesulitan untuk merawat anak-anak saya,” ujarnya.
Seperti halnya Kenya, Senegal juga menggantungkan pasokan beras dari India. Sebanyak 70 persen persediaan beras di Senegal berasal dari India. Situasi ini membuat Pemerintah Senegal mengalihkan pandangan ke negara produsen utama beras lainnya, yakni Thailand atau Kamboja.
Namun, tak mudah juga bagi Thailand untuk melepas beras mereka ke pasar global. Kurangnya kejelasan tentang kebijakan yang akan diambil India selanjutnya, ditambah kekhawatiran tentang iklim dan cuaca yang tidak menentu, membuat eksportir beras ”Negeri Gajah Putih” itu juga tidak mau melepas berasnya ke pasar.
Pada saat yang sama, operator penggilingan padi tidak mau melepas barangnya ke pasar. Di tingkat petani juga mereka telah menaikkan harga beras mereka sebelum digiling.
Presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand Charoen Laothamatas mengatakan, dengan harga yang tidak menentu seperti saat ini, eksportir tidak tahu harga patokan mana yang akan diikuti. ”Tidak ada yang mau mengambil risiko,” katanya. (AP)