Ada hal-hal yang belum ditemukan titik tengahnya dalam relasi Indonesia-UE. Meski demikian, tidak berarti hubungan Jakarta-Brussel dalam kondisi stagnan
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
Para pemimpin Indonesia dan Uni Eropa setuju, hubungan Jakarta-Brussels perlu terus ditingkatkan. Dinamika saat ini menunjukkan, keinginan itu tidak mudah diwujudkan. Indonesia-Uni Eropa perlu terus mencari cara meningkatkan kolaborasi.
Dinamika itu menjadi tantangan pokok Duta Besar Uni Eropa di Jakarta Vincent Piket. Dari empat tahun masa tugas di Indonesia, 2,5 tahun dihabiskan dalam situasi pandemi. Seolah belum cukup menantang, masa tugasnya diwarnai sengketa Indonesia-Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia. “Indonesia-Uni Eropa perlu mencari solusi pragmatis agar kerja sama ini bisa semakin berkembang,” ujarnya di Jakarta pada akhir Juli 2023.
Masa tugas Piket di Jakarta akan selesai pada akhir Agustus 2023. Dari Jakarta, ia ditarik ke kantor pusat UE di Brussels, Belgia. “Saya mungkin akan mendapatkan penugasan di wilayah lain,” kata diplomat berkebangsaan Belanda itu.
Piket membenarkan, ada hal-hal yang belum ditemukan titik tengahnya dalam relasi Indonesia-UE. Meski demikian, tidak berarti hubungan Jakarta-Brussel dalam kondisi stagnan. “Uni Eropa sangat berkomitmen pada Indonesia,” kata dia.
Selama pandemi Covid-19, UE salah satu kontributor penting penyediaan vaksin dan aneka peralatan kesehatan untuk Indonesia. UE menghibahkan jutaan dosis vaksin, aneka peralatan kesehatan, hingga aneka pendampingan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan untuk menghadapi pandemi.
Satuan Tugas
Sementara soal perdagangan, UE-Indonesia terus mencari solusi. Satuan tugas Indonesia-Malaysia-UE telah memulai tahapan perundingan untuk mencari solusi itu. Satgas itu bertemu di Jakarta pada 4 Agustus 2023. Dalam pertemuan di Jakarta, anggota satgas sepakat bahwa para pihak ingin menemukan kesamaan di antara mereka.
Satgas itu dibentuk untuk membahas hal-hal yang menjadi perhatian Indonesia, Malaysia, UE. Satgas setuju membentuk pelantar dialog atau pelantar lain yang dibutuhkan untuk menemukan solusi dalam hubungan Indonesia-Malaysia dengan UE.
Jakarta-Kuala Lumpur memang berhadapan dengan Brussels soal sawit. Indonesia-Malaysia menuding, UE menghambat sawit dan sejumlah komoditas lain dengan alasan mengatasi penggundulan hutan. Tudingan dilancarkan setelah UE mengesahkan aturan antipenggundulan hutan (EUDR) dan aturan soal energi terbarukan (RED II). “Tidak ada diskriminasi dalam kebijakan ini. Sebagai konsumen, kami ingin memastikan produk yang kami konsumsi bebas deforestasi,” kata Piket.
Aturan-aturan itu bagian dari upaya UE berkontribusi pada upaya antipenggundulan hutan. “Sebagai konsumen, kami ingin produk yang bebas deforestrasi. Kami membeli banyak produk sawit dan kayu Indonesia dan ingin terus membelinya. Namun, kami juga mau produk itu tidak mendorong penggundulan hutan,” kata dia.
Sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) disebutnya sebagai hal yang selaras dengan mekanisme internasional. Meski ada sengketa dagang, ia optimistis hubungan Indonesia-UE akan terus membaik. “Kami percaya pada Indonesia. Relasi perdagangan dan investasi kita amat stabil dan masih berpotensi bertumbuh besar,” kata dia.
Kini, memang volume perdagangan Indonesia-UE dinilai masih jauh di bawah potensinya. Dengan produk domestik bruto (PDB) gabungan hampir 19 triliun dollar AS, volume perdagangan Jakarta-Brussels belum menembus 100 miliar dollar AS per tahun. Indonesia bukan mitra dagang utama UE dan UE belum jadi mitra dagang utama Indonesia.
Para pemimpin UE dan Indonesia setuju, perundingan dagang Jakarta-Brussels perlu segera disepakati. Setelah 14 putaran selama tujuh tahun, perundingan itu belum selesai juga. “Perjanjian itu akan membuka peluang besar-besaran. Ada tambahan PDB dalam jumlah besar untuk kedua belah pihak,” kata dia. Kajian sejumlah pihak di Indonesia menaksir, ada tambahan hingga 4,8 miliar dollar AS pada PDB Indonesia dan UE jika perjanjian diterapkan. Peningkatan terjadi antara lain karena ada lonjakan ekspor lebih dari 50 persen.