Situasi Israel Memanas, Dokter Hingga Tentara Cadangan Ancam Mogok
Ancaman pemogokan massal dikeluarkan sejumlah organisasi profesi di Israel pascapengesahan UU Reformasi Sistem Hukum oleh Knesset. Pengesahan telah berdampak pada situasi ekonomi, bisnis dan keamanan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
Tel Aviv, Rabu — Ribuan dokter, buruh dan tentara cadangan berencana untuk meninggalkan tempat kerja mereka setelah parlemen Israel, Knesset, mengesahkan aturan perundangan reformasi sistem hukum. Hakim-hakim senior juga berencana untuk melakukan hal yang sama.
Pemerintah dan partai pendukungnya, yang mencakup partai ultra nasionalis dan ultra religius, tidak mendapatkan perlawanan berarti di Knesset. Sebanyak 64 suara dukungan diperoleh pemerintah dari 120 suara Knesset, cukup untuk memberikan legitimasi bagi mereka meloloskan aturan perundangan itu.
Asosiasi Medis Israel, organisasi yang menaungi hampir seluruh dokter dan tenaga kesehatan di negara tersebut menyatakan mogok massal dan meninggalkan tempat kerja, mulai Selasa (25/7/2023). Tindakan medis, seperti operasi darurat dan perawatan kritis, adalah dua tindakan yang akan dikerjakan oleh mereka.
“Sebagian besar dokter tahu bahwa mereka tidak akan dapat memenuhi sumpah mereka kepada pasien di bawah rezim yang tidak menerima peran nalar,” kata Hagai Levine, Ktua Asosiasi Kesehatan Masyarakat Israel.
Tidak sebatas melakukan mogok, sejumlah dokter di Israel bahkan telah membuka kemungkinan untuk bermigrasi ke luar negeri. Levine menyebut, sekitar 1000 dokter telah mengajukan surat rekomendasi agar mereka bisa pindah ke luar negeri sejak undang-undang tersebut disahkan.
Serikat pekerja juga melakukan mogok massal. Histadrut, serikat buruh yang mewakili nyaris 1 juta anggota, SElasa (25/7/2023) menyatakan bahwa mereka akan melakukan pemogokan umum nasional dalam beberapa hari mendatang.
Problematis
Kantor Berita Reuters menjelaskan, UU baru itu antara lain membatalkan beberapa kekuasaan Mahkamah Agung. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan perubahan diperlukan untuk mengendalikan pengadilan yang terlalu intervensionis. Akan tetapi, sebaliknya, para kritikus menuduh posisi itu sebagai bentuk sikap otoriter Netanyahu.
Lebih lanjut, Reuters menjelaskan, UU baru – yang merupakan hasil amandemen – menghapus satu, tidak semua, alat yang dimiliki Mahkamah Agung untuk membatalkan keputusan pemerintah dan menteri. Hingga saat ini, jika pengadilan menganggap keputusan eksekutif "tidak masuk akal", keputusan tersebut dapat dibatalkan. Setelah RUU itu berlaku, hakim tidak lagi dapat melakukannya, meskipun mereka masih dapat memutuskan melawan pemerintah berdasarkan alasan hukum lainnya. Ada kekhawatiran lain, UU itu membahayakan demokrasi Israel.
Dalam jangka pendek, dampaknya mungkin kecil, namun pakar hukum dan penasihat hukum pemerintah dan parlemen memperingatkan bahwa hal itu akan membuka pintu korupsi. Alasannya, UU itu akan memudahkan pemerintah secara keseluruhan atau menteri secara individu untuk mempekerjakan dan memecat pejabat karena alasan yang bisa saja keliru.
Para ahli takut, UU itu memungkinkan para pejabat dapat mengganti seseorang dengan orang-orang bertipe “yes-man”. Hal itu menjadi perhatian publik karena mereka sangat khawatir, UU itu akan “memuluskan” penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau pejabat.
Namun pemerintah Israel mengatakan tidak memiliki desain seperti itu. Perubahan itu, menurut pihak pemerintah, akan memfasilitasi tata kelola dan mempermudah pejabat yang dipilih secara demokratis untuk mewujudkan kebijakan mereka.
Hakim senior menolak
Sebagaimana para dokter, perlawanan terhadap keputusan parlemen juga disuarakan para hakim senior Mahkamah Agung. Ketua MA Israel Esther Hayut bersama lima orang hakim senior mempersingkat perjalanan mereka ke Jerman dan segera kembali ke Israel untuk merumuskan langkah perlawanan mereka terhadap pemerintah dan Knesset pascapengesahan aturan perundangan itu.
Tekanan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para pendukungnya pascapemungutan suara juga datang dari para tentara cadangan militer Israel. Ribuan perwira cadangan militer telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi datang untuk dinas sukarela. Sejumlah pemimpin bisnis teknologi tinggi sedang mempertimbangkan relokasi hingga ancaman dari sejumlah ahli nuklir Israel yang mengancam akan mundur dari pekerjaannya.
Untuk memastikan keamanan Israel dan kondisi IDF, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin, dikutip dari Jerussalem Post, melakukan pembicaraan dengan Menhan Israel Yoav Gallant melalui telepon. Sementara, Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi dilaporkan akan mengadakan pertemuan dengan Komandan Centcom (Central Command) Jenderal Michael Kurilla, Rabu (26/7/2023). Interaksi antara para pejabat tinggi keamanan AS dan Israel, menurut Jerussalem Post, meninggalkan kesan bahwa militer AS memeriksa IDF untuk melihat seberapa besar kesiapsiagaan militer Israel di tengah rencana penolakan para tentara cadangan.
Juru Bicara IDF Laksamana Muda Daniel Hagari, dikutip dari Times of Israel, mengatakan, IDF tetap bersiaga meski ada sedikit gundangan. Dia mengakui adanya penolakan tentara cadangan untuk bertugas.
“Jika tentara cadangan tidak melapor untuk waktu yang lama, akan ada kerusakan pada kompetensi tentara. Tapi, IDF tetap siap siaga,” katanya.
Situasi Ekonomi
Sehari setelah aturan itu disahkan Knesset, empat surat kabar terkemuka Israel memasang lembaran hitam di halaman depannya. Pada bagian bawah halaman muka tertulis kalimat : Hari kelam bagi demokrasi Israel. Rencana pemogokan pekerja, dokter dan tenaga medis hingga hengkangnya perusahaan teknologi dari Israel membuat situasi bisnis negara itu terdampak.
Lembaga pemeringkat, Moody’s, mengeluarkan laporan, Selasa, yang memperingatkan risiko signifikan bagi ekonomi dan bisnis di Israel jika situasi itu berlanjut. Mereka memperingatkan bahwa aksi lanjutan pemerintahan Netanyahu pascapengesahan reformasi sistem hukum akan membawa konsekuensi negatif bagi ekonomi dan keamanan Israel.
laporan lembaga yang keluar pada Selasa malam menyebutkan proposal pemerintah untuk mereformasi sistem hukum secara material dapat melemahkan independensi peradilan, mengganggu keseimbangan antara berbagai institusi pemerintahan, aspek penting sebuah institusi negara yang kuat.
“Lembaga eksekutif dan legislatif menjadi kurang dapat diprediksi dan menciptakan risiko yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi dan sosial,” tulis lembaga pemeringkat dalam laporannya, dikutip dari laman Times of Israel. Bahkan, menurut lembaga ini, dampak ketidakstabilan ini telah terjadi dengan turunnya investasi modal ventura.
Meski tengah menghadapi ketidakstabilan politik, Moody’s masih memerkirakan bahwa ekonomi Israel akan tumbuh sebesar tiga persen tahun ini.
Menanggapi laporan Moody’s, pemerintah Israel menilai bahwa sejumlah koreksi yang terjadi pascapengesahan uu itu hanya bersifat sementara.
“Ekonomi Israel didasarkan pada fundamental yang kuat dan akan terus tumbuh,” sebut pernyataan bersama PM Netanyahu dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. (AP/AFP)