Pita Tarik Pencalonan PM jika Kalah Suara Lagi
Pita Limjaroenrat, kandidat perdana menteri Thailand yang menginginkan perubahan, akan menarik diri dari pencalonan jika ia kalah lagi di parlemen.
BANGKOK, SABTU – Pemimpin Partai Bergerak Maju (MFP) Pita Limjaroenrat akan menarik diri dari pencalonan perdana menteri jika parlemen tidak mendukungnya. Pita tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari anggota parlemen pada pemungutan suara pertama di parlemen. Pemungutan suara yang kedua akan dilakukan pada Rabu pekan depan.
MFP memenangi kursi terbanyak dalam pemilu, Mei lalu, karena mendapatkan dukungan anak muda Thailand yang menginginkan reformasi progresif setelah sembilan tahun berada di bawah kekuasaan pemerintahan yang didukung militer. Namun, dalam sistem pemilu Thailand, meski memenangi suara terbanyak, kandidat tidak lantas berarti bisa menjabat perdana menteri.
”Saya ingin berterima kasih kepada semua dukungan dan dorongan dari rakyat. Namun, saya minta maaf karena kami belum berhasil. Saya siap memberikan kesempatan kepada Thailand dengan membiarkan partai peraih suara terbanyak kedua yang membentuk koalisi pemerintahan,” kata Pita dalam rekaman video yang diunggah ke media sosial, Sabtu (15/7/2023).
Baca juga : Koalisi Oposisi Berencana Hapus Kewenangan Senat Memilih PM
Hasil pemungutan suara pertama di parlemen menunjukkan Pita kekurangan 51 suara dari 375 suara yang dibutuhkan untuk mendukung pencalonannya. Hanya 13 senator yang memilihnya, dengan banyak yang menyuarakan penolakan mereka terhadap janji MFP untuk merevisi undang-undang penistaan kerajaan.
Setelah pemungutan suara pertama, MFP mengesampingkan janjinya untuk merevisi undang-undang yang memungkinkan pengkritik monarki dihukum penjara hingga 15 tahun. Akan tetapi, kampanye jutawan lulusan Harvard University itu untuk memimpin pemerintahan baru ternyata tidak tembus. Para senator menganggap janjinya untuk mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan itu ”melewati batas”.
Jika kalah lagi dalam pemungutan suara kedua, Pita akan mendukung kandidat dari mitra koalisi, Partai Pheu Thai. Kabar dari Pita ini bernada beda dari sehari sebelumnya yang menyatakan ia masih akan tetap berjuang. Bahkan, partainya akan berupaya mengamendemen undang-undang yang akan membatasi kekuasaan anggota parlemen atau senator, termasuk mengurangi atau bahkan meniadakan peran mereka dalam proses pemilihan perdana menteri.
Senator yang berjumlah 250 orang itu diangkat berdasarkan konstitusi rancangan junta militer. “Ini cara otoritas dan rezim tetap bisa berkuasa untuk jangka panjang dan untuk mencegah pemerintah prodemokrasi berkuasa karena akan bisa melawan mereka,” kata analis politik Thailand, Thitinan Pongsudhirak.
Baca juga : Pita Limjaroenrat, dari Bangku Harvard hingga Jadi Motor Musim Semi Bangkok
Pita meminta para pendukungnya untuk melakukan apa saja yang kreatif dalam mendesak para senator agar mau memberikan dukungan kepadanya pada pemungutan suara berikutnya. ”Saya tidak bisa mengubah pikiran para senator sendirian. Saya minta semua orang membantu misi ini. Kirim pesan ke para senator dengan cara apa pun,” ujarnya.
Mitra koalisi terbesar MFP, Partai Pheu Thai, menjadi ”kendaraan politik” keluarga mantan PM Thaksin Shinawatra yang di dalamnya, termasuk dua mantan PM yang digulingkan dalam kudeta militer pada 2006 dan 2014. Taipan properti Srettha Thavisin (60) diperkirakan akan menjadi calon PM dari Pheu Thai jika Pita gagal lagi.
Ia disukai para pemimpin bisnis di kalangan elite Thailand yang berpengaruh dan disebut-sebut sebagai calon kompromi yang potensial. Thavisin calon yang potensial karena tidak berseberangan dengan pemerintah dan parlemen. Sementara Pita didukung suara rakyat yang tegas menolak pemerintahan PM Prayuth Chan-ocha yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta militer pada 2014. Agenda reformis MFP membuat para pendukung konservatif khawatir.
Pemungutan suara pertama untuk pencalonan Pita pada Kamis (13/7/2023) itu hanya berselang sehari setelah Komisi Pemilihan Umum Thailand merekomendasikan Mahkamah Konstitusi agar menangguhkan posisi Pita sebagai anggota parlemen. Ini memperkuat para senator yang siap memberikan suara menolak pencalonan Pita. Komisi pemilihan merekomendasikan penangguhan Pita dari parlemen atas tuduhan ia melanggar konstitusi.
Rekomendasi itu menyusul penyelidikan atas kepemilikan saham Pita di sebuah perusahaan media, iTV. Konstitusi Thailand melarang anggota parlemen memilki saham di media. Pita menjelaskan, saham itu diwarisi dari ayahnya, lagi pula stasiun iTV sudah tidak mengudara sejak 2007.
Baca juga : Duet Monarki-Militer Hadang Arus Perubahan di Thailand
Masalah yang dihadapi Pita dan MFP bukan hanya itu. Mahkamah Konstitusi juga setuju untuk mendengarkan kasus yang menyatakan bahwa posisi MFP pada undang-undang penistaan kerajaan itu sama saja dengan rencana untuk menggulingkan monarki konstitusional. (AFP)