Menlu Bangladesh: ASEAN Harus Lebih Proaktif Tangani Rohingya
Beberapa isu diangkat oleh Bangladesh dalam pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) yang berakhir Jumat (14/7/2023). Salah satu yang menjadi penekanan adalah pengungsi Rohingya.
Myanmar menjadi salah satu isu utama yang didiskusikan dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN pada 11-14 Juli 2023 di Jakarta. Selain konflik politik akibat kudeta oleh junta militer di Myanmar, masalah lain yang ditimbulkan atas situasi yang tidak menentu di negara itu adalah krisis pengungsi Rohingya.
Bangladesh, selama beberapa tahun terakhir, menjadi ”tuan rumah” bagi jutaan warga Rohingya yang mengungsi akibat persekusi dari militer dan warga sipil Myanmar. Jutaan warga Rohingya tinggal berdesakan di kamp pengungsi Cox’s Bazar, mengandalkan bantuan kemanusiaan yang makin berkurang. Kini, banyak masalah yang melingkupi penanganan pengungsi di sana.
Kompas mendapat kesempatan khusus untuk berbincang dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh AK Abdul Momen, Sabtu (15/7/2023), mendiskusikan berbagai persoalan, salah satunya soal Rohingya. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana kondisi para pengungsi Rohingya di Bangladesh saat ini dan bagaimana Pemerintah Bangladesh menanganinya?
Kami sekarang menjadi tempat tinggal sementara bagi sekitar 1,2 juta warga Rohingya yang dipersekusi. Kami menyebutnya forcibly displaced person of Myanmar atau warga Myanmar yang dipaksa untuk mengungsi. Mereka untuk sementara waktu tinggal di negara kami.
Saat mereka pertama kali datang ke wilayah kami, (Pemerintah) Myanmar berjanji untuk membawa mereka kembali, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi mereka. Sayangnya, mereka tidak melakukan apa-apa. Mereka tidak menepati janjinya.
Setelah itu terjadi kudeta di Myanmar. Mereka tidak tertarik untuk membicarakan masalah ini dengan kami. Sekarang, dalam pandangan mereka, kondisi sudah stabil dan mereka (junta militer Myanmar) mulai berdiskusi dengan kami dan ingin membawa mereka pulang.
Baca juga : Langkah ASEAN Harus Benar demi Rakyat Myanmar
Kekhawatiran kami, bila masalah ini terus berlanjut untuk masa yang tidak ditentukan dan orang-orang ini tidak memiliki harapan lagi, frustrasi, tidak berkewarganegaraan, mereka akan terjerumus dalam ekstremisme, menjadi teroris. Tidak hanya akan menciptakan masalah keamanan bagi kawasan Asia, tapi lebih luas lagi.
Jadi, jauh sebelum kekhawatiran itu menjadi kenyataan, ASEAN harus bertindak proaktif untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sekarang dan selamanya. Bangladesh tidak bisa menjadi satu-satunya negara yang bertangung jawab atas masalah Rohingya. Negara atau entitas politik lainnya harus maju dan ikut bertanggung jawab.
Kami berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang telah melakukan beberapa inisiatif. Akan tetapi, harus ada upaya lebih. Pesan ini yang ingin kami sampaikan kepada negara-negara ASEAN, mereka harus berbuat lebih sungguh-sungguh.
Saya telah bertemu perwakilan Pemerintah China, Menteri Luar Negeri Rusia, Menlu AS dan Inggris, dan menyepakati bahwa perlu tindakan bersama untuk menyelesaikan masalah Rohingya. ASEAN harus tetap berada di depan, mengambil inisiatif lebih besar untuk mendorong penyelesaian masalah ini.
Baca juga : Pelapor Khusus PBB Desak Indonesia-ASEAN Ubah Pendekatan dalam Krisis Myanmar
Dari sudut pandang Bangladesh, apa cara terbaik untuk menyelesaikan masalah Rohingya? Apakah masyarakat internasional memberikan dukungan yang cukup untuk Pemerintah Bangladesh? Apakah Pemerintah Bangladesh akan menetapkan batas waktu bagi masyarakat internasional, ASEAN atau bahkan Myanmar untuk menyelesaikan masalah ini?
Dalam perspektif kami, kami menginginkan seluruh warga Rohingya yang ada di Bangladesh kembali ke wilayah asalnya untuk masa depan yang lebih baik. Untuk saat ini, untuk sementara, kami memberikan mereka payung untuk berlindung. Tetapi, tidak ada kehidupan di sana. Kami hanya memberikan bantuan kemanusiaan bagi mereka, untuk kebutuhan dasar.
Di sana, setiap tahun ada 35.000 kelahiran. Saya seorang guru. Jadi, saya sedih melihat ada anak-anak yang tidak bisa pergi ke sekolah, mendapatkan hak untuk mengenyam pendidikan. Anak-anak ini harus menjadi generasi penerus bagi masyarakat mereka. Dan, hal itu bisa terjadi apabila mereka kembali ke wilayah asalnya, kampung halamannya. Myanmar juga membutuhkan mereka karena mereka memiliki potensi untuk melayani negaranya dengan baik.
Tahun 1980-an hingga 1990-an, Bangladesh juga menjadi tuan rumah bagi 253.000 warga Rohingya yang dipersekusi. Tetapi, melalui diskusi intensif, Pemerintah Myanmar membawa mereka Kembali. Dengan martabat dan kehormatan, mereka membawa warga Rohingya kembali.
Sekarang proses itu belum dimulai (dialog dan diskusi). Ada Sebagian dari pengungsi Rohingya yang tidak mau kembali ke Myanmar. Mereka berpikir, mereka akan kembali apabila demokrasi telah ditegakkan di Myanmar. Apa yang membedakan dengan masa lalu? Padahal, pada tahun-tahun lalu, mereka kembali ketika Myanmar dipimpin oleh militer. Apa yang membedakannya kali ini? Toh, di masa lalu, mereka kembali dengan aman dan selamat ke kampung halamannya.
Myanmar punya kebiasaan untuk menyerahkan kepemimpinannya pada militer. Demokrasi seperti apa yang diterapkan di Myanmar, ketika sistem demokrasinya dalam pandangan banyak negara, dipertanyakan?
Baca juga : Warga Etnis Rohingya, Kaum yang Terbuang
Tidak banyak negara yang mau berhubungan dengan Myanmar. Sayangnya, banyak negara yang enggan berhubungan dengan Myanmar masih melakukan kegiatan bisnis di Myanmar. Melakukan bisnis seperti biasa. Di sini ironinya.
Negara-negara ini telah menjatuhkan sanksi pada para jenderal, tetapi masih melakukan transaksi bisnis dengan Myanmar. (Menlu mengeluarkan secarik kertas berisi data mengenai nilai bisnis sejumlah negara dengan Myanmar. Menlu menyebut beberapa negara Barat dan ASEAN yang masih berbisnis dengan Myanmar, termasuk memasok senjata ke negara tersebut). Kami menyebutnya double face, bermuka dua.
Apakah Pemerintah Bangladesh akan menetapkan tenggat pemulangan warga Rohingya bagi Myanmar atau ASEAN?
Tidak. Kami tidak akan menetapkan tenggat waktu bagi Myanmar untuk memulangkan warganya. Masalah ini berakar pada Pemerintah Myanmar dan mereka yang harus menyelesaikannya. Pemerintah Myanmar pernah dua kali memberikan tenggat waktu pada kami, tapi mereka tidak pernah menepatinya. Kapan saja Myanmar mau membawa mereka pulang dan warga Rohingya ingin kembali (secara sukarela), kami akan mengembalikannya. Mereka adalah tamu temporer kami.
Masalahnya adalah di Cox’s Bazar jumlah pengungsi lima kali lebih besar dibanding warga lokal. Dan, mereka menderita. Warga Rohingya merebut peluang kerja mereka dan inflasi meroket. Warga lokal tidak menyukai keberadaan para pengungsi lagi. Kekhawatiran kami, akan ada masalah antara warga lokal dan para pengungsi.
Baca juga : Ongkos untuk Makan Pengungsi Rohingya Terus Dikurangi
Ada masalah keamanan dan ketertiban. Ada pengungsi Rohingya yang terlibat dalam masalah narkoba, senjata api ilegal. Mereka terlibat baku hantam satu sama lain hingga penyelundupan.
Kami menganggarkan dana 1,9 miliar dollar AS untuk menjaga mereka. Beruntung negara sahabat memberikan bantuan makanan bagi mereka. Namun, kini bantuan menurun tajam. Tahun 2017, Inggris menggelontorkan dana 126 juta dollar AS untuk membantu Rohingya. Tahun ini hanya 5,4 juta dollar AS. Kami ”sedikit berisik” dan akhirnya mereka mengucurkan dana sedikit lebih besar, sekitar 11,76 juta dollar AS.
Kesulitan akan terus menghampiri ke depan karena dunia internasional memilih membantu warga Ukraina. Ini adalah cerita yang menyedihkan. Jadi, kita membutuhkan solusi untuk masalah ini. Ini pesan saya, kalau tidak menyelesaikan sekarang, nanti akan menjadi masalah keamanan dan stabilitas yang lebih luas, dunia. Mereka bisa menjadi teroris. Usia muda, tidak punya pekerjaan, tidak ada apa-apa. Apa yang kita harapkan dari mereka? AS berjanji untuk menyerap, menerima mereka. Tetapi, sampai sekarang tidak ada apa-apa.
Banyak negara di dunia tingkat kepadatan penduduknya masih jauh lebih rendah dibandingkan negara kami. Negara-negara itu harus berbagi beban dengan kami. Banyak negara berbicara besar, tapi tidak ada aksinya untuk menyelesaikan masalah ini.