Seluruh dokumen dan pernyataan resmi ASEAN tidak menyinggung rencana Jepang membuang limbah PLTN Fukushima ke Pasifik.
Oleh
KRIS MADA, LUKI AULIA, LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - ASEAN tidak menunjukkan sikap resmi dan jelas soal rencana Jepang membuang 1,3 juta ton air tercemar radioaktif. Dari 28 negara yang hadir di rangkaian pertemuan di Jakarta pekan ini, hanya tiga yang membahas soal rencana itu.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Jepang membenarkan, Menlu Jepang Hayashi Yoshimasa menjelaskan itu kepada sejumlah koleganya. Penjelasan antara lain diberikan kepada Menlu Korea Selatan Park Jin, Menlu Australia Penny Wong, dan para menlu ASEAN. Hayashi juga menjelaskan isu itu kepada Direktur Komisi Pusat Kebijakan Luar Negeri (CFAC) Partai Komunis China Wang Yi. “Penjelasan disampaikan dalam beberapa kesempatan,” kata pejabat yang menolak identitasnya diungkap itu, Jumat (147/2023) malam, di Jakarta.
Hayashi menghadiri rangkaian ASEAN Ministerial Meeting (AMM) dan pertemuan terkait di Jakarta. Selain forum multilteral, Menlu Jepang itu juga bertemu sejumlah koleganya dalam forum bilateral. “Dengan sebagian menlu, Menteri Hayashi sudah beberapa kali bertemu selain di Jakarta,” kata pejabat itu. Beragam isu dibahas Hayashi dan koleganya dalam rangkaian pertemuan itu. Salah satunya soal persetujuan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) soal pembuangan air tercemar radioaktif PLTN Fukushima.
Penjelasan resmi kepada ASEAN disampaikan Hayashi dalam ASEAN+3 (APT). Forum itu dihadiri ASEAN, China, Jepang, dan Korsel. Tokyo mengklaim, tidak ada keberatan secara nyata atas paparan Hayashi dalam APT.
Klaim Jepang selaras dengan dokumen yang dikeluarkan ASEAN dan Indonesia. Dalam pidato Menlu RI Retno Marsudi saat membuka APT, isu Fukushima tidak disinggung. Dalam komunike AMM, yang dikeluarkan beberapa jam sebelum APT dimulai, juga tidak ada pembahasan soal Fukushima.
Isu nuklir yang dibahas ASEAN adalah pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Isu nuklir lain terkait dorongan ASEAN kepada negara pemilik senjata nuklir agar meneken protokol Traktat Asia Tenggara Sebagai Kawasan Bebas Nuklir (SEANWFZ).
Keberatan China
Menurut Tokyo, keberatan atas penjelasan Hayashi hanya disampaikan oleh Wang. Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China, Wang meminta Jepang menyikapi keprihatinan berbagai pihak. Apalagi, keprihatinan itu dilandasi hasil pengujian ilmiah. Jepang diminta benar-benar serius menimbang kegelisahan sejumlah negara soal rencana pembuangan limbah radioaktif itu.
Hayashi, menurut pejabat Kemenlu Jepang, membalas Wang dengan ajakan menggunakan pendekatan ilmiah. Tokyo keberatan dengan penggunaan istilah “air tercemar radioaktif”. Tokyo mendesak berbagai pihak menggunakan istilah “air yang sudah diolah” untuk menyebut 1,3 juta ton air terpapar radioaktif dari inti reaktor Fukushima itu.
Juru bicara Kemenlu China Wang Wenbin mengatakan, keprihatinan China tidak hanya didasarkan pada data ilmiah. Beijing juga menyoroti fakta Tokyo menyiapkan subsidi miliar yen untuk industri perikanan dan boga bahari di Fukushima. “Kalau pembuangan air tercemar nulir itu tidak berbahaya, mengapa menganggap industri perikanan di Fukushima akan terdampak?” ujarnya dalam taklimat pada Jumat siang di Beijing.
Penyiapan subsidi adalah indikasi nyata bahwa Jepang tahu ada yang tidak beres dengan rencana pembuangan 1,3 juta ton limbah radioaktif itu. “Hingga 40 persen penduduk Jepang dan bangsa-bangsa di sekitar Pasifik menentang rencana pembuangan itu. Bukan hanya China, penolakan juga disampaikan penduduk di Korea Selatan, Rusia, bangsa-bangsa kepulauan Pasifik, sampai ke Peru. Sayang sekali, Jepang tidak mengindahkan itu,” tuturnya sebagaimana dikutip Xinhua.
Ia menyebut, Jepang menggunakan uang untuk meredam protes di dalam negeri. Sementara untuk orang di luar negeri, Jepang memilih mengabaikan aneka keberatan.
Berbeda dengan ASEAN, Forum Negara Kepulauan Pasifik (PIF) sejak lama menolak rencana Jepang membuang limbah radioaktif itu. Berdasarkan riset tim ahli yang mendampingi PIF, disimpulkan pembuangan itu tidak benar-benar aman. Jepang belum bisa menjawab sejumlah pertanyaan soal bahaya pembuangan limbah radioaktif itu.